Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

OPINI - Air Itu

Penulis adalah Dosen KBK Fisika Bumi UNM Makassar, Peneliti Karst dan Ketua Physical Society of Makassar Cabang Makassar

Editor: Aldy
zoom-inlihat foto OPINI - Air Itu
tribun timur
Dosen KBK Fisika Bumi UNM Makassar, Peneliti Karst dan Ketua Physical Society of Makassar Cabang Makassar

Oleh:
Muhammad Arsyad
(Dosen KBK Fisika Bumi UNM Makassar, Peneliti Karst dan Ketua Physical Society of Makassar Cabang Makassar)

Ya, air itu sudah tidak bersahabat dengan manusia. Kejadian Senin 21 Januari 2019 hingga besok harinya membuat aktivitas manusia di Kota Makassar nyaris lumpuh karena genangan air di mana-mana. Kawasan perumahan apatah lagi.

Pengalaman penulis sejak 1980-an bermukim di Makassar, baru tahun 2019 ini menyaksikan secara langsung bagaimana air yang sejatinya sahabat memperlihatkan keperkasaannya bahwa manusia tidak mampu berbuat jika alam tidak mendukungnya.

Keadaan ini, tidak hanya terjadi di Makassar, tetapi meliputi Maros, Gowa, Pangkep dan daerah lainnya.

Semuanya hanya berlindung dari dahsyatnya terjangan air yang mengirimkan pesan bahwa manusia bukan arsitek terbaik. Kejadian ini bukan kebetulan.

Luas lahan yang semakin mengecil karena perubahan fungsi lahan dan semakin membesarnya jumlah penduduk, menjadi faktor yang sering dijadikan alasan pembenaran.

Akankah kejadian serupa akan terjadi dan manusia sebagai makhluk berakal hanya pasrah menyerahkan nasibnya kepada alam.

Baca: VIDEO: Detik-detik Terjadinya Kerusuhan Di Polres Jeneponto Saat Simulasi Pengamanan Pemilu 2019

Air itu berkah dan sejatinya merupakan anugrah terbesar bagi umat manusia yang secara alami tersedia di alam untuk kesejahteraan umat manusia, tetapi di manakah para pemangku kepentingan itu sehingga anugrah menjadi bencana.

Apakah ada jaminan bahwa air yang dibutuhkan itu akan tetap lestari?

Hari ini, 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia yang dideklarasikan pada Sidang Umum ke-47 PBB, tepatnya 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil.

World day for water adalah perayaan yang ditujukan sebagai usaha untuk menarik perhatian publik akan pentingnya air bersih dan usaha penyadaran untuk pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.

Hampir semua sektor pekerjaan berkaitan langsung dengan air, walaupun perlindungan terhadap buruh yang bekerja di sektor keairan ini belum terlindungi regulasi secara memadai.

Baca: Apapun Pilihan di Pemilu, Partai Golkar Gagas Pemeriksaan Kesehatan Gratis di 5 Dapil Makassar

Tema Hari Air Sedunia untuk 2019 adalah leaving no one behind atau tidak meninggalkan siapa pun di belakang.

Tema ini menginspirasi bahwa kehidupan saat ini adalah bahagian dari kehidupan masa depan dan titipan dari anak cucu kita. Janganlah kita menjadi bagian yang ‘dicacimaki’ oleh generasi kita sendiri karena keserakahan.

Pergunakanlah air dengan bijak. Ambillah bahagian dari setiap kegiatan yang menghemat air.

Menghemat air bukan hanya penggunaan air yang diperlukan, tetapi bagaimana memelihara lingkungan yang dapat melestarikan air.

Kesempatan penting untuk mengonsolidasikan dan membangun dunia dengan melihat permasalahan air secara utuh. Membangun kerangka pikir memberikan solusi dengan mengatur alam sebagai penyanggahnya.

Keseimbangan alam dengan komponen air merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menuju ke pembangunan berkelanjutan sebagai tujuan utama dari pembangunan millenium untuk generasi masa depan. Apa yang perlu dan harus dilakukan?

Baca: Benarkah Situs Pengumuman SNMPTN 2019 Sempat Dibobol Peretas? Ini Penjelasan Menristekdikti

Tulisan ini mencoba menggugah kepedulian pembaca akan pentingnya air bagi kehidupan manusia, hewan, tanaman, industri dan lainnya.

Segi lain, harus disadari bahwa sumber daya air bukan barang yang tersedia sepanjang masa. Ada keterbatasan dalam ketersediaannya. Untuk itu dibutuhkan regulasi di dalam proses pengadaan, pemeliharaan dan penggunaannya.

Perilaku manusia yang kadang (baca selalu) hedonis membuat SDAir menjadi terbatas. Padahal Indonesia ini merupakan kawasan dengan curah hujan yang teratur setiap tahun.

Alih-alih dengan curah hujan yang teratur itu membuat ketersediaan air semakin terkelola dengan baik, ternyata masih merupakan masalah abadi.

Setiap musim hujan yang muncul ke permukaan di Kota Makassar adalah tergenangnya beberapa jalan protokol (Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Pettarani, Jl Alauddin dan lainnya) dan menyebabkan macet.

Kota Makassar dengan populasi lebih dari dua juta orang pada siang hari pasti membutuhkan air bersih sedemikan besar.

Manajemen air yang sepenuhnya belum tertangani dengan baik akan menyulitkan pemerintah kota untuk memenuhinya. Bagi warga yang beruntung dapat memperoleh air bersih melalui PDAM. Padahal, Sungai Jeneberang masih mengalirkan air tawar sepanjang tahun.

Baca: Di Depan Hotman Paris, Olivia Noor Ngaku Pernah Didatangi Menteri Tengah Malam Ditawar Rp 40 Juta

Teknologi pengadaan air bersih (penampungan, pengelolaan dan manajemen) walaupun relatif mahal perlu dipikirkan sejak jauh hari bebas dari kepentingan politik sehingga warga kota secara menyeluruh dapat menikmati anugrah Allah SWT.

Perlu disadari bahwa pengembangan kota modern memang membutuhkan kompleks perumahan yang berbasis pengolahan air mandiri beserta dengan air limbahnya, tetapi tidak berarti bahwa daerah resapan air diabaikan.

Pengembangan perumahan di satu pihak dapat meningkatkan PAD pemerintah kota pada selang waktu yang pendek. Tetapi dalam waktu panjang justru akan menggerus PAD.

Pengalaman kota-kota besar, termasuk DKI Jakarta yang membeli lahan untuk dijadikan kawasan resapan air, bukan tidak mungkin akan menjadi model untuk Kota Makassar.

Biaya yang diperoleh dari pengembangan kota tanpa memperhatikan tataguna air akan menjadi bumerang 10 tahun ke depan.

Uang yang diperoleh berupa PAD Kota yang selalu bertambah tiap tahun bukan tidak mungkin akan digunakan kembali – tentu, dengan benefit yang lebih besar – hanya untuk membeli kembali lahan yang memang pada awalnya sebagai daerah embun air, terutama daerah bagian timur dan selatan kota.

Perlu dilakukan rancangan ulang terhadap tatakota dengan memerhatikan ketersediaan air sebagai input pembangunan.

Pemerintah kota Makassar dengan pemerintahan baru harus secara tegas dan konsisten menyiapkan kawasan penampangan air, jika mengedepankan pembangunan berkelanjutan.

Air yang melimpah pada musim penghujan menjadi barang langka di musim kemarau. Beberapa bagian kota sulit mendapatkan suplai air PDAM pada musim kemarau ketersediaan air bersih akan menipis.

Baca: VIDEO: Delapan Fakta Dua Gadis Jatuh Di Indekos B17 Graha Modern Jaya Makassar

Tiba saatnya, warga kota sadar akan terjadinya degradasi lingkungan. Air hujan yang sejatinya sebagai berkah, kadang datang sebagai bencana.

Pemangku kepentingan (Pemerintah, Legislatif, LSM dan lainnya) diharapkan tidak melihatnya sebagai kehendak alam, dan akibat lain yang menyertainya (perubahan iklim, hanya dampak turunan dari badai yang memang harus diteruma, dan alasan lainnya).

Isu keterlangkaan air dan menuju kekeringan yang dimulai tahun 2019 ini hendaknya menjadi sosialisasi bersama. Penduduk Sulawesi Selatan sekitar 8 juta orang dengan 1,5 juta orang berada di Makassar membutuhkan air yang sedemikian besar.

Jika dirata-ratakan kebutuhan air penduduk Sulawesi Selatan (sekitar 100 liter setiap warga/hari) akan mencapai 800 juta liter per hari. Warga Makassar 1.500 juta liter perhari.

Bayangkan dalam sebulan, setahun sudah berapa? Saat ini, sekitar 1,9 milyar orang hidup di daerah yang terancam krisis air.

Sekitar 1,8 milyar orang mengonsumsi air yang tidak layak minum, karena terkontaminasi polutan. Secara global, 80% air limbah dibuang kea lam tanpa melalui proses pengolahan.

Jumlah orang beresiko terdampak banjir akan meningkat dari 1,2 milyar saat ini ke 1,6 milyar pada tahun 2050. Dalam 14 tahun terakhir, hutan disekitar daerah aliran sungai berkurang sekitar 22%.

Baca: 2018 Pertamina Kucurkan Rp 11,7 Miliar Modal Bergulir Kemitraan

Air sebagai anugrah Allah SWT hendaknya dipelihara dan tetap dipertahankan kelestariannya dengan menentukan secara tegas kawasan resapan air.

Warga hendaknya dibiasakan untuk berhemat menggunakan air. Kawasan timur dan selatan kota perlu dilakukan pemetaan, sehingga lahan kosong tidak berubah menjadi daerah permukiman.

Beberapa ruang dari bagian tersebut dijadikan resapan air tanpa mengurangi estetika kota sebagai daerah metropolitan.

Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana Walikota pada awal-awal pemerintahannya ingin menjadikan kanal-kanal itu sebagai tempat rekreasi dan wisata bagi warga masyarakat.

Seiring dengan peringatan Hari Air se Dunia, Penulis mengajak semua pemangku kepentingan untuk kembali merenung dan memikirkan bahwa air adalah berkah dan setiap warga kota mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ‘menikmati; berkah tersebut.

Berkah ini hendaknya diartikan dalam skala luas, baik dari segi memelihara, melindungi dan mengolah titipan anak cucu kita, sehingga keberadaannya dijadikan sebagai modal awal untuk kesejahteraan bersama.-Allahu alam bisshawab. (*)

Catatan: Tulisan ini telah dipublikasikan juga di Tribun Timur edisi print, Jumat 22 Maret 2019

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved