Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

21 Tahun Merantau di Jakarta, Yusuf Shandy Kini Pimpin Baznas Bulukumba

Ia terdaftar sebagai mahasiswa di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), setelah tamat dari Pesantren Kulliyatun Muballighin Islamiah

Penulis: Firki Arisandi | Editor: Imam Wahyudi
firki/tribunbulukumba.com
Ustad Yusuf Shandy 

TRIBUNBULUKUMBA.COM, UJUNG BULU - Merantau sejak tahun 1995 di Ibukota Indonesia, Jakarta, membentuk karakter Ustad Yusuf Shandy yang cerdas dan mampu menerima perbedaan.

Di Jakarta, pemuda kelahiran Desa Tamaona, Kecamatan Kindang, wilayah dataran tinggi di Kabupaten Bulukumba itu, awalnya berstatus sebagai mahasiswa.

Ia terdaftar sebagai mahasiswa di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), setelah tamat dari Pesantren Kulliyatun Muballighin Islamiah, Maros.

Bukan perjalanan gampang, untuk menjadi mahasiswa LIPIA, Yusuf harus bersaing dengan 1.091 pendaftar saat itu.

Di Sulawesi Selatan (Sulsel) secara khusus, hanya ada tiga calon mahasiswa yang lulus. Satu diantara tiga itu adalah Yusuf.

Meskipun lulus, merantau ke Tanah Jawa, tak pernah terlintas di benak lelaki berjenggot itu.

Bahkan, dunia pendidikan pesantren bukanlah keinginan Yusuf semasa kecil.

"Saya masuk pesantren karena dorongan keluarga, terutama kakak saya. Karena dia alumni pesantren," kata Yusuf di sebuah rumah makan, di bilangan Jl Samratulangi, kota Bulukumba, Selasa (19/3/2019).

Kemampuan Yusuf dalam hal mengolah bahasa, terutama dalam bidang dakwah, mulai terlihat saat pertama kali mondok di Pesentren Darul Istiqamah, Sinjai.

Sebelum ke Maros, Yusuf memang mondok di Sinjai. Perpindahannya ke Maros, setelah kemampuannya di bidang bahasa dilihat oleh guru-gurunya di Sinjai.

Yusuf dinilai memiliki kelebihan tersendiri, jika dibandingkan dengan rerata teman seangkatannya saat itu.

Dengan perpindahannya ke Maros, Yusuf dinilai bisa mengembangkan kemampuannya itu.

Berdakwah di Ibukota dan Menikahi Wanita Suban

Di Jakarta, Ustaz Yusuf Shandy aktif melakukan dakwah dari satu masjid ke masjid, hingga dari satu perusahaan ke perusahaan lain.

Hal tersebut menjadi rutinitas anak petani ladang di Desa Tamaona itu hampir setiap hari.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved