Serangan Umum 1 Maret: Sosok Sri Sultan, Soedirman, Soeharto & Cerita 'Kesaktian' Letnan Komaruddin
Serangan Umum 1 Maret: Sosok Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Jenderal Soedirman, Jenderal Soeharto dan Cerita 'Kesaktian' Letnan Komaruddin.
Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Aqsa Riyandi Pananrang
Seperti dikutip kemdikbud.go.id dari Laman Museum Benteng Vredeburg, Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan sebuah respons atas Agresi Militer Belanda ke-II yang menjadikan Yogyakarta sebagai sasaran utamanya.
Saat itu, Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia karena situasi di Jakarta tidak aman setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Situasi Yogyakarta sebagai ibu kota negara saat itu sangat tidak kondusif. Keadaan tersebut diperparah propaganda Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengirimkan surat kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin diadakannya serangan.
Jenderal Sudirman menyetujuinya dan meminta Sri Sultan HB IX untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III.
Setelah perencanaan yang matang, tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya dimulai.
Dengan fokus serangan adalah Ibukota Republik, Yogyakarta. Pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota.
Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.
Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno.
Untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam.
Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula, seluruh pasukkan TNI mundur.
Berhasilnya Serangan Umum 1 Maret ini meskipun hanya mampu menguasai Yogyakarta selama enam jam telah membuktikan bahwa eksistensi tentara Indonesia masih ada.
Situasi ini membawa dampak yang sangat besar bagi pihak Indonesia yang sedang bersidang di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Serangan ini sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB.(*)
Artikel ini Sudah Terbit di Tribun Jogja dengan judul "5 Fakta Letnan Komaruddin, Pejuang Sakti yang Terlibat dalam Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949".