Diduga Nyatakan Dukungan ke Jokowi-Ma'ruf, Ini Hukuman yang Mengintai 15 Camat se-Makassar
Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu sedang memeriksa 15 camat se Kota Makassar, Jumat (22/2/2019).
TRIBUN-TIMUR.COM-Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu sedang memeriksa 15 camat se Kota Makassar, Jumat (22/2/2019).
Mereka diperiksa setelah video bersama Mantan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo atau SYL beredar di media sosial sejak Rabu (20/2/2019) yang memberikan dukungan kepada paslon nomor satu Jokowi-Ma'ruf.
Video berdurasi 1,26 menit itu lalu dilaporkan DPD Partai Gerindra Sulsel, Kamis (21/2/2019) ke Bawaslu Sulsel karena dianggap menyalahi aturan sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Baca: Diduga Beri Dukungan ke Jokowi- Maruf, Bawaslu Sulsel Gelar Pemeriksaan Maraton 15 Camat
Baca: Foto Camat se-makassar Dilaporkan ke Bawaslu Sulsel
Baca: 15 Camat Dukung Jokowi-Maruf, Danny Pomanto: Ada yang Salah dengan Video Itu?
Dalam video tersebut, mereka memperkenalkan diri satu per satu lalu berseru bahwa dukungan untuk Jokowi-Ma’ruf adalah harga mati.
Menurut Komisioner Divis Penindakan Bawaslu Sulsel Azri Yusuf sudah mengagendakan pemanggilan terhadap 15 Camat untuk dimintai keterangan
"Semua yang agendakan akan kita mintai keterangan. Termasuk para saksi," kata Azri Yusuf.

Diketahui Aparatur Sipil Negara atau ASN harus bersikap netral dalam Pemilu 2019 mendatang.
Hal tersebut pun telah diatur dalam Undang-undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan pasal 2 huruf f menyatakan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netralitas
Asas Netralitas ini berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Sementara itu, dalam pasal 71 ayat 1 Undang-undang N0mor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU N0mor 1 Tahun 2015 diatur Pejabat Negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil negara, anggota TNI/POLRI, kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004, PNS dilarang mengunggah, menangapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto pasangan calon melalui media online atau media sosial.
PNS Dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan mengikuti simbol tangan /gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan.
Sanksi bagi ASN yang Tak Netral
Berdasarkan Pasal 15 ayat 1, menyatakan terhadap pelanggaran tersebut pada angka 1 dikenakan sanksi moral.
Pasal Pasal 16 menyatakan, bahwa atas rekomendasi Majelis Kode Etik (MKE) PNS yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral dapat dikenakan dikenakan tindakan administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dapat berupa sanksi hukuman disiplin ringan maupun disiplin berat sesuai dengan pertimbangan tim pemeriksa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 juga telah mengatur tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Hukuman disiplin tingkat sedang, berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan pangkat selama satu tahun, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Jenis sanski tersebut diberikan kepada PNS yang memberikan dukukunga kepada pasangan calon dengan memberikan surat dukungan disertai fotokopi KTP.
Selain itu, juga bagi ONS yang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon, selama dan sesudah masa kampanye.
Sementara hukuman disiplin tingkat berat, berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, atau pemberhentian dengan tidak hormat atas pemintaan sendiri sebagai PNS.
Terhadap PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin netralitas dilaporkan baik kepada unsur pengawas pemilu yang berada di masing masing daerah maupun kepada unsur pengawasan di instansi pemerintah PNS yang bersangkutan, untuk dapat diperiksa/diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terhadap hasil pemeriksaan oleh unsur pengawas pemilu maupun unsur pengawasan di intansi pemerintah PNS yang bersangkutan, hasil pemeriksaan tersebut diteruskan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara.
Terhadap hasil pemeriksaan dan pengawasan sebagaimana tersebut pada angka 7, Komisi Aparatur Sipil Negara memberikan rekomendasi hasil pengawasan kepada Pejabat Pembinaan Kepegawaian yang bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan.
Apabila rekomendasi KASN sebagaimana dimaksud angka 8 tidak dilaksanakan, maka Menteri PANRB berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian baik di tingkat Provinsi, maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Komentar SYL
Dalam Video itu, Gubernur Sulsel 2008-2018 Syahrul Yasin Limpo atau SYL memimpin 15 camat meneriakkan tekad “harga mati”.
Setelah mengakhiri jabatan Gubernur Sulsel, Syahrul diangkat menjadi Ketua DPP Partai Nasdem, Maret 2018.
Video itu diawali pernyataan Syahrul. "Assalamu Alaikum Warahmatullahi wabaarakatuh. Saya Syahrul Yasin Limpo beserta seluruh camat se-Kota Makassar.....”
Perkenalan 15 Camat
Satu per satu ke-15 camat memperkenalkan diri, diawali Camat Rappocini hingga Camat Wajo.
“Saya Camat Rappocini, Saya Camat Mamajang, Camat Ujung Tanah, Saya Camat Tamalanrea, Saya Camat Tallo, Saya Camat Kepulauan Sangkarrang, Saya Camat Biringkanaya, Saya Camat Makassar, Saya Camat - Manggala, Saya Camat Bontoala, Saya Camat Panakkukang, Saya Camat Ujungpandang, Saya Camat Tamalate, Saya Camat Mariso, Saya Camat Wajo.”
Dalam video itu, para camat tidak menyebut “mendukung pasangan nomor urut....”
Baca: Curhat Buni Yani dari Penjara, Sekamar dengan Pembunuh dan Bandingkan dengan Ahok
Baca: The Jak Mania Siap Kembalikan Trophy Juara Liga 1, Andai Persija Jakarta Terbukti Pengaturan Skor
Setelah memperkenalkan diri sambil mengacungkan jari telunjuk, Syahrul menggenggam tangan dua camat dan seluruh camat saling bergengaman tangan.
Lalu Syahrul berkata, "Semua bersumpah dan berjihad menyatakan kebulatan tekad mendukung calon presiden nomor urut satu, Joko Widodo bersama Ma'ruf Amin satu periode lagi menjadi presiden.”
Lalu Syahrul berteriak, "Jokowi-Ma'ruf." Lalu para camat berteriak, "Harga mati..."
Tiga di antara 15 camat itu memakai pakaian dinas. Mereka adalah Camat Biringkanaya, Camat Panakkukang, dan Camat Wajo.
Bawaslu Sulsel juga memastikan akan memanggil Syahrul Yasin Limpo.
Baca: Sempat Diabaikan Timnas, 2 Pemain PSM Makassar Ini Akhirnya Dipanggil Simon McMenemy! Siapa Mereka?
Baca: Jelang Hadapi Home United, Striker PSM Makassar Ferdinand Sinaga: Persiapkan Mental Bertanding!
"Biarkan kami Bawaslu melakukan penyelidikan untuk bisa membuktikan apakah benar editan atau asli," kata Komisioner Bawaslu Sulsel Saiful Jihad MA, kemarin.
Menurut Saiful, Bawaslu Sulsel sudah mempelajari video itu.
"Untuk kepentingan klarifikasi, semua yang dianggap memiliki kaitan akan kita undang. Laporannya masuk di provinsi," ujar Saiful Jihad.
Dua Laporan
Koordinator Divisi Pelayanan Pelanggaran Bawaslu Sulsel, Azry Yusuf, mengatakan, ada dua laporan terkait video itu, dari Partai Gerindra Sulsel dan dari tim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Berdasar pada laporan tersebut, segera kami menindaklanjuti dan mempelajari sesuai peraturan yang ada," tegas Azry.
Baca: Ini Penjelasan Kanit Lantas Polsek Mamajang Soal Sweeping Misterius di Veteran Selatan
Baca: Krishna Murti Sebut Persib, Persipura & PSM Makassar Pelit Sogok Wasit, ini Komentar Bos Juku Eja
Dirjen Otonomi Daerah (Otoda) Kemendagri RI Sumarsono meragukan keaslian video itu.
"Video itu editan, terutama statement...'Saya camat....' dan seterusnya. Ini pertemuan pribadi dan diakhiri dengan foto bersama senior SYL yang kemudian diviralkan," kata Sumarsono.
Kendati demikian, mantan Pj Gubernur Sulsel itu mengingatkan, camat yang berlatar belakang sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dituntut netral di setiap momentum pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan Presiden.
"Harus jaga netralitas, jadi tidak bisa ada dukungan terhadap paslon (pasangan calon) ke ruang publik," ujar Soni, sapaan Sumarsono.
Dia menegaskan, ASN yang terlibat politik praktis, sudah pasti melanggar. Menurutnya pelanggaran terhadap pemilu, itu bisa ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
Ulasan Pakar Hukum
Pakar Hukum Pidana Unibos Prof Dr Marwan Mas SH MH mengatakan video itu merusak tatanan demokrasi di Indonesia dalam menyamput pilpres.
“Selalu saja ada oknum politisi merayu dan menarik-narik ASN seperti camat masuk ke politik praktis,” ujarnya.
“Kasihan juga camat itu yang boleh jadi tergoda janji kekuasaan atau karena pertemanan sama politisi tertentu, dan terseret dukung-mendukung,” lanjutnya.
Boleh jadi para camat itu, kata Marwan Mas, dalam nuraninya tetap netral selaku ASN, tapi karena boleh jadi ada tekanan psikologis terkait posisi atau jabatannya setelah pilpres nanti.
Maka itu, lanjut Marwan Mas, ASN yang digaji oleh uang rakyat diminta netralitas dalam UU Pemilu, jangan mau tergoda rayuan untuk kepentingan politik tertentu.
Kemudian, jelas Marwan Mas, bagi oknum politisi yang selalu merayu dan minta ASN untuk tidak netral seharusnya sadar, rakyat pemilih di akar rumput sudah kian pintar itu terkait itu.
“Rakyat pemilih yang sudah semakin cerdas akan menjatuhkan pilihan pada 17 April 2019. Dengan cara mengabaikannya di bilik suara. Selanjutnya, rakyat akan terus waspada menjaga suara dari kecurangan,” jelas Marwan Mas.
(Hasan Basri/Anita Kusuma Wardana/Tribun Timur)
Follow juga akun instagram tribun-timur.com: