Lagi, Warga Bone Tewas Tertimbun Material Tambang Galian C di Bukit Pallakka
Rabu (18/9/2018) petang lalu, Naco Bin Sali (75 tahun), seorang warga Desa Usa, Kecamatan Pallakka, barat Watampone, juga ditemukan meninggal
Penulis: Justang Muhammad | Editor: Thamzil Thahir
TRIBUN-TIMUR.COM, WATAMPONE — Nahas menimpa Lelle Daeng Marala (55), Rabu (24/10/2018) sore.
Warga Desa Wollangi, Kecamatan Barebbo, sekitar 9,3 km sebelah timur Kota Watampone, Bone ini, dilaporkan meninggal dunia, setelah tertimpa bongkahan tanah glei humus dan batu padat di lahan perkebunan sekitar rumahnya.
Insiden maut di arel tambang galian C di Bone ini adalah kali kedua terjadi di sekitar kawasan perbukitan Bulu Pallakka, radius 8 hingga 10 km dari ibu kota kabupaten Bone.
Baca: Warga Keluhkan Sopir Truk Pengangkut Material Galian C Tanpa Penutup
Rabu (18/9/2018) petang lalu, Naco Bin Sali (75 tahun), seorang warga Desa Usa, Kecamatan Pallakka, barat Watampone, juga ditemukan meninggal setelah tertimbun tanah galian di punggug bukit.
Korban di Palakka, meninggal di kawasan tambang yang dikelola PT Harvana Halim, perusahaan tambang galian C di Bone.
Untuk kepentingan penyidikan, hingga akhir September 2018 lalu, aktivitas tambang termasuk escavator dan lalulintas truk milik Haji Daeng Makello, dibekukan sementara.
Baca: Polres Bulukumba Tetapkan Dua Tersangka Tambang Ilegal di Ujung Loe
Berbeda degan kejadian di Desa Usa, yang laporannya dirilisi dan disidik polisi level kecamatan (mapolsek), insiden di Desa Wollangi, Barebbo, langsung ditangani polisi level kabupaten, (mapolres).
Beberapa jam usai kejadian, kepala penyidik polisi level kabupaten, menginformasikan kepada wartawan lokal, Dg Marala, korban meninggal dunia akibat tertimpa tanah longsor.
Bongkahan diperkirakan longsor dari ketinggian 2,5 meter hingga 3,0 meter dari titik dimana korban ditemukan tertimbun.
Polisi juga mengabarkan, saat kejadian almarhum ditemani beberapa rekannya.
Polisi tak merilis jumlah dan identitas rekan korban, saat kejadian.
Melalui foto yang beredar di kalangan wartawan, di tempat kejadian perkara (TKP), sore harinya, polisi sudah memasang police line.

Baca: Tambang Galian C Diprotes, Polsek Maiwa dan Koramil Mediasi Warga Desa Boiya
Polisi belum merilis apakah rekan korban akan dijadikan saksi dalam insiden ini.
Bongkahan tanah padat dan berbatu ini, dilaporkan polisi, runtuh saat korban menggali dengan linggis.
“Informasi awal yang diperoleh anggota (penyidik), rekan korban sudah mengingatkan jika tanah yang dilinggis rawan runtuh, tapi korban seperti tak peduli,” kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Kepolisian Resort Bone Ajun Komisaris Polisi (AKP) Dharma, kepada wartawan, Rabu (24/10/2018) malam.
Menurut polisi, setelah korban tertimpa reruntuhan tanah, rekan korban berupaya menolong.
Mereka menggali tanah yang menimbun tubuh korban, mengevakuasi, dan mencoba membawa korban ke pusat kesehatan terdekat.
Namun, kata polisi, sebelum sampai ke rumah sakit, korban dilaporkan sudah ‘meninggal dunia”.
Dg Marala, termasuk tokoh di kampung tua di timur ibu kota kabupaten.
Saat aktivitas pertambangan tradisional di kawasan ini mulai marak tahun 2015 lalu, korban sempat memprotes aktivitas tambang yang dianggap mulai menganggu lahan perkebunan warga.
Korban beralasan, aktivitas tambang tanah timbunan/ atau urugan dan batu di lahan subur ini, menimbulkan polusi dan rawan menganggu struktur tanah perkebunan warga.
Pasalnya, lahan garapan miliknya yang letaknya berdekatan dengan usaha pertambangan konvensional mulai terkena imbas.
” sepuluh tahun saya garap lahan itu, ada tanaman pohon Jati merah dan jati putih. Sekarang lahan itu ikut juga ditambang, bahkan beberapa tanaman pohon jati saya terimbun oleh bongkahan material tambang ” kata Daeng Marala saat mengadukan aktivitas tambang itu kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM LATENRITAPPU) Syamsul, seperti dilnsir situs berita lokal Awasnews, 23 Juli 2017 lalu.

Desa Wollangi termasuk areal tambang galian C yang dikelola warga dan pengusaha lokal.
Kawasan yang ditambang adalah dinding perbukitan landai, yang oleh warga Bone dikenal dengan Bulu (bukit) Pallakka.
Belum ada konfirmasi resmi dari otoritas kabupaten, apakah aktovitas tembang semi-modern di sini legal atau sudah mendapat izin resmi dari dinas pertambangan setempat.
Sejak lima tahun terakhir, kawasan perkebunan rakyat di ketinggian 500 meter dari pemukaan laut (mdpl)
Secara terun temurun, warga setempat menjadikan Barebbo sebagai lahan perkebunan tanaman keras; dan kawasan hutan jati.
Barebbo memang diketegorikan satu dari 21 kacamatan di Bone, dengan jenis tanah glei humus. Ini adalah adalah tanah endapan dengan sifatnya ialah aluvial, dan terbentuk pada wilayah dengan tingkat curah hujan tinggi, berkisar 1500mm/tahun.
Di kawasan ini tengah dikembangkan lahan wisata alam alternatif di Bone, Puncak Battoa. LOkasinya berbatasan dengan Wollangi, Desa Cingkang, Barebbo, Bone, Sulawesi Selatan.

Baca: Ditanya Proyek TTP Wollangi, Menteri Pertanian Bilangi Wartawan Bone Kampungan
Selain itu, Kementerian Pertanian (Kementan) juga membangun lahan Taman Teknologi Pertanian (TTP) Wollangi, di Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone, Sulsel.
Lahan di kecamatan yang dipimpin Andi Asman Sulaiman, adik kandung Manteri Pertanian dan kakak kandung Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman ini juga dijadikan lahan perkebunan contoh untuk tanaman bawang, agrikultur dan peternakan.
Pembangunan kawasan TTP Bone, adalah hasil nota kesepahaman antara Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan dengan Pemerintah Kabupaten Bone, tentang pembangunan dan pengembangan TTP Wollangi yang diteken 2015 lalu.