Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Prabowo Dituding Menculik Saat Jadi Danjen Kopassus, Sebagian Korbannya Kini Jadi Kader Gerindra?

Isu terkait kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) banyak diberikan pada Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra

Editor: Ilham Arsyam

TRIBUN-TIMUR.COM - Isu terkait kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) banyak diberikan pada Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra yang pernah menjabat sebagai Danjen Kopassus.

Satu di antaranya adalah tudingan yang diberikan akun netizen @djun_bang, Rabu (22/8/2018).

Netizen tersebut mengunggah foto beberapa orang dengan warna monokrom atau hitam putih.

 

"Ini korban Penculikan Sang Bowo," tulis netizen @djun_bang.

Menanggapi hal tersebut, akun Twitter Gerindra memberikan bantahan.

Gerindra mengatakan jika isu penculikan tersebut tidak benar, melainkan mengamankan orang yang diduga diculik.

Selain itu, Gerindra juga menambahkan jika orang yang diisukan telah diculik itu kini justru menjadi kader Gerindra.

Baca: Usai Bongkar Mahar Rp 500 M Sandiaga Uno, Andi Arief Sindir Puan Maharani Lari dari Tugas Negara

Baca: Presiden Jokowi Divonis Bersalah dalam Kasus Karhutla, ini 12 Hukuman yang Diterima Pemerintah

"Tidak menculik tetapi mengamankan, dan yang mengamankan adalah Tim Mawar.

Yang diamankan sebanyak 9 orang, sudah bebas semua dalam keadaan hidup dan sebagian jadi kader Gerindra, " jawab akun @Gerindra.

Tweet Partai Gerindra
Tweet Partai Gerindra (Capture Twitter @Gerindra)

Sementara itu, Prabowo yang menjadi bakal calon presiden (bacapres) untuk pilpres 2019 ini mengatakan dirinya ingin bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga rivalnya dalam pilpres mendatang.

Hal itu ia katakan setelah bertemu Wakil Presiden, Jusuf Kalla, di rumah dinas Wapres, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2018) malam.

Dalam pertemuan itu hadir pula calon wakil presiden Sandiaga Uno.

"Kami juga akan minta waktu (untuk bertemu) Pak Jokowi," ujar Prabowo saat memberikan keterangan seusai pertemuan yang diberitakan dari Kompas.com.

Prabowo mengatakan, dirinya ingin melaksanakan demokrasi yang baik dan mengedepankan nilai-nilai kesantunan.

Baca: 2 Jam Sebelum Berakhir Jokowi Ungguli Prabowo di Polling Twitter Fadli Zon, Ternyata ini Penyebabnya

Meski menjadi rival dalam kontestasi Pilpres 2019, nilai-nilai persahabatan dan kekeluargaan harus tetap dijaga.

Pertemuan dengan Presiden Jokowi, kata Prabowo, akan dijadwalkan setelah peringatan HUT RI 17 Agustus 2018.

"Kami tetap ingin melaksanakan demokrasi yang dewasa, yang baik, yang santun supaya demokrasi kita kelihatan sangat matang dan dewasa," kata Prabowo.

Terkait pertemuannya dengan Jusuf Kalla, Kamis (16/8/2018), Prabowo mengatakan, dirinya meminta restu terkait pencalonannya sebagai capres-cawapres pada Pilpres 2019.

Menurut Prabowo, pertemuan itu juga bertujuan untuk menjaga hubungan baik dan kekeluargaan antara dirinya dan Kalla.

Kendati Prabowo pernah menjadi pesaing Kalla dalam Pilpres 2009 dan 2014, ia menegaskan tetap menjalin persahabatan dengan politisi senior Partai Golkar itu sejak lama.

"Sesuai dengan adat istiadat kita bangsa Indonesia, yang muda datang ke yang lebih senior untuk sowan. Mohon restu kita akan melakukan pekerjaan untuk rakyat kita," ucap Prabowo.

Sementara itu akun instagram Prabowo mengunggah foto dirinya mengenakan seragam militer Kamis (23/8/2018).

Dalam unggahannya Prabowo mengutip perkataan jenderal Sudirman.

Sebuah kutipan Jendral Sudirman yang selalu saya ingat ketika sedang bertugas.
“Sejengkal tanahpun tidak akan kita serahkan kepada lawan, tetapi akan kita pertahankan habis-habisan.”

Pembelaan Kivlan Zein

Pada 2014 lalu, Mantan Kepala Staf Kostrad Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen menceritakan kembali peristiwa bersejarah penculikan 13 aktivis pada 1997-1998, yang hingga kini masih dinyatakan hilang. Kivlan mengaku tak ada perintah untuk melakukan penculikan.

Dia menyebut, istilah "penculikan" baru belakangan dibuat. Ketika peristiwa itu terjadi, menurutnya, tentara berusaha mengamankan situasi Jakarta yang mulai kacau.

"Jadi ada rencana operasi, penopskam, yang ditandatangani Panglima ABRI Feisal Tanjung. Saat itu, istilahnya bukan penculikan, makanya Kodam, Kostrad, dan lain-lain bergerak karena untuk mengamankan pergerakan kelompok-kelompok," ujar Kivlan dalam sebuah diskusi tentang hak asasi manusia (HAM) di Jakarta, Selasa (6/5/2014).

Kivlan menuturkan, ketika itu tanda-tanda kekacauan sudah mulai terjadi dengan adanya peristiwa bom di Tanah Tinggi yang dimotori Andi Arief dan kawan-kawan, hingga pengeboman di perumahan Bekasi.

Aksi pengeboman ini dilakukan untuk menggagalkan Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Ketika operasi ini dilancarkan, Prabowo Subianto menjabat sebagai Pangkostrad yang mendapat mandat dari Panglima ABRI Jenderal (Purn) Feisal Tanjung.

Sementara itu, Kivlan adalah wakil Prabowo di Kostrad yang membawahi pergerakan intelijen. Kivlan mengaku menerima semua laporan gerakan kelompok-kelompok yang berusaha mengacaukan Jakarta. Saat perintah penangkapan aktivis diluncurkan, Kostrad pun bergerak.

"Yang saya tahu kalau ada kekacauan, ya ditangkap karena waktu itu belum kondusif setelah Sidang Umum MPR. Maka rencananya akan dimasukkan ke sidang pengadilan anti-teror," ucap Kivlan.

Berdasarkan catatan Kontras, sebanyak 23 aktivis dihilangkan ketika itu. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang hingga kini.

Dari sembilan orang yang dilepaskan itu, ada di antaranya yang bergabung bersama Prabowo ke Partai Gerindra, yakni Desmond Junaidi Mahesa dan Pius Lustrilanang.

Kivlan menuturkan, Prabowo sudah melepaskan semua aktivis. Namun, Kivlan menduga, setelah para aktivis ini dilepas, ada kelompok kontra intelijen yang kemudian menculik aktivis kembali hingga hilang agar Prabowo menjadi kambing hitam dari peristiwa penculikan ini.

"Kemungkinan ada double agent. Banyak jenderal, militer, sipil yang menjadi double agent dan yang tidak suka Pak Harto. Ini sudah mainannya kontra intelijen. Mereka inilah yang menculik 13 aktivis itu," ujarnya.

Di dalam kasus penculikan ini, Kivlan mengaku tak bermaksud membela Prabowo. Dia menampik dibayar Prabowo untuk membela mantan Danjen Kopassus itu.

"Saya bukan orang Prabowo. Saya hanya mau berbicara kebenaran. Kenapa saat polisi menembak, tidak ada yang protes? Saat kami bergerak, disebut menculik? Ini tidak benar," ujarnya.

(Tribun Timur/TribunWow.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved