Naskah atau Isi Khutbah Idul Adha 2018 oleh Prof M Qasim Mathar di Pelabuhan Makassar
PT Pelindo IV (Persero) Cabang Makassar menggelar shalat Idul Adha 1439 H
“Lalu, Kami panggil dia: Hai Ibrahim!”.
“Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
“Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) bagi orang-orang yang datang kemudian.”
“Salam sejahtera bagi Ibrahim!” (surat Ash-Shaffat/37: 102-109)
Adakah contoh ketaatan kepada Allah melebihi ketaatan rela menyembelih anak sendiri, dan rela disembelih oleh ayah sendiri, demi ketaatan kepada Allah?
Hadirin, ternyata Allah, dengan peristiwa Ibrahim dan putranya, Ismail, tidak membenarkan adanya syariat menumpahkan darah dan mencabut nyawa manusia demi bukti ketaatan kepada Allah.
Kenapa pada zaman milenial ini, ada orang melakukan bom bunuh diri bersama anaknya demi “jihad” dan “syahid” di jalan Allah, gara-gara anti republik, anti nation state (negara bangsa), anti demokrasi, anti Pancasila, anti asing, anti modernitas, anti Barat, anti lain-lain, dan sebagainya.
Syariat Ibrahim soal penyembelihan sebagai digambarkan oleh Alquran, cukup menerangkan kepada kita bahwa bukti ketaatan yang paling tinggi pun kepada Allah, Allah tidak membenarkan nyawa manusia dikorbankan.
Jalan luhur dalam agama tidak membenarkan kekerasan dan pengorbanan nyawa manusia sebagai syariat.
Memang benar ada orang mati syahid dalam perang dan konflik pisik karena membela haknya (kebenaran).
Tapi orang itu pasti terbunuh (dibunuh). Bukan sengaja atau membiarkan dirinya terbunuh. Orang syahid demikian hanya kalah dalam mempertahankan hidupnya.
Mati terbunuh berbeda dengan sengaja bunuh diri, seperti tindakan bom bunuh diri.
Melalui khutbah ini, saya mengajak umat, ulama, jamaah, dan warga negara untuk berdemokrasi secara dewasa.
Kita sudah memilih demokrasi sebagai sistem bernegara.
Khususnya sebagai sistem di dalam memilih pemimpin.
Demokrasi yang sehat tidak menyukai pemaksaan dan kekerasan.
Demokrasi menjunjung dan memberi ruang kepada perbedaan.
Agar kita terhindar dari pemaksaan dan kekerasan, dan kita menerima perbedaan, demokrasi mensyaratkan ketaatan kepada hukum dan aturan.
Hanya politisi busuklah yang biasa mendorong umat, ulama, dan warga mempraktikkan demokrasi secara serampangan (pemaksaan, kekerasan, mengotori perbedaan, dan melanggar hukum).
Dan, hati-hati hadirin yang mulia. Di zaman milenial ini, demi kepentingan politik, hoax atau kebohongan pun sudah dipakai di dalam dakwah.
Ada baiknya kita mempertimbangkan pendapat ulama besar, Imam Syatibi (wafat 790 H/1388 M), yang mengatakan bahwa yang maslahah pasti adalah syariat; yang mengandung dan membawa mudarat pasti bukan syariat.
Karena itu, jika prinsip Syatibi dipakai, maka sekalipun itu dikatakan berasal dari agama tapi membawa mudarat, tentu itu bukan syariat.
Atau, sekalipun itu bukan (berasal) dari agama, tetapi membawa maslahah, maka itu tentu sesuai (tidak berlawanan dengan) syariat.
Akhirnya, saya mengajak umat Islam dan para cerdik-pandai (ulama), para pemuka/pemimpin, serta kawan-kawan muballigh, dai, dan para ustaz, untuk beragama dan berdemokrasi secara dewasa.
Melakoni agama dan demokrasi dengan tanpa pemaksaan, kekerasan, dan prasangka, tidak mencari-cari keburukan orang, menjauhi kesenangan mencela dan menebar fitnah, hoax dan membiasakan diri untuk memeriksa, mengkonfirmasi dan bertabayyun atas berita dan isyu yang bersimpang siur di era milenial ini.
Pada bagian akhir khutbah ini, mari kita sama-sama berdoa:
Ya Allah, berilah kami petunjuk bahwa kebenaran itu adalah benar dan beri kami kesanggupan untuk mengikutinya.
Beri juga kami petunjuk bahwa kebatilan itu adalah batil dan beri kami kemampuan untuk menjauhinya!
Ya Rabbana, janganlah ada kedengkian di hati kami terhadap orang-orang yang beriman; ya Rabbana, Engkau Maha Pengasih, Maha Penyayang!
Ya Tuhan kami, ampuni dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan, kukuhkan pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir!
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah; jangan Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana beban itu dirasakan oleh orang-orang sebelum kami; ya Tuhan, janganlah Engkau pikulkan kepada kami sesuatu yang kami tak sanggup memikulnya; maafkanlah kami, ampuni kami dan rahmati kami, Engkau Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum kafir!
Ya Allah, ampuni muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, yang masih hidup dan yang telah mati, Engkau Maha Mendengar dan merespons doa-doa!
Rabbana, Tuhan kami, beri kami kebaikan dunia dan akhirat, dan lindungi kami dari azab Neraka!.(*)