Bedah Buku 98-99 Karya Prof Amran Razak, Forum Dosen Kritik Pergerakan Mahasiswa Masa Kini
Forum Dosen Makassar menggelar diskusi bedah buku karya Prof Amran Razak berjudul 98-99 (Catatan Kemahasiswaan Pembantu Rektor)
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Forum Dosen Makassar menggelar diskusi bedah buku karya Prof Amran Razak berjudul 98-99 (Catatan Kemahasiswaan Pembantu Rektor) di kantor Tribun Timur, Makassar, Kamis (19/7/2018).
Diskusi bedah buku ini dihadiri beberapa guru besar, budayawan, dan dosen dari berbagai perguruan tinggi, antara lain Prof Qasim Mathar, Prof Marwan Mas, Prof Hasnawi Haris, Alwy Rachman, Aswar Hasan, Saifuddin Al Mughniy, serta beberapa guru besar dan dosen lainnya, dengan dipandu Adi Suryadi Culla.
Prof Amran Razak mengatakan, buku karyanya ini menceritakan bagaimana kejadian-kejadian pada tahun 98-99 yang terekam dalam memorinya kala ia menjadi Pembantu Rektor III Universitas Hasanuddin.
“Buku ini adalah semua kisah yang saya tulis 2 tahun. Tahun 98 sebagai tahun reformsi, dan tahun 99 adalah tahun pelaksanaan pemilu pertama pasca runtuhnya orde baru,” kata dia.
Di buku tersebut, Amran mengatakan banyak menjelaskan soal pergerakan mahasiswa kala itu, yang sedang berusaha meruntuhkan rezim Presiden Soeharto, salah satunya saat sekelompok mahasiswa menduduki Bandara Sultan Hasanuddin.

“Saya pikir, pergerakan mahasiswa saat itu cukup berani. Mereka menduduki bandara, dan itu menurut saya tak pernah dilakukan mahasiswa di dunia. Solidartias mahasiswa sangat baik, tak hanya di Jakarta tapi juga di Makassar,” jelasnya.
Salah satu peserta diskusi, Aswar Hasan mengatakan, ide gagasan pendudukan bandara yang dilakukan mahasiswa di tahun 1998, tak terlepas dari provokasi media, supaya menarik perhatian dunia.
“Gerakan 98 di belakangnya adalah birokrat kampus kerjasama pers,” kata dia.
Aswar juga mengeritik pergerakan mahasiswa yang saat ini tak segerang dulu lagi.
“Di mana mahasiswa sekarang saat harga telur, dolar terus naik. Apakah 98 tidak melahirkan efek gelombang semangat untuk terus membela rakyat. Apakah mahasiswa khawatir dituduh melakukan gerakan politisasi, bukan seperti gerakan 98, itu pertanyaan saya,” pungkasnya. (*)