Kepala Satker SPAM Sulsel Ferry Natsir Dituntut Dua Tahun Penjara
Menurut Adi, tuntutan ini dijatuhkan kepada kedua terdakwa atas perbuatanya dingggap melanggar pasal 3 tentang tindak pidana korupsi.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Mahyuddin
Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat membacakan tuntutan terhadap dua terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa PVC di Satker Sarana Pengolahan Air Minum (SPAM) Sulsel.
Kedua terdakwa itu yakni Kepala Satuan Kerja SPAM Sulsel, Ferry Natsir dan Rahmat Dahlan selaku penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) proyek pengadaan pemasangan pipa PVC.
Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan yang dipimpin langsung Yuli Effendi, Jaksa Penuntut Umum, Adi Haryadi Annas menjatuhkan tuntutan hukuman kepada terdakwa selama dua tahun penjara.
"Selain dituntut dua tahun, kedua terdakwa dikenakan membayar denda Rp 50 juta dan subsider 3 bulan kurungan," kata Adi Haryadi Annas kepada Tribun, Selasa (17/7/2018).
Baca: 2 Terdakwa Kasus Korupsi SPAM Sulsel Bernyanyi Soal Aliran Dana, Begini Pengakuannya
Menurut Adi, tuntutan ini dijatuhkan kepada kedua terdakwa atas perbuatanya dingggap melanggar pasal 3 tentang tindak pidana korupsi.
Sekedar diketahui dalam perkara ini terdakwa tujuh orang terdakwa. Untuk terdakwa lain disidang secara terpisah.
Mereka adalah Kadir selaku PPK, Andi Murniati selaku bendahara, mantan Kepala Satker SPAM Kaharuddin.
Mukhtar Kadir selaku PPK, Andi Kemal selaku Pejabat Pengadaan, dan Muh Aras selaku Koordinator Penyedia.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena diduga dengan sengaja melaksanakan pekerjaan peningkatan, pengelolaan serta pengembangan air minum tanpa melalui proses tender lelang terbuka.
Baca: Tidak Cek Fisik, Pegawai SPAM Sulsel Mengaku Tanda Tangan Atas Perintah Kepala Satker
Proyek pengadaan dan pemasangan pipa PVC di Satker (SPAM) Sulsel diketahui dikerjakan dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 3,7 miliar
Anggaran tersebut justru dibagi-bagi menjadi paket proyek kecil dengan sistem penunjukan langsung terhadap perusahaan sebagai penyedia.
Bahkan, pekerjaan tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK), dengan modus rekanan yang ditunjuk hanyalah sebagai pelengkap administrasi, untuk kelengkapan pencairan anggaran tersebut.
Perbuatan tersangka dalam dalam kasus ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,4 miliar berdasarkan hasil temuan serta audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam perkara ini, tim penyidik Polda Sulsel telah menyita uang kerugian negara sebesar Rp 2 miliar dari tangan para tersangka. (San)