LENGKAP! Berikut Zikir dan Doa Saat Mudik, Semoga Selamat Sampai Kampung Halaman
Lebaran tinggal beberapa hari lagi. Arus mudik Lebaran terus meningkat. Volume kendaraan terus bertambah.
TRIBUN-TIMUR.CO - Lebaran tinggal beberapa hari lagi. Arus mudik Lebaran terus meningkat. Volume kendaraan terus bertambah.
Semoga tetap konsentrasi selama di jalan.
Jika kecapekan sebaiknya istirahat yang cukup.
Mudik salah satu tradisi di Indonesia.
Idulfitri saatnya kembali kepada fitrah.

Salah satu di antara makna kembali ke fitrah dalam konteks Keindonesiaan adalah merayakan Idulfitri di kampung halaman.
Atau lazim dikenal dengan tradisi mudik.
Tradisi mudik tiap tahun, dari tempat mencari nafkah kembali ke kampung halaman, salah satu ciri khas di Indonesia.
Baca: Masih Muda dan Baik, Prilly Latuconsina Siapkan Puluhan Juta Hadiah THR Berikut 5 Pabrik Uangnya
Baca: TERPOPULER: Bulan Puasa Bupati Nikahi Janda, Rahasia Nia Ramadhani, & Call Centre Grap Menipu
Baca: Beginilah Jika Sumarsono Kecewa Berat ke Wali Kota DP, 5 Pejabat Ini Harus Kerja Meski PNS Libur
Lalu apa doa yang dipanjatkan saat perjalanan mudik?
Pada prinsipnya kita dianjurkan untuk selalu berzikir mengucapkan kalimat thayyibah (kalimat-kalimat mulia) apapun dalam kondisi apapun.
Kalimat mulia mana saja baik-baik saja untuk dibaca.
Tetapi pada perjalanan mudik dalam konteks akhir Ramadhan, kita dianjurkan untuk memperbanyak baca Surat Al-Ikhlas.
Pembacaan surat ini merupakan amalan salah seorang sahabat yang diafirmasi oleh Rasulullah SAW atau disebut sebagai sunah taqririyyah. Berikut bacaan lengkap Surat Al-Ikhlas:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
Qul huwallâhu ahad. Allâhus shamad. Lam yalid, wa lam yûlad. Wa lam yakullahû kufuwan ahad.
Artinya, “Katakanlah, ‘Dialah Allah yang esa. Dia tempat bergantung. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Tiada satu pun yang menyamai-Nya.’”
Riwayat Ibnu Sinni dan Al-Baihaqi menceritakan bagaimana Rasulullah SAW ketika berperang di Tabuk diminta pulang kampung ke Madinah demi menshalatkan jenazah salah seorang sahabatnya, Muawiyah.
Riwayat ini dikutip oleh Imam Nawawi dalam Al-Adzkar pada bab zikir ketika di jalan sebagai berikut ini:
وروينا في كتاب ابن السني و "دلائل النبوة" للبيهقي عن أبي أمامة الباهلي رضي الله عنه قال: "أتى رسول الله (صلى الله عليه وسلم) جبريل (صلى الله عليه وسلم) وهو بتبوك فقال: يا محمد اشهد جنازة معاوية بن معاوية المزني، فخرج رسول الله (صلى الله عليه وسلم)، ونزل جبريل (عليه السلام) في سبعين ألفا من الملائكة، فوضع جناحه الأيمن على الجبال فتواضعت، ووضع جناحه الأيسر على الأرضين فتواضعت، حتى نظر إلى مكة والمدينة، فصلى عليه رسول الله (صلى الله عليه وسلم) وجبريل والملائكة (عليهم السلام)، فلما فرغ قال: يا جبريل بم بلغ معاوية هذه المنزلة؟ قال: بقراءته: قل هو الله أحد، قائما وراكبا وماشيا"
Artinya, “Diriwayatkan kepada kami dalam Kitab Ibnu Sinni dan kitab Dala’ilun Nubuwwah karya Al-Baihaqi dari Abu Umamah Al-Bahili, ia bercerita bahwa Jibril AS mendatangi Rasulullah SAW ketika beliau di Tabuk. ‘Wahai Muhammad, saksikanlah shalat jenazah Muawiyah bin Muawiyah Al-Muzani (di Madinah),’ kata Jibril. Rasulullah SAW keluar (dari Tabuk). Sementara Jibril AS turun bersama 70.000 malaikat. Jibril AS menurunkan sayap kanan di atas bukit hingga merendah. Ia juga meletakkan sayap kirinya di atas tanah sampai merendah hingga ia dapat melihat Kota Mekkah dan Madinah. Rasulullah SAW bersama Jibril AS dan ribuan malaikat kemudian menshalatkan jenazah Muawiyah. Setelah selesai, Rasulullah SAW bertanya, ‘Wahai Jibril, dengan amalan apa Muawiyah mendapatkan derajat begitu tinggi ini?’ ‘Muawiyah lazim membaca Surat Al-Ikhlas saat berdiri, berkendaraan, dan berjalan kaki,’ jawab Jibril,” (Lihat Al-Imam An-Nawawi, Al-Adzkar pada Hamisy Al-Futuhatur Rabbaniyyah, [Beirut: Daru Ihyait Al-Arabi, tanpa catatan tahun], juz VI, halaman 176).
Muhammad bin Alan As-Shiddiqi dalam Syarah Al-Adzkar, Al-Futuhatur Rabbaniyyah menerangkan bahwa di belakang Jibril AS terdapat dua shaf malaikat ketika mereka menshalatkan jenazah sahabat Muawiyah bin Muawiyah, (Lihat Muhammad bin Alan As-Shiddiqi, Al-Futuhatur Rabbaniyyah, [Beirut: Daru Ihyait Al-Arabi, tanpa catatan tahun], juz VI, halaman 177).
Doa ini cocok sekali dibaca sebanyak-banyaknya saat perjalanan mudik.
Tetapi zikir apapun termasuk Surat Al-Ikhlas adalah kalimat yang seharusnya dilazimkan sesering mungkin dalam keseharian kita. Wallahu a‘lam
Doa Melintasi Kabupaten/Provinsi Lain Saat Mudik
Untuk sampai di tujuan, pemudik biasanya melintasi sejumlah kabupaten, daerah, atau provinsi lainnya. Mereka yang sedang mudik dapat membaca doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika melalui sejumlah daerah sebelum sampai pada tujuannya.
Berikut ini doa yang dibaca oleh Rasulullah SAW ketika memasuki sebuah kawasan yang dilintasi menuju tujuannya.
اللَّهُمَّ رَبَّ السَمَوَاتِ السَّبْعِ وَمَا أَظْلَلْنَ، وَالأَرَضِيْنَ السَّبْعِ وَمَا أَقْلَلْنَ، وَرَبَّ الشَّيَاطِيْنِ وَمَا أَضْلَلْنَ، وَرَبَّ الرِّيَاحِ وَمَا ذَرَيْنَ، أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ القَرْيَة وَخَيْرَ أَهْلِهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ أَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا
Allâhumma rabbas samâwâtis sab‘i wa mâ azhlalna, wal aradhînas sab‘i wa mâ aqlalna, wa rabbas syayâthîni wa mâ adhlalna, wa rabbar riyâhi wa mâ dzaraina. As’aluka khaira hâdzihil qaryah wa khaira ahlihâ wa khaira mâ fîhâ. Wa na‘ûdzu bika min syarrihâ wa syarri ahlihâ wa syarri mâ fîhâ.
Artinya, “Ya Allah, Tuhan tujuh langit dan penghuni yang dinaunginya, Tuhan tujuh bumi apa yang dipikulnya, Tuhan setan dan apa yang disesatkannya, dan Tuhan angin serta apa yang diterbangkannya. Aku memohon kepada-Mu kebaikan daerah ini, kebaikan penduduknya, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu dari kejahatannya, kejahatan penduduknya, dan kejahatan apa yang ada di dalamnya.”
Doa Rasulullah SAW terdapat dalam Sunan An-Nasai yang dikutip oleh Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Adzkar sebagai berikut:
روينا في "سنن النسائي" وكتاب ابن السني، عن صهيب رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم لم ير قرية يريد دخولها إلا قال حين يراها: "اللهم رب السموات السبع وما أظللن، والأرضين السبع وما أقللن، ورب الشياطين وما أضللن، ورب الرياح وما ذرين، أسألك خير هذه القرية وخير أهلها وخير ما فيها، ونعوذ بك من شرها وشر أهلها وشر ما فيها
Artinya, “Diriwayatkan kepada kami di Sunan An-Nasai dan Kitab Ibnu Sinni dari Shuhaib RA bahwa Rasulullah SAW belum pernah melihat sebuah daerah yang akan dimasukinya melainkan ia akan berdoa tatkala melihatnya, ‘Allâhumma rabbas samâwâtis sab‘i wa mâ azhlalna, wal aradhînas sab‘i wa mâ aqlalna, wa rabbas syayâthîni wa mâ adhlalna, wa rabbar riyâhi wa mâ dzaraina. As’aluka khaira hâdzihil qaryah wa khaira ahlihâ wa khaira mâ fîhâ. Wa na‘ûdzu bika min syarrihâ wa syarri ahlihâ wa syarri mâ fîhâ,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 195).
Selain riwayat An-Nasai, Imam Nawawi juga menyebutkan doa lain yang dibaca Rasulullah SAW sebagai diriwayatkan oleh Ibnu Sinni berikut ini:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ وَخَيْرِ مَا جَمَعْتَ فِيْهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَمَعْتَ فِيْهَا، اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا حَيَاهَا، وَأعِذْنَا مِنْ وَبَاهَا، وَحَبِّبْنَا إلَى أهْلِها ، وَحَبِّبْ صَالِحِي أهْلِهَا إِلَيْنَا
Allâhumma innî as’aluka min khairi hâdzihî wa khairi mâ jama‘ta fîhâ. Wa a‘ûdzu bika min syarrihâ wa syarri mâ jama‘ta fîhâ. Allâhummarzuqnâ hayâhâ, wa a‘idznâ min wabâhâ, wa habbibnâ ilâ ahlihâ, wa habbib shâlihî ahlihâ ilainâ.
Artinya, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kenaikan daerah ini dan kebaikan yang Kaukumpulkan di dalamnya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan daerah ini dan keburukan yang Kaukumpulkan di dalamnya. Ya Allah, anugerahkanlah kami kesuburannya, lindungilah kami dari penyakitnya, buatlah kami disukai oleh penduduknya, dan turunkanlah cinta di hati penduduknya yang saleh kepada kami.”
وروينا في كتاب ابن السني عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أشرف على أرض يريد دخولها قال: "اللهم إني أسألك من خير هذه وخير ما جمعت فيها وأعوذ بك من شرها وشر ما جمعت فيها، اللهم ارزقنا حياها، وأعذنا من وباها ، وحببنا إلى أهلها ، وحبب صالحي أهلها إلينا"
Artinya, “Diriwayatkan kepada kami di Kitab Ibnu Sinni dari A’isyah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW ketika mendekat pada sebuah daerah yang akan dilaluinya membaca doa, ‘Allâhumma innî as’aluka min khairi hâdzihî wa khairi mâ jama‘ta fîhâ. Wa a‘ûdzu bika min syarrihâ wa syarri mâ jama‘ta fîhâ. Allâhummarzuqnâ hayâhâ, wa a‘idznâ min wabâhâ, wa habbibnâ ilâ ahlihâ, wa habbib shâlihî ahlihâ ilainâ,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 195).
Dua doa ini menjadi alternatif bacaan bagi para pemudik yang melintasi sebuah kabupaten atau suatu daerah sebelum sampai di kabupaten atau daerah kampung halamannya. Wallahu a‘lam.
Bolehkan Tidak Puasa Saat Mudik?
Lebaran Idulfitri 1439 Hijriah tak sampai sepekan lagi.
Saat ini, warga yang ingin merayakan Lebaran di kampung halaman sedang melakukan mudik, dimana puncaknya adalah pada pekan ini.
Ada yang mudik menggunakan jalur udara, ada jalur darat, ada pula jalur laut, atau menggabungkan kedua dan ketiganya.
Perjalanan mudik kadang terasa berat.
Selain ada yang menempuh jarak ratusan hingga ribuan kilometer, kendala yang dihadapi adalah kemacetan.
Selain itu, bagi yang menggunakan jalur udara, kendala yang kerap dihadapi adalah delay penerbangan.
Perjalanan pun menjadi lebih lama hingga ibadah puasa terganggu.
Baca: Harta Tak Dibawa saat Mati, Miliuner Ali Banat Sumbangkan Seluruh Kekayaannya untuk Orang Miskin
Baca: Austria Akan Tutup 7 Masjid dan Usir Beberapa Imam
Baca: Pendaftaran CPNS 2018 Segera Dibuka, Berikut Daftar Berkas Harus Disiapkan Sekarang
Baca: Dulu Berlawanan Jokowi, Ali Mohctar Ngabalin Akhirnya Ungkap Kepentingannya Masuk Istana
Karena perjalanan lebih lama, belum lagi kadang ada yang mabuk perjalanan, sehingga itu kerap dijadikan alasan untuk tidak berpuasa.
Lalu, bolehkan tidak puasa saat melakukan perjalanan mudik atau musafir?
Dikutip dari arsip berita kantor berita nasional Antara, Juli 2016, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin pernah mengatakan bahwa para pemudik Muslim boleh tidak berpuasa selama perjalanan dan menggantinya di hari lain di luar bulan Ramadhan.
"Boleh selama perjalanannya mencapai jarak 80 mil atau 85 kilometer lebih," kata Ma'ruf saat ditemui pada acara 'Tausiyah Majelis Ulama Indonesia Menyambut Idulfitri 1437 Hijriyah' di Jakarta, Jumat (1/7/2016).
Menurut dia, keringanan atau rukhsah tersebut berlaku untuk pemudik dengan segala moda transportasi, baik darat, laut dan udara.
Artinya, apapun moda transportasinya boleh tidak berpuasa selama jarak yang ditempuh memenuhi kriteria 85 kilometer.
Dia mengatakan pemudik yang memenuhi kriteria rukhsah itu memiliki kendala selama perjalanan sehingga hal ini menjadi salah satu dasar diperbolehkannya tidak berpuasa.
Kendati demikian, Ma'ruf mengatakan pemudik untuk tetap menjaga salatnya karena tidak seperti puasa, salat tidak bisa ditinggalkan atau diganti dengan hari lain.
"Dan jangan lupa salat. Silaturahim itu bagus, tapi shalat dilakukan secara tertib dan jangan sampai ditinggalkan," kata dia.
Salat, kata dia, hanya boleh digabung-ringkas (jamak-qashar) selama perjalanan mudik diringkas di hari yang sama dengan jarak tempuh minimal 85 kilometer.
Dalam imbauannya, Ma'ruf mengharapkan pemudik untuk menjaga ketertiban selama mudik.
Baca: Raffi Ahmad Pamer Biaya Sekali Makan Sahur Rp 6 Juta, Lihat Apa Saja Dimakan
Baca: Musim Pelakor dan Pebinor, Berikut 4 Tanda Jika Pasangan Anda Selingkuh
Baca: Beginilah Sosok Serda Darma Aji, Prajurit TNI dari Bantaeng yang Meninggal Usai Ditikam Oknum Brimob
Baca: Pertamina Kini Buka Lowongan Kerja, Gajinya Fantastis, Buruan Daftar Sebelum Tutup
"Pemudik supaya tertib dan di jalan jangan sampai ada yang menggunakan kendaraan melebihi kecepatan. Pemotor yang rawan juga jangan menggunakan kecepatan berlebihan, supaya selamat dalam perjalanan sampai ke tujuan," kata dia.
Ustadz Adi Hidayat Juga Bolehkan
Sama dengan Ma'ruf, menurut Ustadz Adi Hidayat, musafir juga dibolehkan tak berpuasa.
Namun, perjalanan atau safar tak harus berupa mudik.
Safar adalah perjalanan jauh yang jaraknya lebih dari 80 kilometer dan dalam hukum Islam jika sudah mencapai jarak ini maka berlaku hukum qashar dalam salat.
“Kemudian, bagi musafir boleh puasa atau tidak? Menurut para ulama, lihat dulu kondisi fisiknya. Kalau perjalanannya itu membuatnya kelelahan, maka tak boleh puasa. Kalau kuat saja, harus tetap puasa,” jelasnya.
Dijelaskannya pula, dalam sebuah riwayat pernah Nabi Muhammad menemui seorang musafir yang sedang berpuasa namun kelelahan akibat perjalanan jauhnya itu, maka Rasulullah menyuruhnya untuk membatalkan puasanya.
Baca: Tata Cara Sholat Tasbih, Sholat Tahajud, Sholat Taubat, Sholat Hajat Ada di Sini, Lengkap
Baca: Siapa Suami Grace Natalie Si Politisi Cantik dan Ketua Umum PSI? LIhat Foto-foto Mesranya
Baca: Seperti Inikah Via Vallen Diperlakukan oleh Host Insert? Sungguh Tak Pantas
Baca: Ini Daftar Dosa-dosa Pesbukers: dari Lecehkan Agama, Ayu Ting Tempelkan Dada, dan Penuh Kata Jorok
Sebaliknya, ada juga musafir lain yang sedang berpuasa juga yang ditemui Rasulullah namun dia sehat saja dan tidak kelelahan dalam perjalanan.
“Maka Nabi Muhammad membiarkannya saja, tidak melarangnya untuk terus berpuasa,” katanya.
Namun, jika anda masih kuat secara fisik untuk berpuasa, maka berpuasalah.
Puasa Ramadhan sungguh spesial.(NU.OR.ID)