Forum Dosen: Sengketa Pilwali Punya 'Ekor' Panjang dan Banyak
Pembahasan yang cukup menarik juga seputar fenomena sengketa yang terjadi di Pilkada Makassar.
Penulis: Alfian | Editor: Mahyuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Forum Dosen Tribun Timur kembali menggelar diskusi di ruang redaksi Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Senin (20/5/2018) sore.
Sejumlah dosen peserta forum yang hadir yakni Koordinator Forum Dosen Tribun Timur, Suryadi Culla, sekaligus sebagai moderator, Prof Qassim Mattar, Prof Muin, Isaq Ngeljaratan, Firdaus Muhammad dan Aswar Hasan.
Serta Amir Muhidin, Naidah Naing, dan juga dihadiri oleh Komisioner KPU Sulawesi Selatan Divisi divisi Hukum dan Pengawasan, Khaerul Mannan.
Selain membahas fenomena kolom kosong yang terjadi di Pilkada serentak di Sulsel, pembahasan yang cukup menarik juga seputar fenomena sengketa yang terjadi di Pilkada Makassar.
Bahkan diskusi yang awalnya diagendakan selesai jelang Maghrib kembali dimulai setelah salat hingga Pukul 20.00 Wita.
Baca: Lawan Kotak Kosong, Jangan Senang Dulu, Ini Syarat Bagi Appi-Cicu Jika Ingin Menang di Pilwali
Diskusi berlangsung alot terutama terkait dengan sengketa Pilwali, forum dosen pun menyepakati bersama bahwa kondisi yang terjadi ini menimbulkan polemik berdemokrasi akibat adanya kerancuan hukum yang terjadi.
Aswar Hasan mengatakan fenomena kotak kosong yang terjadi di Sulsel terjadi beberapa perbedaan di Kabupaten/Kota.
Di Bone dan Enrekang kondisinya sedari awal hanya Calon Tunggal, sementara di Makassar dan Parepare, ada yang didiskualifikasi.
"Modelnya berbeda, ini yang harus kita pahami. Parepare dan Makassar dalam kondisi telah berjalan harus secara terpaksa terjadi kotak kosong. Karena cuma ada dua calon di daerah itu, lantas haknya sebagai Calon dicabut oleh negara sebab melanggar Undang-Undang," tururnya.
Sementara Prof Muin menyebut jika hal ini pada akhirnya menciptakan "ekor" baru yang panjang dan banyak.
"Implikasi dari proses hukum yang terjadi hari ini di Pilwali Makassar adalah bagian dari polemik yang terus bermunculan seperti ekor panjang yang terus muncul dan banyak," ucapnya.
Baca: Ketua Panwaslu Makassar Sebut Permohonan Gugatan DIAmi Penuhi Syarat
Selain itu yang menjadi persoalan juga para guru besar ini yakni mengorbankan rakyat itu sendiri.
Aturan berdemokrasi di Indonesia pun menjadi sesuatu yang hanya menguntungkan segelintir orang tapi mengabaikan asas kemanfaatannya bagi masyarakat kebanyakan.
"Ujungnya adalah masyarakat yang merugi dengan kondisi demokrasi macam ini, demokrasi kan harusnya berlangsung humanis tapi ternyata tidak demikian," tambah Isaq Ngeljaratan.
Firdaus Muhammad menambahkan, polemik terkait hukum yang tak berkesudahan ditambah dengan munculnya fenomena kotak kosong yang diakomodir oleh Undang-undang harus diperbaiki.
"Ada celah yang membuat kondisi ini rancu, makanya perlu segera ada Yudisial Review, selain itu kondisi ini biarlah dikembalikan ke masyarakat untuk bersikap lagi," katanya.(ian)
Panwas Kerja Apa?
Munculnya putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) untuk mendiskualifikasi Mochammad Ramdhan Pomanto menimbulkan perlawanan.
Atas putusan itu, Danny memasukan gugatan dan kemudian diakomodir oleh Panwaslu Makassar.
Hal itupun dinilai memunculkan kembali polemik baru.
Komisioner KPU Sulawesi Selatan Divisi divisi Hukum dan Pengawasan, Khaerul Mannan, mengatakan bahwa langkah tersebut membuat Panwas dalam kondisi yang rumit.
"Bagaimana logikanya putusan peradilan diuji oleh Panwaslu inikan problem, tapi ini sudah berjalan dan harus diputus pastinya Panwaslu dalam kondisi yang rumit nantinya," katanya.
Baca: Panwaslu Putuskan Sengketa DIAmi vs KPU Makassar Paling Lambat Akhir Pekan Depan
Naidah Naing sebagai satu-satunya anggota Forum Dosen perempuan yang hadir menerangkan bahwa sejak awal hal ini tidak perlu terjadi polemik berkepanjangan jika Panwaslu bekerja dengan profesional.
"Setahu saya ini gugatan awalnya tim Appi-Cicu yang temukan dan laporkan adanya pelanggaran kemudian disengketakan dan dikabulkan, terus pihak DIAmi mempermasalahkan itu dan memasukan gugatan ke Panwaslu," ucapnya.
Padahal kan Panwas dan KPU ini punya kerja untuk mengawasi dan memeriksa pelanggaran sebelum diputuskan sebagai Pasangan Calon tapi ini malah Paslonnya yang perlihatkan ada pelanggaran," tutur Naidah menambahkan.(ian)