OPINI: Dampak Nikah Dini di Sulsel
Tercatat angka titik rawan pernikahan di kalangan perempuan usia 10-14 tahun mencapai 4 juta orang dan Sulsel sekitar 200 ribu orang.
Hal inilah yang menjadi persoalan di tengah masyarakat. Padahal aturan sudah menggariskan bahwa sebelum mencapai umur 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki tidak boleh menikah, tapi kenyataannya ada umur 14 sudah melangsungkan pernikahan.
Sulsel provinsi dengan usia pernikahan dini tertinggi kedua di Indonesia, sesudah Jawa Barat dan Aceh.
Tercatat angka titik rawan pernikahan di kalangan perempuan usia 10-14 tahun mencapai 4 juta orang dan Sulsel sekitar 200 ribu orang.
Di Makassar selama 2017 ada 333 kasus, Soppeng 2016 ada 159 kasus, tahun 2017 jadi 180 kasus. Sinjai 2016 ada 25 kasus naik di 2017 menjadi 32 kasus.
Wajo 2017 ada 131 kasus, Sedangkan pada Kabupaten Bone 2016 127 kasus dan naik menjadi 154 kasus di 2017 (Tribun Timur, Mei 2018).
Melihat angka tersebut membuat kita harus berpikir sebab kalau persoalan nikah dini sudah tidak mengikuti aturan atau undang-undang berarti percuma ada aturan tersebut.
Padahal, ujung tombak di tengah masyarakat adalah KUA dan sudah tahu persis aturan itu. Tapi kenyataannya tetap dilakukan pernikahan.
Di samping itu, anak yang belum cukup umur juga rawan dengan perceraian lantaran semuanya belum siap seperti belum matang fisik, mental dan seksual.
Namun yang paling rawan terkena penyakit adalah perempuan karena kandungan belum siap sudah berisi sehingga ini rawan akan berbagai penyakit.
Olehnya itu, pernikahan dini anak-anak belum siap dalam berbagai hal. Contoh saja persoalan kecil bisa menjadi besar sebab mentalnya belum kuat dan masih labil serta mudah terpengaruh oleh orang lain.
Jadi kalau mereka cekcok dan curhat dengan temannya biasanya diberikan masukan yang belum siap diterima maka itu bisa menjadi pemicu perceraian.
Apalagi kalau sudah dicampuri orang tua. Sebab kebanyakan anak-anak yang sudah menikah itu tetap mengadu pada orang tuanya.
Padahal, urusan keluarga tidak perlu lagi ditahu oleh orang tua karena itu persoalan rumah tangga, tetapi belum cukup umur tentunya masih tetap bermanja-manja pada orang tuanya.
Jadi pernikahan anak di usia muda ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah sebab kalau tetap dibiarkan tentunya undang-undang pernikahan tidak bergigi.
Lebih baik dicabut saja undang-undang tersebut dari pada hanya sebagai pajangan. Pasalnya, KUA sebagai perwakilan pemeritah di tengah masyarakat tapi tetap melangsungkan pernikahan.