Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Media Sosial, Informasi atau Ritualisme Baru?

jaman now, manusia menggunakan media bukan untuk memberi tahu tentang sesuatu, tapi media penyatuan diri dan ritualisme baru.

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Media Sosial, Informasi atau Ritualisme Baru?
dok.tribun
Ilham Paulangi, Alumnus Fakultas Ilmu Budaya Unhas/ Mahasiswa S2 Komunikasi Politik Universitas Jayabaya dan Pendiri Institut Literasi Pedesaan

Perubahan lain, bisa dilihat pada perubahan tuntunan waktu yang baru. Sebagai contoh, seseorang bisa menghabiskan waktu beberapa jam sehari, lantaran harus menuliskan apa yang sedang dipikirkan, membuat perbincangan, atau sekedar mengecek berbagai notifikasi.

Proses ini sangat mudah dilakukan, dan kapan saja, karena gadget sangat jarang terlepas dari tangan. Perubahan ini membawa implikasi penting pada kebiasaan hidup dan peradaban, yang tak kelihatan beberapa tahun lalu.

Ritualisme Baru
Banyak pihak, termasuk ilmuan sendiri, sering bersikap underestimate terhadap media sosial, dengan mengaggapnya bodoh dan dangkal. Sebabnya, karena mereka masih menggunakan standar lamabahwa media adalah sumber informasi.

Padahal pada kenyataannya, sangat berbeda. Media sosial sesungguhnya bukan lagi sumber informasi, sebagaimana media lama, melainkan lebih merupakan sarana penyatuan diri (integrasi sosial) dengan individu lain.

Bahkan, media sosial sebenarnya, cenderung menjalankan fungsi-fungsi ritual daripada aspek interaksi dan ketertarikan. Manusia cenderung menggunakan media sosial sebagai media untuk menciptakan realitas. Media sosial memungkinkan individu untuk dapat saling menyatukan diri dan memiliki dengan individu yang lain.

Kita bisa membayangkan bagaimana dekatnya hubungan para natizen di media sosial, saling menyapa, saling setuju, saling membantah, kendatipun pun tanpa tatap muka secara langsung. 

Saat ini (jaman now), manusia menggunakan media bukan untuk memberi tahu tentang sesuatu, tetapi sebagai media menjadi penyatuan diri dan cenderung menjadi semacam ritualisme baru.

Kedalaman makna terletak pada ritual diri itu sendiri. Gadget seakan menjadi benda ritual yang sulit terpisahkan dengan manusia. Manusia tak mampu terpisahkan dengannya, dalam beberapa menit pun.

Kenapa, karena keterpisahan dengan gadget, sesungguhnya adalah keterpisahan manusia dengan
manusia yang lain.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved