Media Sosial, Informasi atau Ritualisme Baru?
jaman now, manusia menggunakan media bukan untuk memberi tahu tentang sesuatu, tapi media penyatuan diri dan ritualisme baru.

Andi Ilham Paulangi
Alumnus Fakultas Ilmu Budaya Unhas/ Mahasiswa S2 Komunikasi Politik Universitas Jayabaya dan Pendiri Institut Literasi Pedesaan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Marshall McLuhan, ahli media, memercayai adanya saling keterpengaruhan antara media dan keadaan sebuah masyarakat. Secara ektrem dia menyatakan bahwa pengaruh media, sesungguhnya, terpisah dari apapun isi yang disampaikannya.
Misalnya, surat kabar dan televisi dapat memengaruhi kita terlepas dari apa yang kita baca dan tonton. Dunia maya memengaruhi kita, terlepas dari situs apa yang kita dikunjungi, dan flatform apa yang kita gunakan.
Tesis ini menyatakan bahwa manusia sesungguhnya menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses keseimbangan atau rasio pemahaman tertentu. Media merupakan perpanjangan pikiran manusia. Artinya, ketika media berubah, demikian juga cara berpikir manusia. Ada perbedaan tajam antara media lisan, tulisan, dan elektronik, masing-masing membawa pengaruh berbeda.
Demikian halnya kemunculan media yang termediasi internet, atau media sosial, pastinya membawa perubahan pada cara berpikir manusia.
Media sesungguhnya telah membawa implikasi pada pembentukan dan perubahan peradaban. Sebagai contoh, media kuno seperti gulungan naskah, tanah liat, atau batu, telah mewariskan peradaban yang sangat monumental, dan mewarsikan tradisi yang sangat tua. Hal ini lantaran kekuatannya mengikat waktu.
Sesuatu yang ditulis di atas batu, sulit berubah dan tahan lama, memudahkan komunikasi dari satu generasi ke generasi lainnya. Sementara media kertas, seperti naskah naskah kuno, kitab-kitab, buku-buku, media cetak, telah membawa implikasi perubahan peradaban yang sangat besar, dengan lahirnya bangsa-bangsa, kerajaan dan birokrasi negara. Hal ini tak lepas dari sifat kertas yang ringan dan mudah dipindahkan, memudahkan komunikasi dari satutempat ke tempat yang lain, sehingga bisa melibatkan populasi lebih besar.
Sementara, kecanggihan teknologi komunikasi seperti saat ini, memberikan kemudahan tersendiri bagi proses komunikasi. Periode media elektronik merupakan periode yang paling mutakhir dari perkembangan komunikasi manusia, menggantikan periode sebelumnya. Perkembangan komunikasi elektronik terus berkembang dengan inovasi-inovasi yang lebih maju.
Manusia kemudian menjadi hidup di dalam dunia tanpa batas, terhubung satu sama lain, atau apa yang disebut McLuhan sebagai “desa global” (global village). Media massa pada era ini mampu membawa manusia, untuk bersentuhan dengan manusia yang lainnya, kapan saja, di mana saja, dan seketika.
Jika komunikasi lisan menciptkan budaya komunitas dan komunikasi tulisan menciptakan budaya kelas, maka komunikasi elektronik menciptakan budaya sel atau kelompok manusia yang saling bersaing untuk mempromosikan ketertarikan mereka.
Politik ketertarikan dan ekonomi berdasarkan komoditas, memisahkan manusia dengan menekankan perbedaan mereka. Perubahan ini mengarah pada munculnya peradaban yang mementingkan nilai-nilai kebebasan, demokrasi, sekaligus nilai-nilai perbedaan.
Media Sosial
Kemunculan media yang termediasi internet, utamanya kemunculan media sosial, juga telah
membawa bentuk-bentuk peradaban baru. Disadari atau tidak, masyarakat diera media sosial ini,
secara pelan-pelan, sedang mengurangi alokasi waktu untuk membaca koran dan televisi. Bahkan tidak sedikit individu, membaca berita, lewat kiriman, atau tautan yang diposting di media sosial.
Apa artinya, peradaban lama yang dipengaruhi oleh media lama, seperti surat kabar dan televisi juga dipastikan akan tergerus. Media sosial akan membawa sebuah realitas baru.
Perubahan pertama, bisa dilacak dari sisi perubahan hubungan, interaksi antar individu. Media lama, seperti surat kabar dan televisi lebih menekankan pada aspek aspek penyebaran informasi, dan sangat sedikit memberi peluang adanya interaksi diantara mereka.
Sebaliknya media sosial lebih lebih memuskan individu karena lebih bersifat interaktif. Selain itu juga, media sosial telah memberi pemahaman baru tentang komunikasi antar umat manusia. Dimana interaksi pribadi tidak lagi semata-mata mengandalkan tatap muka, tapi cukup melalui sebuah layar kecil atau gadget.
Perubahan lain, bisa dilihat pada perubahan tuntunan waktu yang baru. Sebagai contoh, seseorang bisa menghabiskan waktu beberapa jam sehari, lantaran harus menuliskan apa yang sedang dipikirkan, membuat perbincangan, atau sekedar mengecek berbagai notifikasi.
Proses ini sangat mudah dilakukan, dan kapan saja, karena gadget sangat jarang terlepas dari tangan. Perubahan ini membawa implikasi penting pada kebiasaan hidup dan peradaban, yang tak kelihatan beberapa tahun lalu.
Ritualisme Baru
Banyak pihak, termasuk ilmuan sendiri, sering bersikap underestimate terhadap media sosial, dengan mengaggapnya bodoh dan dangkal. Sebabnya, karena mereka masih menggunakan standar lamabahwa media adalah sumber informasi.
Padahal pada kenyataannya, sangat berbeda. Media sosial sesungguhnya bukan lagi sumber informasi, sebagaimana media lama, melainkan lebih merupakan sarana penyatuan diri (integrasi sosial) dengan individu lain.
Bahkan, media sosial sebenarnya, cenderung menjalankan fungsi-fungsi ritual daripada aspek interaksi dan ketertarikan. Manusia cenderung menggunakan media sosial sebagai media untuk menciptakan realitas. Media sosial memungkinkan individu untuk dapat saling menyatukan diri dan memiliki dengan individu yang lain.
Kita bisa membayangkan bagaimana dekatnya hubungan para natizen di media sosial, saling menyapa, saling setuju, saling membantah, kendatipun pun tanpa tatap muka secara langsung.
Saat ini (jaman now), manusia menggunakan media bukan untuk memberi tahu tentang sesuatu, tetapi sebagai media menjadi penyatuan diri dan cenderung menjadi semacam ritualisme baru.
Kedalaman makna terletak pada ritual diri itu sendiri. Gadget seakan menjadi benda ritual yang sulit terpisahkan dengan manusia. Manusia tak mampu terpisahkan dengannya, dalam beberapa menit pun.
Kenapa, karena keterpisahan dengan gadget, sesungguhnya adalah keterpisahan manusia dengan
manusia yang lain.(*)