Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

opini

Pendidikan yang Berkarakter

Kekerasan yang kerap terjadi di lingkungan sekolah, tentu saja mengundang sejuta tanda tanya tentang sejauh mana pengelolaan sistem pendidikan kita.

Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUN TIMUR/WA ODE NURMIN
Arifuddin Saeni Daeng Emba 

Orang tua siswa kerap melakukan perlawanan dengan melaporkan ke pihak kepolisian.

Ironisnya, sekolah kadang berada pada posisi yang dipersalahkan dengan alasan memelihara kekerasan di sekolah, tanpa melihat bagaimana tabiat siswa yang sesungguhnya.

Bagaimana mereka memalak teman-temannya, melakukan bullying dan bahkan terlibat penggunaan obat terlarang.

Padahal, penegakan disiplin sebenarnya sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah No74 Tahun 2008, pasal 39 ayat 1, bahwa guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, kesusilaan dan norma kesopanan.

Kendati pun ada pasal lain yang mengatur tentang perlindungan guru, pasal 40 dan 41. Sayangnya, aturan ini tidak menjadikan guru terlindungi.

Akibatnya, guru seakan-akan hanya menyelesaikan tanggungjawab jam mengajarnya, soal perilaku siswa tidak lagi menjadi perhatian yang cukup bagi guru.

Sikap apatisme dan ketakutan diri terhadap gugatan orang tua siswa saat penegakan disiplin, semakin menambah beban negara dalam merumuskan perbaikan kualitas pendidikan kita.

Belum lagi tekanan eksternal yang diterima para pengelola sistem pendidikan kita di sekolah, membuat kalangan guru menjadi tidak tenang dalam menjalankan tanggungjawabnya.

Kesendirian Sekolah
Dari data salah satu koran nasional, Kompas (7/2), sepanjang tahun 2017 hingga awal 2018, setidaknya Presiden Joko Widodo sudah lima kali mengungkapkan perlunya pendidikan karakter pada semua jenjang pendidikan.

Penekanan ini disampaikan sekaitan dengan semakin memburuknya perilaku siswa dan orang tua siswa terhadap guru.

Rujukan yang dipakai dalam membangun karakter pada setiap jenjang pendidikan sudah barangtentu mengacu pada seberapa jauh muatan karakter yang ada dalam kurikulum yang akan dibuat oleh pemerintah.

Gambaran tentang penguatan karakter dalam kurikulum tersebut, harus tergambar dengan jelas sehingga mampu mengahapus stiqma kekerasan dalam sekelolah.

Pemerintah diharapkan bukan hanya mampu membuat kurikulum yang berbasis karakter, tapi bagaimana kurikulum itu bisa menjembatani hubungan secara horisontal antara guru, siswa, orang tua siswa dan lingkungannya.

Hubungan yang tidak berjalan dengan baik itu, akan membuat sekolah berada dalam kesendirian.

Sendiri dalam membangun siswa yang memiliki karakter seperti yang diinginkan oleh pemerintan lewat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhajir Effendi, yang pada akhirnya akan mengalami kelelahan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved