Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

opini

Mayapada Sarjana dan Manipulasi Intelektual

Dalam gelar tersebut, bukan hanya beban moral, namun intelektualitas. Ditulis Ketua Korkom UMM UMI.

Editor: Jumadi Mappanganro
Facebook
Adibah L Najmy 

Betapa anggun dan tampan yang menjadi wibawa saat toga terpasung di kepala, terlebih merasakan tali toga yang digeser oleh rektor.

Pada doa-doa yang berkepanjangan menyapuh diri untuk kesuksesan.

Jangankan memikirkan apa yang hendak dilakukan para sarjanawan ke depan, memprihatinkan kondisi mahasiswa calon sarjanapun, menjadi kebobrokan tunas-tunas bangsa adalah keperihan sejarah.

Yakinlah bahwa tak ada manusia luar biasa yang mencapai kesuksesannya dengan cara yang biasa-biasa saja.

Untuk meraih sarjanapun, mahasiswa tak kuasa melawan godaan untuk berbuat curang. Budaya copy paste yang siapa ingin munafik berkata tak melakukan barang secuil pun.

Sehingga, kebobrokan ujian mencapai gelar tersebut dinikmati secara foya-foya. Tak lagi memeras otak dengan segala sumber teknologi dan fasilitas tak muluk di dapatkan.

Maka, wajar ketika tak ada lagi sosok Soekarno dengan juangnya melawan dan manjadi tokoh kemerdekaan. Apalagi yang dirasa sulit bagi mahasiswa sekarang.

Teknologi telah diperbudak untuk manipulasi intelektual. Berarti proses itu, kita telah mengakui sebagai sarjana yang kemahasiswaannya adalah rekayasa. Wajar ketika para pengangguran bertebar di mana-mana.

Lihatlah. Masih ada sisa-sisa orang yang berada zaman perlawanan, paling tidak, para penyaksi sejarah. Para orang tua, kakek-nenek.

Tentu mereka membanggakan anak cucunya sebagai seorang intelektual. Menjadi agen of change untuk masyarakat.

Yang nyata-nyata penjajahan menyelubung dan merampas keindonesiaan. Hal itu dinantinya yang tak kunjung ia lihat. Mereka mengira tangan-tangan dan jiwa-jiwa Soekarno ia akan lihat pada sarjana-sarjana.

Minimal ada dua permasalahan mendasar pendidikan kita, yaitu Pendidikan Spiritual dan Pengangguran Terdidik. Pendidikan spiritual permasalahannya adalah tidak seimbangnya antara porsi pendidikan spiritual dengan pendidikan intelektual dan mental.

Akibatnya bisa kita lihat dengan semakin mengakar dan mendaunnya budaya korupsi, manipulasi, monopoli, oligopoli, kolusi dan segala macam kejahatan birokrasi dinegeri ini. Bahkan nyaris para pelakukanya adalah sarjana hukum.

Para sajarjana hukum dengan kebobrokan panipulasi intelektual untuk gelar sarjana, maka manipulasi yang fatal akan menjadi kerusakan besar bernama korupsi.

Mencegah hasil manipulasi intektual. Memang tidak ada jaminan bahwa berkembangnya kepribadian seseorang menjadi sarjana akan paralel dengan perkembangan kepribadian dan tingkat moralnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved