opini
Mayapada Sarjana dan Manipulasi Intelektual
Dalam gelar tersebut, bukan hanya beban moral, namun intelektualitas. Ditulis Ketua Korkom UMM UMI.
Oleh: Adibah L. Najmy
Ketua Korkom IMM Universitas Muslim Indonesia (UMI)
GELAR sarjana bukan sekadar gelar untuk memanjangkan nama di bagian terakhir ataupun singkatan untuk mengumumkan bahwa ia seseorang ahli dalam bidang tersebut.
Ternyata maknanya melebih dari itu. Di gelar yang proses pencapaian akhirnya bagai mendaki bukit terjal, justru penyematan itu lebih besar, bukan mendaki gunung lagi, tapi menjunjung seberat bebatuan.
Dalam gelar tersebut, bukan hanya beban moral, namun intelektualitas. Perbedaan zaman tentu memengaruhi kondisi personal dan sosialitas.
Yang dirasakan cuma ada dua zaman, zaman lampau dan zaman sekarang. Zaman lampau, kita bisa menengok Ir Soekarno, Mohammad Hatta, Mr Ahmad Soebarjo, mereka adalah tokoh kemerdekaan bangsa.
Baca OPINI: Pendidikan yang Berkarakter
Selain mereka punya intelektualitas yang tinggi, tetapi juga mereka dibebani tanggung jawab moral untuk memerdekakan bangsa. Dan itu semua karena sarjana yang emban.
Lantas berbicara zaman kita ini, di mana ratusan ribu mahasiswa berjibaku untuk mendapatkan gelar sarjana secepatnya guna menyelesaikan tanggungjawab dari orang tua.
Kita hanya berpikir dengan waktu yang cepat dapat gelar sarjana lalu bekerja di perusahaan bonafit atau top birokrat di negeri ini yang menjanjikan kemapanan dan kenyamanan di puluhan tahun mendatang.
Soekarno yang setelah menamatkan diri dari ITB Bandung, ditawari menjadi pegawai pemerintahan belanda dan dijanjikan jabatan yang tinggi dengan gaji yang besar pada masa itu.
Tapi Soekarno menolak, dengan dalih; lebih baik menjadi musuh utama penjajah dan dipenjara di Penjara Suka Miskin untuk mempejuangkan kemerdekaan bangsanya, daripada harus mengkhianati rakyatnya sendiri.
Pilihan yang berbeda dari sarjana pribumi di masa itu. Saat ini biang ambiguitas melanda semester akhir di kampus-kampus saat ini yang telah dan akan mendapat gelar sarjana.
Gelar yang diimpikan para mahasiswa yang hari ini masih berjibaku untuk mendapatkannya.
Baca: OPINI: Coklit dan Kultur Pemilih Kita
Lalu apakah banyak di antara kita yang pernah memikirkan arti sebuah tanggung jawab dari gela tersebut karena tidak semua orang dapat memilikinya?