Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kadis Kesehatan Enrekang Kembali Jalani Sidang Hari Ini

Dalam pelaksanaan pekerjaan ditemukan beberapa alat yang tidak digunakan sesuai analisa penggunaan alat, kendati alat tersebut tetap dibayarkan.

Penulis: Hasan Basri | Editor: Anita Kusuma Wardana
Muh Azis Albar/Tribunenrekang.com
Penyerahan tersangka dan barang bukti kasus dugaan korupsi RS Pratama Belajen Enrekang, di Kantor Kajaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Rabu (3/1/2018). 

Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Belajen, Kabupaten Enrekang, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin (19/02/2018) hari ini.

Pantauan Tribun tiga terdakwa dalam perkara ini didudukan dalam kursi pesakitan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penutut Umum (JPU).

Ketiga terdakwa ini masing masingKepala Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang Dr H Marwan Ahmad Ganoko, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Kemudian Direktur PT Haka Utama Ir Andi M Kilat Karaka, selaku pelaksana proyek dan Kuasa Direksi PT Haka Utama Sandy Dwi Nugraha.

Sidang yang dimulai sekitar pukul 14.10 Wita, hingga pukul 14.40 Wita masih berlangsung. Majelis Hakim yang menyidangkan perkara masih terus menggali keterangan para saksi.

Kasus ini diketahui bergulir sejak 2015 lalu. Dimana pembangunan rumah sakit tersebut menggunakan pagu anggaran sebesar Rp. 4.738.000.000, yang bersumber dari yang APBD (DAK) Tahun 2015.

Proyek tersebut dimenangkan oleh PT Haka Utama sesuai Kontrak Nomor : 15 / KONTRAK /PENG.RSPratama / DKE / XI / 2015 tanggal 09 November 2015, dengan nilai Kontrak sebesar Rp 4.566.800.000.

Pekerjaan pembangunan RS Pratama yang dituangkan dalam Akte Notaris Fatmi Nuryanti, SH dengan Nomor: 08 tanggal 09 November 2015, terdapat pemberian fee sekitar Rp80.000.000 dari Direksi PT Haka Utama.

Fee itu diberikan kepada pelaksana proyek sebagai tanda terima kasih pinjam pakai perusahaan. Namun dalam pekerjaannya Direksi PT Haka Pratama melakukan penggantian personil inti serta peralatan yang ditawarkan sebelumnya, tanpa sepengetahuan dan persetujuan PPK, PPTK maupun Konsultan Pengawas.

Sehingga pengerjaan proyek tersebut diduga mengalami keterlambatan. Akibatnya terjadi penambahan waktu pekerjaan selama 56 hari kalender dan mendapat denda keterlabatan sebesar Rp 255.740.800.

Sementara dalam pelaksanaan pekerjaan ditemukan beberapa alat yang tidak digunakan sesuai analisa penggunaan alat, kendati alat tersebut tetap dibayarkan. Seperti, Whell Loader, Dump Truck dan Stamper.

Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan Ahli BPKP Perwakilan Provinsi Sulsel diperoleh hasil Perhitungan Kerugian Negara sebesar Rp1.077.878.252, 65.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved