Ini Perjalanan Kasus Dugaan Korupsi yang Menyeret Kepala BPKAD Makassar
Erwin ditetapkan sebagai tersangka bukan karena dia itu sebagai kepala BPKAD. Tapi, dia juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan PPK
Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur, Darul Amri Lobubun
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulsel belum menentukan agenda pemanggilan terhadap Kepala BPKAD Kota Makassar, Erwin Hayya yang ditetapkan tersangka.
"Kalau pekan ini belum juga ada agenda pemanggilan kepada yang bersangkutan (Erwin Hayya)," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani saat dikonfirmasi Tribun, Rabu (24/1/2018).
Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap Erwin Hayya dalam pengadaan barang jasa yang diurus dan diawasinya itu adalah menerima hadiah atau janji yang terkait jabatan diemban.
Dicky menyebutkan, Erwin ditetapkan sebagai tersangka bukan karena dia itu sebagai kepala BPKAD.
Tapi, dia juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Penyidik dari Subdit III Ditreskrimsus Polda Sulsel mendalami kasus ini, dari 3 Januari 2018.
Di mana saat itu, Wali Kota Makassar, Danny Pomanto diperiksa tim Polda Sulsel dan Balaikota Makassar digeledah.
"Dari penggeledahan itu, kami sita uang satu miliar di BPKAD. Kami langsung menyelidik dan uang Rp 300 juta tercecer yang tergabungan dalam uang Rp 1 miliar itu yang jadi bukti kami," jelas Dicky.
Penyidik pun melakukan penyelidikan, beberapa pengawai dari Balaikota Makassar diperiksa.
Lalu, tim penyidik juga panggil beberapa pihak yang manender pengadaan barang dan jasa di BPKAD.
Mereka yang dipanggil tim Polda Sulsel di antanya, satu tenaga honorer; Alam, Bendahara Pengeluaran di BPKAD; Lilis, pihak dari CV Wyata Praja; tujuh saksi dari perusahan penyedia dan pejabat.
Dari hasil pemeriksaan, uang sebesar Rp 300 juta dalam 1 amplop itu, merupakan setoran CV Wyata, adalah pembayaran pengadaan langsung Alat Tulis Kantor (ATK) dan makan minum pada periode November-Desember 2017.
Dicky menjelaskan, penyetoran itu merupakan perintah dari tersangka Erwin tanpa harus proses pengadaan dan wajib menyetorkan 95 persen dari dana pembayaran CV Wyata.
"Jadi tersangka kumpulkan uang dari pihak perusahaan penender, tersangka juga menyuruh Lilis untuk memberikan fee 5 persen ke penyedia, agar tidak usah lakukan pengadaan," jelas Dicky.
Kemudian atas perintah tersangka, dana sisa 95 persen itu,digunakan oleh Lilis untuk belanja langsung ATK, penggandaan, dan makan minum untuk kepentingan pribadi tersangka.
Barang bukti yang disita, yakni Rp uang Rp 300 juta, dokumen pengadaan ATK dan makan minun, rekening koran 7 perusahan, print out catatan penggunaan belanja, dan catatan penggunaan pribadi.(*)