Ekstasi Jenis Baru Milik Terpidana Mati Amir Aco, Harganya Bikin Melongo
Pil ekstasi jenis baru tersebut dikirim dari Belanda. Melalui Pos dan lalu diungkap oleh BEA Cukai Wilayah Sulawesi.
Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Suryana Anas
Dirnarkoba Polda Sulsel, Kombes Pol Eka Yudha mengatakan, rilis kasus ini tidak hanya menghadirkan Amir sebagai pemiliknya, tapi juga menghadirkan ibunya.
"Ada juga ibunya si amir aco, ini yang umur tujuh puluhan tahun. Ibunya ini menerima barang sebelum diserahkan ke si amir aco, jadi amir suruh orang untuk jemput," ungkap Kombes Eka.
Rilis kasus Amir Aco, terpidana mati kasus narkoba. Dihadiri Kapolda Sulsel Irjen Muktiono, Kepala BEA CUKAI Sulawesi, Untung Basuki, dan juga Kalapas klas 1 Makassar, Marasiddin.
Selain Sufiati Kanang dan Amir Aco, pelaku lainnya, Thamrin Harapan (42) dan pasangan Suami Istri (Pasutri) yang terlibat dalam kasus ini, Andi Sandra Puspa Dewi (23) dan Suriansah (25).
Beserta dua pelaku perempuan yang diduga ponakan dari Amir Aco. Mereka adalah, Arsal (16) dan Amira (18).
Curiga Ada Beking Kelas Kakap
Gerakan Anti Narkotika Nasional (Granat) Makassar menduga adanya keterlibatan oknum sipir dalam pengendalian narkotika oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas 1 Makassar.
Pasalnya, pengawasan dan pengamanan yang sangat ketat di Lapas, tetapi narapida masih dengan leluasa mengendalikan peredaran narkotika di dalam sel.
"Kami menduga adanya kerjasama oknum sipir dengan terpidana tersebut untuk meloloskan alat komunikasi dan menjadi beking terpidana tersebut, kata pengurus Granat Makassar, Muh Habibi Masdin, Senin (20/11/2017) kepada Tribun.
Terungkapnya jaringan peredaran narkotika seorang terpidana bernama Amir Aco di Lapas kata Habibi bisa menjadi langka awal bagi penegak hukum untuk membongkar siapa oknum sipir yang ikut membekingi pelaku.
"Kepala Lapas harus segera melakukan evalusi terhadap bawahannya dan memberikan sangsi yang tegas bila ada kedapatan melakukan kerjasama dengan narapidana," tegasnya.
Menurut Habibi juga bahwa kejadian ini haris menjadi pembelajaran di internal Lapas. Sebab, permasalahan ini tidak lepas dari kinerja Kalapas dan pegawai lapas yang kurang efektif.
"karena tidak mungkin seorang terpidana dengan bebas membawa alat komunikasi untuk menggontrol bisnis narkoba dari dalam Lapas, jika pengawasannya maksimal," tuturnya.(*)
