Divonis Mati, Terdakwa Perampokan & Pembunuhan Pulomas Tak Terima, Alasannya Mengejutkan!
Penegakan hukuman untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan di Indonesia nampaknya bukan isapan jempol semata.
TRIBUN-TIMUR.COM-Penegakan hukuman untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan di Indonesia nampaknya bukan isapan jempol semata.
Hal ini dibuktikan dengan penetapan hukuman mati oleh hakim untuk Ridwan Sitorus alias Ius Pane, Erwin Situmorang, dan Alfin Sinaga, tiga orang terdakwa kasus perampokan dan pembunuhan di Pulomas.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur telah memutuskan hukuman mati bagi kedua terdakwa tersebut sesuai dengan tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) beberapa pekan lalu.
"Menimbang bahwa para terdakwa telah terbukti secara hukum melakukan pembunuhan berencana dan pencurian dengan kekerasan maka Majelis Hakim memutuskan Ridwan Sitorus alias Ius Pane dan Erwin Situmorang pidana hukuman mati serta memutuskan Alfin Sinaga pidana hukuman seumur hidup," ucap Hakim Ketua Gede Ariawan saat memimpin sidang putusan di PN Jakarta Timur, Selasa (17/10/2017).
Baca: Innalillah! Ibu Muda dan Bayinya Meninggal. Keluarga Salahkan Dokter Rumah Sakit. Kok Bisa?

Baca: Bhayangkara FC vs PSM Bak Laga Final
Gede kemudian menjelaskan hal-hal yang memberatkan terdakwa sehingga membuat Majelis Hakim memutuskan vonis tersebut kepada tiga terdakwa.
"Hal-hal yang memberatkan mereka adalah bahwa dari perbuatan para terdakwa membuat korban meninggal dunia sebanyak enam orang dan lima lainnya luka-luka."
"Perbuatan terdakwa juga sangat kejam dengan memasukkan 11 orang ke dalam kamar mandi tanpa lubang ventilasi dan tanpa penerangan kemudian dikunci," jelas dia.
Perbuatan para terdakwa yang memasukkan korbannya ke dalam kamar mandi dianggap Majelis Hakim tidak manusiawi sehingga menyebabkan enam korban mati secara perlahan.
"Selain itu perbuatan para terdakwa menimbulkan luka dan trauma mendalam kepada korban yang masih hidup terutama Anet yang kehilangan keluarganya."
"Sedangkan untuk hal-hal meringankannya tidak ada," ujarnya.
Banding
Para terdakwa dan tim kuasa hukumnya pun bakal mengajukan banding atas putusan tersebut.
Tim kuasa hukum terdakwa tidak sependapat dengan Majelis Hakim yang memvonis putusan tersebut dengan pasal pembunuhan berencana.
Baca: Pemkab Bulukumba Anggarkan Rp 9 Miliar untuk Tambahan Gaji Anggota Dewan
"Kalau soal banding itu kan hak, soal putusan perkara bagi terdakwa, kami kuasa hukum juga tidak sependapat dengan pertimbangan majelis hakim," tutur kuasa hukum terdakwa, Amudi Sidabutar.
Putusan atas dasar pembunuhan berencana dinilai Amudi tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada di lapangan.
Menurut Amudi, tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa terdakwa telah merencanakan pembunuhan terhadap enam korbannya.
"Dalam putusan itu dikatakan ada perencanaan pembunuhan sesuai dengan dakwaan primer JPU."
"Padahal faktanya di lapangan terdakwa ini tidak mengenal para korbannya," jelasnya.

Baca: Warga Keluhkan Proyek Plat Duiker Trans Sulawesi di Luwu Utara
Selain itu, dalam putusannya, Hakim Ketua Gede Ariawan juga menyebutkan bahwa sebelum peristiwa perampokan dan pembunuhan pada 26 Desember 2016 terjadi, para terdakwa termasuk Ramlan Butar Butar yang ditembak mati polisi melakukan pengamatan rumah Pulomas.
Pengamatan tersebut dilakukan sehari sebelumnya, atau tepat pada 25 Desember 2016 untuk mengamati lingkungan di sekitar rumah incaran terdakwa.
"Kalau hakim mengasumsikan tanggal 25 itu ada survei, kan tetap para terdakwa tidak masuk ke dalam rumah sehingga para terdakwa ini tidak tahu bagaimana kondisi dalam rumah yang berujung pada penyekapan korban di dalam kamar mandi," jelas Amudi.
Terkait dengan penyekapan para korban di dalam kamar mandi, Amudi membela para terdakwa dengan berdalih itu terjadi bukan bertujuan untuk menghilangkan nyawa para korban.
Baca: 8 Tim yang Belum Terkalahkan di Liga Papan Atas Eropa, Terbanyak dari Liga Spanyol
Dalam kasus tersebut, dua terdakwa yakni Ius Pane, Erwin Situmorang, dan juga Ramlan Butar Butar menempatkan 11 orang di dalam kamar mandi seluas 1,5 meter persegi.
"Ada dua hal yang bisa dilihat dari perbuatan tersebut."
"Pertama untuk memberikan waktu kepada terdakwa untuk melakukan pencurian tersebut dan kedua memberikan waktu bagi mereka untuk lari," kata Amudi.
Menurut Amudi, para terdakwa tersebut tak punya pilihan lain selain menempatkan kesebelas penghuni rumah di dalam kamar mandi lantaran cuma ruangan tersebut di lantai bawah rumah yang berupa ruangan dan bisa dikunci.
Kamar mandi itu kemudian dikunci oleh terdakwa Ramlan agar bisa mengambil barang-barang berharga yang ada di dalam rumah.
Amudi juga tidak setuju jika ketiga terdakwa yang masih hidup disebut melakukan pembunuhan berencana.
Sebab, tidak ada satu pun korban tewas karena alat-alat milik mereka.
"Faktanya para korban meninggal tidak dengan alat seperti pistol, air softgun, pisau, atau celurit."
"Para korban meninggal bukan karena alat yang mereka bawa karena memang terdakwa datang membawa alat hanya untuk persiapan mencuri," jelasnya.
Baca: Sepekan Kawin, Berita Duka Datang dari Artis Fitri Ayu.Begitu cepat kamu pergi mas. . .
Alat-alat tersebut pun kata Amudi tidak digunakan, melainkan hanya untuk memberikan tekanan kepada para penghuni rumah.
Adapun untuk materi banding yang akan disampaikan, Amudi menyatakan bakal menitikberatkan terhadap dakwaan pembunuhan berencana yang dia anggap tidak tepat.
"Ya kami akan fokus terhadap fakta-fakta persidangan nanti dan akan menitikberatkan pada unsur pembunuhanan berencana."
"Mereka tidak pernah punya rencana membunuh korbannya," ujar dia. (*)
Berita ini sudah diterbitkan di kompas.com