Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

opini

Dilecehkan Ketua DPRD, Dokter Gigi: Apa Salahnya Kami

Pernyataan seorang ketua DPRD bahwa dokter gigi tidak pantas untuk menempati jabatan kepala rumah sakit merupakan pernyataan tendensi

Editor: Jumadi Mappanganro
drg Rustan Ambo Asse 

Oleh: Drg Rustan Ambo Asse
Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodhonsi Universitas Hasanuddin

PRAHARA kata-kata dari mulut seorang Cornelis Buston, sepertinya hanya menambah deretan catatan sejarah bahwa betapa seorang pejabat publik dengan status sebagai ketua DPRD sekalipun tak juga menjadi jaminan untuk memberikan cerminan kualitas sebagai wakil rakyat.

Di negeri yang permai ini dengan arus globalisasi yang membebaskan barangkali akan terancam kehilangan identitas saling menghormati, tenggang rasa satu sama lain ketika hukum hanya diam dan memberikan respon pembiaran terhadap oknum-oknum pejabat yang kerap mengeluarkan pernyataan pro kontra, tidak bertanggung jawab dan tanpa landasan hukum yang jelas.

Pernyataan Ketua DPRD Jambi, Cornelis Buston, bahwa dokter gigi tidak pantas untuk menempati jabatan kepala rumah sakit merupakan pernyataan tendensius sekaligus merendahkan martabat profesi dokter gigi.

Para dokter gigi merayakan Hari Ortodonti Sedunia di kawasan car free day, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Makassar, Minggu (21/5/2017) pagi.
Para dokter gigi merayakan Hari Ortodonti Sedunia di kawasan car free day, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Makassar, Minggu (21/5/2017) pagi. (handover)

Jika pertunjukan arogansi semacam ini masih tumbuh subur di negeri ini, maka kelak pada masa yang akan datang seorang pejabat publik dapat sewenang-wenang melecehkan profesi apapun tanpa memiliki dasar dan objektivitas terhadap suatu permasalahan.

Somasi PDGI
Somasi yang dilayangkan oleh PB PDGI pada 26 Agustus 2017 yang menuntut Ketua DPRD Jambi meminta maaf dalam kurun waktu 3x24 jam kembali mendapat respon dingin oleh Cornelis Buston (CB).

Logika berfikir yang berbelit-belit dengan sekumpulan retorika itu melahirkan kesimpulan sikap yang depensif tanpa sedikit memiliki kerelaan dan kesadaran fitrawi bahwa siapapun di dunia ini dapat dengan ikhlas meminta maaf jika telah berbuat salah.

Seorang CB mestinya memahami bahwa menyatakan seorang dokter gigi tidak pas menduduki jabatan kepala rumah sakit merupakan argumentasi premature dan overgeneralisasi.

BACA JUGA: Transformasi Kepemimpinan PDGI

Sementara regulasi yang ada menetapkan dan termaktub dalam Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yaitu kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Pasal 94 ayat (9) menyatakan "Kepala unit pelaksana teknis daerah provinsi yang berbentuk rumah sakit daerah provinsi dijabat oleh dokter atau dokter gigi yang ditetapkan sebagai pejabat fungsional dokter atau dokter gigi dengan diberikan tugas tambahan".

Juga dikuatkan dengan surat edaran oleh komisi akreditasi rumah sakit nomor 861 tahun 2017 poin (1) Rumah sakit dipimpin oleh tenaga medis (dokter/dokter gigi).

Kini penolakan somasi yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) akan menjadi pemantik reaksi besar dan massif dari seluruh dokter gigi di Indonesia.

PDGI Cabang Makassar menggelar Worrld Oral Health Day, Jumat (20/3/2015).
PDGI Cabang Makassar menggelar Worrld Oral Health Day, Jumat (20/3/2015). (ist)

Reaksi tersebut tentu saja bukan hanya pada konteks bagaiamana memahami pola komunikasi pejabat publik dengan penuh tanggung jawab, sehingga aspek interaksi sosial dan supremasi regulasi benar-benar tercapai.

Namun bagaimana menegaskan bahwa setiap penyataan pejabat publik memiliki konsekuensi yang perlu dipertanggungjawabkan dan tidak sekedar menolak secara emosional.

Pembangunan Kesehatan
Peran dokter gigi dalam pembangunan bangsa ini sejatinya berdiri bersama dan bergandengan tangan dengan profesi lain, interkoneksitas dan jejaring lintas sektor telah dibuktikan oleh ratusan dokter gigi di Indonesia, mereka telah mengambil peran sejak lama di negeri ini.

Mulai dari staf Kementerian Kesehatan, anggota DPR RI, anggota DPRD, pegiat LSM, mengabdi dan menyebar di puskesmas-puskesmas di seluruh Indonesia, jurnalis, kepala daerah, direktur rumah sakit dan lain-lain.

Pada konteks pelayanan Rumah Sakit Umum Jambi yang disinyalir kurang baik dan menimbulkan komplain pihak masyarakat, seyogyanya hal itu dievaluasi secara komprehensif dan sistematis.

Langkah ketua DPRD yang menyerang pribadi dan menyerang profesi dokter gigi mengisyaratkan CB tidak profesional dalam memberikan evaluasi dan masukan ide ke pihak RS.

Setidaknya dalam mengeluarkan sebuah argumentasi harus memiliki data dan dasar hukum sehingga hal itu dapat dipertanggungjawabkan.

Apa yang ada dalam benak seorang CB? Ketika pernyataan arogansi yang dia keluarkan terbantahkan oleh sejarah.

Moralitas sebagai pejabat publik mestinya lebih memahami arti sebuah kesetaraan, kompetensi dan potensi kemampuan yang bersifat universal bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini.

Regulasi yang tersedia rasa-rasanya lebih dari cukup untuk memberikan pemahaman bahwa seorang dokter gigi dapat menjadi kepala rumah sakit.

Selebihnya dari sekian argumentasi yang absurd itu, hingga hari ini kita memahami bahwa ada tembok keangkuhan yang menyelimuti dirinya. Wallahualam. (*)

Tulisan di atas telah dimuat di rubrik opini Tribun Timur edisi print, Selasa 29 Agustus 2017, dengan judul Apa Salahnya Dokter Gigi

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved