opini
Tahun Ajaran Baru, Saudagar Bugis Makassar dan Pilgub Sulsel
Kebutuhan yang tidak kalah pentingnya untuk ditanamkan ke anak adalah kesiapan mental dalam mengarungi babak baru dalam kehidupan akademik & sosialnya
Saudagar BM
Pekan terkhir ini masyarakat Sulawesi Selatan yang tergabung dalam pengusaha Bugis Makassar (BM) baru saja usai melakukan pertemuan XVII di Makassar.
Pertemuan yang digagas sejak tahun 1994 ini merupakan ajang pertemuan para saudagar Bugis Makassar yang berada di Makassar maupun di perantauan.
Para saudagar ini meyakini bahwa kunci sukses pembangunan terletak pada kemandirian pribuminya. Menjadi pengusaha (saudagar) bukan hanya monopoli satu golongan tertentu saja.
Darah passompe (pengembara) telah mengalir dalam tubuh mereka sehingga mewariskan semangat berdagang hingga lintas pulau.
Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap tiap tahun makin banyak pengusaha Bugis Makassar yang bermunculan sehingga pertemuan ini dapat menebarkan virus-virus pengusaha agar terjadi keseimbangan dalam negara Indonesia.
Tentu keseimbangan yang dimaksud Wapres adalah keseimbangan pembangunan. Keseimbangan menghasilkan pemerataan.
Pilgub Sulsel
Pemilihan Gubernur akan berlangsung tidak lama lagi. Berbagai upaya mulai dilakukan oleh para kandidat untuk merebut hati pemilik suara.
Namun apapun namanya, pilgub tidak lain adalah memilih pemimpin. Pemimpin yang melakukan pembangunan dan pada hakikat pembagunan adalah perbaikan isi pikiran manusia.
Pikiran manusia inilah nantinya yang menentukan energi, skill dan karakter. Karakter yang membawa pikiran manusia menjadi ‘orang’ bukan orang-orangan, inilah yang kita sebut dengan siri’ (Dr. Shelly Errington).
Prof Mattulada pernah menuliskan bahwa pertama, seorang pemimpin haruslah macca (cendekia). Ia harus mempunya kompetensi sebagai seorang pemimpin, mempunyai ilmu pemerintahan yang mumpuni.
Mempunyai pengetahuan yang sangat baik tentang apa yang akan dilakukannya nanti.
Ia juga harus bijaksana. Kedua, pemimpin harus malempu’ (jujur). Jujur berarti hati tindakan tidaklah berbeda. Ketiga, pemimpin harus warani (pemberani).
Pemimpin tidak takut dalam mengambil tindakan apapun sesuai kewenangannya. Ia berani memperjuangkan program kerja pro rakyat demi kesejahteraan warganya.
Keempat, getteng (teguh dalam pendirian). Tidak gentar terhadap siapapun dan dalam keadaan apapun saat ia berada pada posisi yang benar. Ia tidak plin-plan.
Kesimpulan
Tahun ajaran baru pada hakikatnya bukanlah awal proses pendidikan formal saja. Tetapi adalah awal proses yang panjang dari sebuah pembangunan karakter manusia (macca, malempu, warani na magetteng).