Volvo 5000 km dan Belati Amerika, Cara BPK Kenang Jenderal M Jusuf
Mobil bersejarah itu dipajang di selasar depan museum, dan termasuk artefak yang paling menonjol dan terbesar di museum itu.
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Ina Maharani
MAGELANG, TRIBUN - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Senin (9/1/2017) siang, meresmikan Museum BPK di Jl Pangerang Diponegoro, Magelang, Jawa Tengah.
Museum hasil renovasi dan pemgembangan itu, memanfaatkan kantor pertama BPK tahun 1947, di paviliun utara gedung Eks Keresidenan Eks Kedu di pusat kota Magelang, antara 3 kota strategis di tengah Jawa, Jogyakarta, Solo, dan Semarang.
Andi Herry Iskandar, keponakan mendiang Jenderal TNI (purn) Muhammad Jusuf Amir (23 Juni 1928- 8 September 2004), diundang khusus hadir di seremoni sederhana itu.
Kehadiran Asisten I Pemprov Sulsel itu di Magelang, hanya berselang sehari setelah Ketua BPK RI Harry Azhar Azis datang ke Makassar, untuk menghadiri pertemuan dengan SYahrul Yasin Limpo, Ketua Asosiasi Pemerintahan Provinsi se Indonesia.
Herry Iskandar datang menyaksikan penempatan mobil Volvo hitam DD 570 XT, bekas mobil dinas mendiang pamannya, saat menjabat Ketua BPK RI (1983-1993).
Mobil bersejarah itu dipajang di selasar depan museum, dan termasuk artefak yang paling menonjol dan terbesar di museum itu.
Volvo ini diberikan Presiden Soeharto ke Jenderal Purn. M Jusuf, lalu dibawa ke Makassar saat pensiun.
HIngga bangsawan Kajuara, Bone berjuluk Jenderal para Prajurit itu wafat 8 September 2004, posisi terakhir angka di speedometernya hanya empat digit.
"Bangga juga ada plat nomor DD di Museum itu, kilometernya hanya 5000, waktu tiba di makassar masih sekitar 4800-an," ujar Herry mengomentari peran mobil buatan Jerman itu mengantar sang jenderal selama 10 tahun di BPK.
Dalam posisi pemerintahan, selain ketua BPK, M Jusuf pernah menjabat Panglima ABRI merangkap Menteri Pertahanan dan Keamanan (1978- 1983).
Di awal masa pemerintan Soekarno, M Jusuf Dipercaya sebagai Menteri Perindustrian (1964 - 1974).
jabatan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (1983 - 1993) adalah amanah terakhirnya dari negara, sebelum kembali ke Makassar, membangun Masjid Al Markaz Al Islami, mengurus Rumah Sakit Akademis Jaury M Jusuf dan sebagai pembina Yayasan Pendidikan Sekolah Nusantara di Jl Ahmad Yani, Makassar.
Sebelum mobil Volvo itu, di ruang utama Museum BPK, ada benda mencolok lainnya, sebilah Bowie, belati khas Amerika.
Belati itu dipajang tak jauh dari deretan Ketua BPK RI sejak Era R. Soerasno (1947) hingga periode Panca-Keanggotaan 2009-2014.
Harry Iskandar sempat berpose di lukisan pamannya, yang berdampingan dengan Ketua BPK lalu jadi Wakil Presiden sebelumnya, UMar Wirahadikusuma (1973-1983).
Herry juga memotret, asal usul belati yang diberikan oleh Kolonel (Navy) John Kiziran, mantan perwakilan Pertahanan Amerika di Indonesia (1980-1984).
Belati dengan besi putih berukir dan gagang gading itu, juga mencolok dan selalu disinggahi para pengunjung Museum.
KOlonel keturunan Armenia-Amerika pertama dan peraih 32 medali dan penghargaan bidang militer dan intelijen CIA itu, bersahabat dengan M Jusuf saat sang Jenderal di akhir masa jabatannya aebagai Panglima ABRI/Menhankam.
SOsok Kiziran sendiri termasuk unik di Amerika. DIa sudah pensiun 30 tahun dari rangkaian operasi militer penting sejak 1970, di Perang Vietnam, lalu ditunjuk di era Reagan menjadi diplomat militer di negara berpenduduk mulsim terbesar di dunia.
Di negeri asalnya, belati Bowie dimilik oleh para kesatria perang, sebagai senjata terakhir dan selalu disarumgkan bersama prajurit.
Belati itu diberikan KIziran ke Jusuf, saat M Jusuf di puncak popularitas setelah rajin keliling ke markas dan tangsi-tangsi militer dari Marauke hingga Sabang.
Sebelum M Jusuf jadi Ketua BPK, sebuah catatan di Wikipedia menulis, adanya "kekhawatiran" Soeharto, M Jusuf akan menurunkan pamor Penguasa Orde Baru.
"Pada tahun 1982, sebuah pertemuan para pejabat tinggi diadakan dan dihadiri oleh Soeharto, Jusuf, dan Amirmachmud yang saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Dalam pertemuan tersebut, Amirmachmud mengomentari popularitas Jusuf dan memintanya untuk menjelaskan dirinya Suharto. Merasakan tuduhan balik permintaan tersebut, Jusuf kehilangan kesabaran dan berjanji Soeharto bahwa dia tidak pernah punya ambisi untuk kekuasaan dalam melakukan tugasnya. Kecurigaan Soeharto tampaknya telah menyakiti Jusuf dan tidak pernah menghadiri pertemuan Kabinet sampai ia diberhentikan dari posisinya di April 1983."