Kisah Kecil Riri Riza di Makassar
Riri Riza, Athirah dan Memori Nasi Campur Pabaeng-baeng
Hari ini, Minggu (2/10/2016), Riri Riza genap berusia 46 tahun. Tak banyak yang tahu, Riri Riza lahir, dan menghabiskan masa kecilnya di Ujung Pandang
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR-Sutradara ternama Indonesia, Riri Riza, setidaknya sudah membuat 24 film, yang dikenang ini. Tema filmnya, senantiasa seputar kisah heroisme anak negeri.
Film Athirah, yang tayang perdana, Kamis (29/9/2016) lalu, adalah karya paling update bersama , dibawah bendera Miles Production, rumah produksi yang dia dirikan bersama Mira Lesmana (produser), 22 tahun lalu.
Riri 'ahlinya' film budaya lokal. Kariernya melejit lewat serial dokumenter, Anak Seribu Pulau (1994), kala itu dia masih 24 tahun.
Lalu, menyusul film lain; Belitong lewat Laskar Pelangi (2008), kisah suku anak dalam di Jambi lewat Sokola Rimba (2013), Atmabua 39 Derajat Celcius (2012) tentang Timor Leste pasca-referendum.
Namun, film drama keluarga, Athirah, terasa lain baginya. Meski ini berkisah ibu kandung Wapres Jusuf Kalla, namun setting film ini melibatkan 'emosi dan memori' masa kecilnya.
Setting entitas Bugis-Makassar, ternyata secara spesifik belum pernah dia garap, di seperempat abad kerier sinematografinya.
"Jujur, Athirah itu salah satu mimpi saya," katanya kepada Tribun di sela-sela mempersiapkan keikutsertaan film Athirah, sebagai official film di ajang 29th Tokyo International Film Festival, di Tokyo, Jepang, Jumat (30/9/2016) malam waktu Indonesia.
Festival itu sendiri digelar akhir Oktober hingga awal November 2016.
Dari Tokyo, kepada Tribun, Riri mengaku akan bertolak ke Kanada dalam rangka pemutaran Film Athirah (Emma') di Vancouver International Festival, Jumat (30/9/2016).
Untuk ikut festival itu, film Athirah, dia 'modifikasi' menjadi Emma', sebutan ibu dalam bahasa Bugis, sekaligus sapaan Jusuf Kalla, kepada ibunya, Hajjah Athirah.
Hari ini, Minggu (2/10/2016), Riri Riza genap berusia 46 tahun. Tak banyak yang tahu, Riri Riza lahir, dan menghabiskan masa kecilnya di Ujungpandang.
Usia 9 tahun, tepatnya awal 1980, dia pindah ke Jakarta. Ayahnya, Mohammad Riza, yang kala itu kepala kantor wilayah Departemen Penerangan Sulsel, pindah tugas ke kantor Ali Moertopo, menteri penerangan saat itu.
Masa kecilnya di Makassar dihabiskan saat tinggal di Gunung Sari. Ia tinggal di rumah yang kini menjadi Rumata' Artspace di Jl Bontonompo No 12 yang ia dirikan bersama Lily Yulianti Farid.
Di depan rumah tersebut, kata Riri, terdapat sebuah lapangan besar, tempat ia bermain sepakbola ataupun layangan. Dari rumahnya, dia masih melihat kawanan kerbau, sapi atau kambing merumput, di lahan yang kini sudah berdiri gedung pertemuan dan supermarket.
Riri adalah anak ke-7 dari 8 saudara pasangan Drs H Mohammad Riza dan Hajjah Siti Hadjarah Dg Tongi. Suami dari psikolog Wilita Putrinda ini sudah dikaruniai dua anak Liam Amadeo Riza dan Ingmar Anargya Riza.
Dari delapan saudara, kakak keduanya M Zafrullah Riza dan adiknya Maya Sari Riza, sudah meninggal dunia. Hanya dua saudara Riri yang masih menetap di Makassar.
"Sisanya di Jakarta, Amerika dan Bengkulu," kata Mariza Zafrullah Riza, satu dari 20 keponakan Riri kepada Tribun.
Kakak tertua Riri, Brigjen Pol Ruslan Riza MM kini menetap di Bengkulu. Dua, kakak lainnya; Nani Chaerani Riza dan M Rachmadi Riza.
Kakaknya yang di Amerika adalah Moh Rachmat Riza, menetap di sana sejak awal 1990-an. Di Jakarta, Riri masih tetap mengunjungi kakak lelakinya, Ir Moh Wardana Riza.
Sebelum tinggal di Gunung Sari, keluarga Riri sempat menghuni sebuah rumah di Jl Ratulangi, itu sekitar awal dekade 1970-an . Kini rumah itu sudah jadi Restoran 'Padang' Sederhana.
Alumnus Institut Kesenian Jakarta tersebut pun mengakui setting film Athirah banyak mengingatkannya dengan masa kecilnya saat tinggal di Makassar.
Bahkan, tak sedikit fragmen masa kecilnya itu, ia sisipkan dalam film yang berkisah tentang seorang perempuan Bugis tangguh yang tak lain adalah ibu Wakil Presiden, Jusuf Kalla tersebut.
"Sangat banyak, seperti tukang becak langganan Athirah. Saya juga dulu punya langganan becak yang mengantar saya ke sekolah atau suasana rumah saat makan, posisi ayah saya duduk persis posisi duduk Puang Haji (Kalla),"kata Riri
Peraih penghargaan Best Director Award dari Brussels International Independent Film Festival 2008 ini mengenyam pendidikan dasar di SD Pembangunan yang kini dikenal dengan nama SD IKIP di Jl AP Pettarani Makassar hingga kelas 5.
Nasi Campur Pasar Pabaeng-baeng
Tradisi 'makan-makan' di setiap momen penerimaan rapor pun juga sangat berkesan bagi Riri. Pasalnya, hanya pada momen tersebut, ia bisa merasakan kenikmatan nasi campur yang dibelikan ibunya, Hajera Dg Tongi di Pasar Pa'baeng-baeng.
"Itu luar biasa enaknya. Saya cuma makan itu saat penerimaan rapor, jadi hanya tiga kali dalam setahun. Saat itukan masih sistem caturwulan,"ujar Riri.
Hal yang diingat sutradara dan penulis skrenario ini adalah tata kota Makassar di masa kecilnya yang menurutnya sangat indah.
Bangunan-bangunan tua yang masih berdiri megah di kota Anging Mammiri, menjadi sebuah hal menakjubkan bagi pria yang namanya mulai dikenal saat membuat film omnibus berjudul Kuldesak bersama Mira Lesmana, Triveni Achnas dan Rizal Mantovani.
Namun, bangunan-bangunan tua tersebut kini sudah tak ada diganti dengan jejeran rumah-rumah toko yang memenuhi sudut-sudut Kota Makassar.
"Tak perlu menjadi ahli tata kota untuk melihat sebuah tata kota yang baik. Sebenarnya saya melihat Makassar ini punya potensi untuk menjadi kota yang menyenangkan dan punya karakter,"jelasnya.
"Saya harap ada kawasan dengan bangunan-bangunan tua tidak dicampuradukkan dengan kawasan bisnis. Pedestrian bagi pejalan kaki dan ruang-ruang publik yang bisa diakses oleh masyarakat luas seperti museum dan perpustakaan seharusnya juga mendapat perhatian lebih dari pemerintah,"tambahnya.
Selamat Ulang Tahun Daeng Riri Riza!