Kisah Kecil Riri Riza di Makassar
Memori Bioskop Istana dan MIWF
Meskipun sudah menyenangi menonton film, namun ia mengaku belum terpikirkan untuk bergelut di balik layar kala itu.
TRIBUN-TIMUR.COM-Menonton film bersama keluarga di bioskop Istana juga menjadi aktivitas masa kecil Riri Riza di Makasaar. Bioskop Istana dulunya di Jl Ranggong.
Dari bioskop Istana, hanya dengan berjalan kaki, ia pergi menikmati indahnya Pantai Losari yang dulu dikenal sebagai pantai dengan meja terpanjang di dunia.
"Saat itu kami hanya paling menonton film dengan tema keluarga. Tapi tidak terlalu sering karena memang saat itu film belum banyak,"katanya, Jumat (30/9/2016)
Riri juga mengaku semasa kecil, ia paling menanti-nantikan film dengan suasana natal yang penuh dengan gemerlap lampu dan salju yang ia akui bisa menggerakkan imajinasinya.
Ia juga mengingat kala Makassar menjadi tuan rumah Festival Film Indonesia sekitar tahun 1977, ia bertemu tokoh-tokoh film nasional dan melihat banyak ruang-ruang diskusi mengenai film.
Apalagi, saat itu ayahnya, yang menjadi Kepala Kanwil Departemen Penerangan memiliki peran dalam pelaksanaan FFI di Makassar.
Meskipun sudah menyenangi menonton film, namun ia mengaku belum terpikirkan untuk bergelut di balik layar kala itu.
MIWF dan SEA Screen
Bersama Lily Yulianti Farid, Riri menggagas program tahunan Makassar International Writer's Festival di tahun 2011 dan South East Asian Screen Academy di tahun 2012.
Melalui dua program tersebut, Riri berharap ada ruang bagi masyarakat Makassar untuk berkarya dan berekspresi.
Bahwa, ada ruang bagi generasi muda untuk menanggapi segala permasalahan di Makassar, tidak hanya sekadar berteriak di jalan atau bakar ban.
Riri juga mengapresiasi prestasi-prestasi yang ditorehkan sineas-sineas muda Makassar. Ia tak punya pesan khusus bagi mereka. Ia hanya berharap mereka bisa menghargai setiap proses yang mereka lewati.
"Percaya pada proses. Saya pun untuk sampai pada titik dimana sudah nyaman berkarya butuh waktu sekitar 20 tahun,"katanya.
#sejarahfilmregional
Keterlibatan emosi, memori masa kecil, Riri di film Athirah, terlihat dari penggunaan tagar #sejarahfilmregional di setiap postingannya di media sosial.
Selain membawa kru Miles Production dari Jakarta, sejak pertama menggarap film berstting Makassar, Bone, Wajo, dan Barru era 1952 dan 1967 ini, dia melibatkan belasan kru film yang dijadikan talent di proses produksi.
Ada Aditya Ahmad (asisten sutradara 2), Andi "Anca" Burhamzah (Assisten Sutradara 3), dan Andi Rio Supriadi (Asisten Kamera 2), semuanya dia sebut talent potensial untuk masa depan film lokal dan nasional.
Ada tiga asisten sutradara asal Makassar, Kru level 3 dan empat, co-asistant, kebanyakan mahasiswa dari Institut Kesenian Makassar (IKM).
Ratusan pemain figuran atau ekstras (pemain yang tak bersuara) , adalah anak Makassar, Bone, dan lokal sini.
Husain "Uceng" Abdullah, dosen FISIP Unhas yang juga juru bicara Wapres Jusuf Kalla, memuji idealisme Riri dalam membuat film-filmya.
"Riri tidak saja berkarya, dia saya lihat juga mendidik,"katanya usai menonton Priemer film ini, Senin (26/9) malam di Jakarta.(nit/zil)