Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Rindu Mendalam Orang Aborigin kepada Pelaut Makassar

Seruan riang meluncur dari bibirnya ketika seorang teman perempuan bernama Dian menuturkan bahwa dirinya adalah orang Makassar.

Editor: Edi Sumardi
KOMPAS.COM/CAROLINE DAMANIK
Gayili Marika Yunupinu (kanan), penduduk suku Yolngu, Aborigin, di Arnhem Land, menyapukan campuran serbuk dari batu yang digerus dan dicampur air hingga menyerupai pasta berwana kuning ke dahi Dian, seorang perempuan keturunan Makassar. Kedekatan hubungan antara pelaut Makassar dan Aborigin di masa lalu masih dihargai saat ini. 

Ikatan yang kuat dari masa lalu antara suku Aborigin dan pelaut dari Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi warisan yang tak pernah alpa diceritakan turun-temurun.

Kegirangan serupa juga membuncah di sela acara Sunday Market di Nhulunbuy di Semenanjung Gove. Robyn Bulunu Mananggur bergumam gembira dan binar matanya memancarkan rasa bahagia ketika Dian memperkenalkan diri sebagai orang Makassar

Tangannya terbuka lebar dan keduanya saling berpelukan.

Pelukan usai, perempuan itu lalu menjabat tangan Dian selama sekitar 7 detik sambil menyambut Dian, lalu kembali berpelukan.

Dia lalu menjelaskan bahwa kakek dan ayahnya menyebut orang Makassar sebagai Mangathara.

Yapa Dian, Mangathara telah membawa kebahagiaan ke Arnhem Land,” ungkap Robin yang berasal dari Yirrkala.

Cerita turun-temurun

Bagi Gayili dan Robin, pelaut dari Makassar seperti dongeng yang indah dari masa lalu.

Mereka meninggalkan memori yang sangat manis di sanubari para orangtua suku Yolngu.

Menurut Gayili, kakeknya tak pernah alpa menceritakan hubungan baik yang pernah terjalin antara suku Yolngu dan pelaut dari Makassar.

Kakeknya masih mengalami masa-masa akhir perdagangan dengan Mangathara tetapi juga kerap mendengar cerita tentang pelaut dari Makassar dari kakeknya.

“Di sini (Galupa), Mangathara berlabuh pertama kali. Mereka harus menyeberang untuk bekerja. Kakek saya mencari dan memanen teripang bersama, lalu berdagang dengan orang Makassar,” ungkap Gayili.

Gayili mengaku masih ingat dengan jelas saat kakeknya bercerita bahwa para pelaut dari Makassar itu datang membawa pot besar.

Ada yang diisi dengan beras, ada yang diisi dengan mutiara.

"Sebelumnya kami tidak tahu untuk apa itu. Pelaut Makassar lalu memberikan banyak barang kepada (orangtua) kami," tutur Gayili.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved