Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Rindu Mendalam Orang Aborigin kepada Pelaut Makassar

Seruan riang meluncur dari bibirnya ketika seorang teman perempuan bernama Dian menuturkan bahwa dirinya adalah orang Makassar.

Editor: Edi Sumardi
KOMPAS.COM/CAROLINE DAMANIK
Gayili Marika Yunupinu (kanan), penduduk suku Yolngu, Aborigin, di Arnhem Land, menyapukan campuran serbuk dari batu yang digerus dan dicampur air hingga menyerupai pasta berwana kuning ke dahi Dian, seorang perempuan keturunan Makassar. Kedekatan hubungan antara pelaut Makassar dan Aborigin di masa lalu masih dihargai saat ini. 

Gayili dan Robin adalah seniman Aborigin.

Mereka melukis untuk hidup sehari-hari. Selain berkisah tentang tanaman dan hewan yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari, seperti bunga lili dan buaya, mereka juga kerap melukis kenangan terkait kedatangan orang Makassar.

“Ibu mengajari saya melukis karena melihat saya punya bakat,” ungkapnya.

Kedatangan orang Makassar atau Macassan dalam bahasa Inggris direkam dalam berbagai karya seni milik suku Yolngu, mulai dari lukisan, guci atau pot hingga rangkaian lagu untuk upacara adat yang disebut manikay.

Benda-benda seni yang mencatat kenangan manis penduduk suku Yolngu terhadap para pelaut dan pedagang dari Makassar itu pun tersimpan pula di Buku-Larrngay Mukka atau Yirrkala Arts Center di Yirrkala.

Di art centerini, tersimpan sejumlah pot dari tanah liat yang dibakar bergambar memori tentang para pelaut dari Makassar saat hubungan perdagangan kedua kelompok berjalan dengan baik.

Will Stubbs, Art Coordinator di Buku-Larrngay Mulka mengatakan bahwa koleksi pot yang ada di tempat itu menunjukkan pengetahuan bahwa pelaut Makassar datang ke Arnhem Land setiap musim hujan tiba pada akhir tahun.

“Pot biasa digunakan sebagai wadah untuk beras dan bahan makanan yang diperdagangkan dengan penduduk Yolngu,” kata Will.

Tim dari art center ini juga baru pulang dari Makassar untuk menelusuri sejumlah tempat dan museum yang menguatkan sejarah hubungan antara suku Yolngu dan Makassar, seperti Port Paotere, Fort Somba Oou dan Museum I La Galigo. Yirrkala Art Center dihadiahi pot dengan motif yang menunjukkan kaitan antara Aborigin dan Makassar.

Timmy Djawa Burarrawanga dari klan Gumatj lalu menunjukkan sejumlah motif di pot yang menggambarkan kenangan tentang para pelaut dari Makassar, seperti pinisi atau prau (perahu), pedang, beras, kapala atau kepala Mangathara, pipa rokok dan lipa-lipa atau perahu kecil.

Dihargai

Paul Thomas, Coordinator Indonesian Studies School of Languages, Literatures, Cultures and Linguistics dari Monash University, mengatakan bahwa hubungan perdagangan antara suku Yolngu dan pelaut dari Makassar berlangsung dengan baik.

Berdasarkan riwayat perjalanan Mangathara yang dicatat Belanda di Sulawesi serta lukisan orang Aborigin di dinding gua, hubungan ini berlangsung hampir 1,5 abad, yaitu sekitar akhir abad 17 hingga awal abad 19.

Pelaut dari Makassar datang untuk mencari teripang yang akan dijual kembali ke China.

Perairan dangkal Arnhem Land merupakan tempat yang baik menemukan teripang. Mereka lalu melakukan barter dengan penduduk asli Australia itu.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved