Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kemenag Sulsel Dukung Revitalisasi MAPK Ujungpandang

Mengingatkan bahwa revitalisasi MAPK tergantung kebijakan dan inisiasi anggaran pemerintah pusat di Jakarta.

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Suryana Anas
TRIBUN TIMUR/THAMZIL THAHIR
Kepala Kemenag Sulsel Abdul Wahid Thahir M Ag saat menerima Panitia Reuni Akbar MAPK/MAKN Ujungpandang, di ruang kerjanya, Jl Nuri No 532, Mariso, Makassar, Senin (27/6/2016). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel Abdul Wahid Thahir M.Ag kembali menegaskan dukungannya atas rencana Jakarta, mengembalikan peran utama (revitalisasi) Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK), sebagai salah satu pencetak ulama intelektual.

"Saya banyak mengenal alumni MAPK, setiap hari bersentuhan dengan mereka. Tak ada alasan untuk tidak mendukung revitalisasi MAPK Ujungpandang," kata kakanwil saat menerima Panitia Reuni Akbar MAPK/MAKN Ujungpandang, di ruang kerjanya, Jl Nuri No 532, Mariso, Makassar, Senin (27/6/2016).

Hadir dalam audiens itu Ketua Tim Pengarah Reuni Aminuddin Natsir (angkatan 1987-1990), Wakil Ketua Syafifullah Rusmin dan Thamzil Thahir (1990-1993), Ketua dan wakil Panitia Pelaksana; Muh Rusdi Umar, dan Ahmad Ihyaddin, A Ramli Rasyid (1994-1997), dan Erwin.

Reuni Akbar MAPK/MAKN akan digelar Jumat, 8 hingga Sabtu 9 Juli 2016) di Kampus Al Hidayah (eks Asrama Haji Makassar), Jl Perintis Kemerdekaan Km 15, Biringkanaya, Makassar.

Reuni ini akan melibatkan sekitar 600-an alumni MAPK/MAKN, mulai angkatan I (1987) hingga angkatan XXII (2011).

Kakanwil kemenag dan mantan Wakil Menteri Agama Prof Dr Nazaruddin Umar, dijadwlkan hadir menjadi pembicara dalam silaturahim dan reuni akbar pertama itu.

Hanya saja kakanwil, mengingatkan bahwa revitalisasi MAPK tergantung kebijakan dan inisiasi anggaran pemerintah pusat di Jakarta.

"Hasil survei terakhir yang dipaparkan di Lapangan Banteng (Kantir Kemenag RI di Jakarta), sejak dua dekade terakhir, minat masyarakat untuk memasukkan anaknya di sekolah sejenis MAPK, terus berkurang.

"Itu hasil surveinya, namun pemerintah pusat tetap membuat program madrasah aliyah salafiyah di pesantren-pesantren ternama di Indonesia," katanya.

Sebagai vocational islamic boarding school, alumnus MAPK memang terbatas.

Sejak didirikan oleh Menteri Agama Munawir Dzazali (1986), tiap angkatan hanya menerima 30 santri.

Laiknya pesantren, para santri tinggal di asrama. Mereka menadapat beasiswa full, akomodasi, buku, dan azadtiz (guru) pilihan yang menguasai bahasa Arab dan Inggris, sebagai bahasa pengantar klasikal dan tutorial.

Sejak tahun 2014 lalu, sekitar 1500 alumnus MAPK se-Indonesia, menyuarakan kembali revitaliasi "pesantren negeri" ini untuk mencari bibit santri berprestasi namun kurang mampu secara finansial.

Di Indonesia, tahun 1987 awalnya hanya lima MAPK; Padang Panjang (Sumbar), Ciamis (Jabar), MAPK Yogyakarta, MAPK Jember (Jatim), dan MAPK Ujungpandang (Sulsel).

Tahun 1990, karena dinilai suksesMAPK ditambah di lima kota, Banda Aceh (NAD), MAPK Jakarta, MAPK Solo, dan MAPK Banjarmasin (Kalimantan Selatan).

Sekitar 40% alumnis MAPK melanjutkan kuliah di Timur Tengah, Amerika, Australia. Sisanya menyebar kampus negeri ternama Indonesia, termasuk di empat IAIN ternama Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah, IAIN Sunan Kalijaga (Yogya), IAIN Sunan Ampel (Surabaya), da IAIN khusus Surakarta (lanjutan MAPK). (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved