Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ngajar di Kandang Ayam, Guru Mengaji Maros Hanya Digaji Rp 100 Ribu Per Bulan

Rumah panggung miliknya hanya berukuran 4 x 5 meter dan sudah mulai rusak.

Penulis: Ansar | Editor: Suryana Anas
TRIBUN TIMUR/ANSAR
Seorang guru mengaji di Lingkungan Tanetea, Desa Borikamase, Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Hapipa Tangte (63) terpaksa mengajar di kandang ayam. 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Ansar Lempe

TRIBUN-TIMUR.COM, MAROS - Seorang guru mengaji di Lingkungan Tanetea, Desa Borikamase, Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Hapipa Tangte (63) terpaksa mengajar di kandang ayam.

Pasalnya, rumah panggung milik perempuan masih berstatus single ini hanya berukuran 4 x 5 meter sudah mulai rusak. Bau kotoran ayam di tempat mengajinya juga menyengat.

Hapipa mengatakan, Jumat (18/3/2016) dia mengajar puluhan anak didiknya di bawah kolong rumah yang juga menjadi kandang ayamnya.

Dia takut rumahnya roboh saat anak didiknya berada di atas.

"Saya mengajar di bawah rumah karena diatas (rumah) sudah mulai rusak. Jadi lebih aman disini. Jangan sampai kami mengaji di atas baru rumah saya rubuh. Kan kami semua bisa sakit," katanya dengan menggunakan bahasa Bugis.

Perempuan yang tidak bisa berbahasa Indonesia ini mengaku, sebagai guru mengaji dia hanya mendapatkan honor Rp 300 ribu dalam tiga bulan.

Honor tersebut tidak pernah cukup memenuhi kebutuhan sehari- harinya. Kadang tetangga maupun keluarga Hanipa yang berprofesi sebagai penambak yang memberikannya ikan.

Puluhan tahun Hanipa memang terdaftar sebagai keluarga yang tidak mampu. Sehingga dia mengkomsumsi bantuan beras miskin dari pemerintah, meski harus membelinya dengan harga Rp 1000 perkilogram.

Meski hanya menerima honor Rp 100 ribu sebulan, namun Hanipa tidak pernah meminta atau menerima honor lain yang bersumber dari orangtua anak didiknya.

"Saya digaji Rp 300 ribu dalam tiga bulan. Kalau masalah cukup, sering tidak cukup. Tetangga saya disini biasa kasi ikan. Saya juga tidak mau menerima uang dari orangtua anak didik saya," ujarnya.

Perempuan yang tinggal sendiri sejak 40 tahun lalu itu setelah orangtuanya meninggal, mengaku tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi guru mengaji.

Selain mulai rusak, rumah Hapipa juga tidak memiliki listrik. Setiap malam, Hapipa hanya menerangi rumahnya dengan menggunakan pelita atau lampu minyak tanah.

Seorang anak didik Hapipa, Nadia (7) mengaku sangat terganggu dengan bau kotoran ayam saat dia dan teman- temannya mengaji. Pasalnya, ayam dan tempat mengajinya hanya berjarak satu meter saja.

Nadia yang masih membaca surah Juz Amma ini juga pasrah dengan kondisi tempatnya. Pasalnya tidak ada guru mengaji lain di daerah tersebut selain Hapipa.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved