Aswar Hasan: Ini Syarat Agar Media Massa Tak Dihampiri Lonceng Kematian
Kini masyarakat menginginkan memeroleh informasi secepat mungkin, beragam, akurat, murah, dan mudah dalam mengakses, membawa hingga menyimpannya.
Penulis: Jumadi Mappanganro | Editor: Jumadi Mappanganro
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Ini peringatan bagi pemilik dan pekerja media massa. Media dan praktisinya yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan zaman dan tidak bisa memenuhi ekspektasi audiensnya bakal berguguran.
Kini masyarakat menginginkan memeroleh informasi secepat mungkin, beragam, akurat, murah, dan mudah dalam mengakses, membawa hingga menyimpannya. Keinginan tersebut kini sebagian besar terpenuhi di media online.
Hal tersebut mengemuka pada Diskusi Media bertema Masa Depan Media Massa yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan, Selasa (17/11/2015) siang. Bertempat di Hotel Trisula, Jl Boulevard, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Diskusi sesi kedua yang digelar dalam rangka HUT Ke-8 PJI Sulsel tersebut menampilkan dosen Ilmu Komunikasi Unhas Aswar Hasan MSi, Direktur CelebesTV Muannas, dan Direktur P3TV Slamet sebagai pembicara. Pada diskusi sesi I sebelumnya, membahas Sistem Transaksi Perbankan Generasi Baru yang menampilkan pembicara dari Bank Indonesia Makassar.
Acara ini dihadiri sekitar 30-an undangan dari kalangan praktisi perbankan, pengusaha, jurnalis dan mahasiswa di Kota Makassar.
“Kondisi yang serba online tersebut bisa dibaca sebagai warning (peringatan) bagi media massa konvensional, khususnya media cetak dan radio,” papar Aswar yang juga Ketua Komisi Informasi Provinsi (KIP) Sulsel ini.
Menurut Aswar, jika pengelola media massa konvensional itu tak pandai melakukan inovasi dan tak segera beradaptasi dengan perubahan zaman dan perilaku audiensnya, maka lonceng kematian bakal segera menghampirinya.
Namun Aswar mengingatkan, media massa apa pun bentuknya: cetak, radio, online, televisi harus tetap bisa menjaga independensi dan kepercayaan (trust) bagi audiens-nya.
“Sebab sekalipun cepat beritanya, luas cakupannya, dan mudah diakses, tapi jika tidak independen dan tidak memilik trust, maka media tersebut juga bakal sulit eksis,” kata mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel ini yang tampil sebagai pembicara pertama.
Slamet yang tampil sebagai pembicara kedua membahas pentingnya para jurnalis atau praktisi media untuk terus meningkatkan kualitas kompetensinya.
“Karena itu, sangat mendukung dan mendorong dilakukan uji kompetensi bagi setiap mereka yang berprofesi sebagai jurnalis atau broadcaster," katanya.
Sementara Muannas yang tampil sebagai pembicara ketiga memulai paparannya dengan cerita nasib Nokia. Brand gadget ini pernah jaya dan menjadi merek ponsel sejuta umat yang berkelas era awal tahun 2000-an.
Brand yang terkenal dengan tagline connecting people yang pada masanya menjadi ‘raja’ produsen ponsel terbesar itu harus mengakui kenyataan pahit: kalah bersaing melawan kubu Android dan Apple yang dengan cepat menggerus pangsa pasarnya.
Menurut Muannas yang juga mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar, cerita tentang nasib Nokia yang pernah nomor satu namun kini punah, menjadi pelajaran sangat berharga bagi semua pelaku bisnis. Termasuk di bisnis industri media massa.
“Pelajarannya adalah jika tak cepat berinovasi dan berubah atau telat beradaptasi dengan kebutuhan pasar, maka media besar pun bakal gugur,” pesan mantan jurnalis Tempo dan Tribun Timur ini.