Jelang Hari Anak Nasional, Potret Anak Pemulung Bermain Ditengah Tumpukan Sampah TPA Antang Makassar
Momen ini pun seakan tak ada pembeda bagi anak-anak yang hidup di belantara Tempat Pembuang Akhir (TPA) Antang.
Penulis: Mulyadi | Editor: Syamsul Bahri
TRIBUNTIMUR.COM, MAKASSAR-Hari Anak Nasional menjadi momen yang diselenggarakan untuk menghormati hak-hak anak.
Momen ini pun seakan tak ada pembeda bagi anak-anak yang hidup di belantara Tempat Pembuang Akhir (TPA) Antang.
VIDEO: Asyik Hisap Lem Fox, Lima Anak di Bawah Umur Diringkus Polisi
Idul Adha, Polres Palopo Qurban 17 Ekor Sapi dan Empat Kambing
Pajak Kendaraan Dinas Pemkab Luwu Rp 520 Juta Belum Dibayarkan
Kalah di Stadion Gelora Bung Karno, PSM Makassar Siap Balas Persija Jakarta di Stadion Mattoanging
Saat Tribun menyambangi kondisi anak di sekitaran TPA Antang, Senin (22/7/2019), para orangtua maupun anak-anak tetap beraktivitas seperti biasa.
Tak terlihat momen istimewa,meski di TK tak jauh dari rumahnya instansi terkait gelar lomba Hari Anak Nasional.
Bermain di tengah tumpukan sampah disela orangtuanya tengah sibuk mengumpulkan sampah, menjadi pemandangan lazim.
Tak ada sedikitpun terlihat rasa ketakutan akan kondisi kesehatan ditengah bakteri dan virus yang dibawa oleh sampah.
Bau busuk menyengat dari sampah seakan menyatu dengan lingkungan yang ditempati. Tak ada rasa risih maupun jijik.
Bahkan anak-anak yang berasal dari keluarga pemulung tersebut bermain dengan sampah dengan mimik riang gembira.
Kehidupan para anak pemulung ini seakan jauh dari pola hidup sehat, baik dari segi kebersihan lingkungan ataupun pola sehat asupan makanan.
Ditengah sampah ini pun, para anak pemulung tetap asyik bermain dan makan buah semangka yang ditentengnya.
Fadly, menjadi salah satu diantaranya. Anak umur 3 tahun ini bahkan telanjang ditengah tumpukan sampah yang ada di sekeliling tempat tinggalnya.
Orantuanya, Hasni mengaku sudah bertahun-tahun tinggal di lingkungan penuh sampah tersebut.

"Selama ini, kerap memang ada ketakutan pak, tetapi disinilah kami mengais rejeki untuk hidup sehingga anak kami ikut bersama di lingkungan seperti ini,"katanya.
Ia menjelaskan, rerata yang tinggal disana merupakan pendatang dan kebanyakan masih memiliki hubungan keluarga.
"Kami sudah lama menjadi pemulung disini. Rerata yang tinggal disini masih punya hubungan keluarga yakni dari Jeneponto,"ujarnya.