Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kasasi Ditolak, Rekanan Rumah Enrekang Divonis 6 Tahun 6 Bulan Penjara

Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan terdakwa Sandy Dwi Nugraha dalam kasus dugaan korupsi

Penulis: Hasan Basri | Editor: Ansar
hasan/tribuntimur.com
Suasana saat sidang terdakwa Sandy Dwi Nugraha dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Belajen, Kabupaten Enrekang di Pengadilan Makassar 
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR --  Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan terdakwa Sandy Dwi Nugraha dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Belajen, Kabupaten Enrekang.
Sandy merupakan kuasa PT Haka Utama yang notabene sebagai pelaksana proyek pembangunan Rumah Sakit Blajen Enrekang dengan nilai kontrak sebesar Rp4.566.800.000. 

Dimana pembangunan rumah sakit tersebut menggunakan pagu anggaran sebesar Rp4.738.000.000, yang bersumber dari yang APBD (DAK) Tahun 2015.

Berdasarkan informasi diperoleh Tribun, Kamis (20/06/2019, dalam amar putusanya, Majelis Hakim MA yang dipimpin langsung Salman Luthan dan dibantu dua hakim anggota lainnya, menjatuhkan vonis bersalah dengan hukuman 6 tahun enam bulan kurungan.

Jelang Leg Kedua Lawan Becamex, Zul Berharap Stadion Pakansari Dipenuhi Suporter PSM

 Kejuaraan Voli Kapolres Pangkep Cup 2019, Balocci dan Liukang Tupabbiring Juara


"Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi I terdakwa Sandy Dwi Nugraha tersebut, mengabulkan permohonan kasasi dari lemohon kasasi II penuntut imum pada Kejaksaan Negeri Enrekang," kata Hakim dalam amar putusanya

Selain putusan penjara, terdakwa juga dikenakam denda sebesar Rp200 juta, subsidaer 6 bulan kurungan,.
Serta  dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp927.878.256,65, subsidaer 3 tahun kurungan.

Terdakwa mengajukan kasasi karena menolak putusan pengadilan sebelumnya.
Dimana dalam putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Makassar divonis tiga tahun.

Karena hukuman itu dianggap memberatkan, terdakwa  mengajukan banding. Namun putusan Pengadilan  Pengadilan Tinggi Makassar justru menjadi  lima tahun penjara.
Dimana pembangunan rumah sakit tersebut menggunakan anggaran sebesar Rp 4.738.000.000, yang bersumber dari APBD (DAK) 2015.

Proyek tersebut dimenangkan oleh PT Haka Utama sesuai kontrak , dengan nilai Kontrak sebesar Rp 4.566.800.000.

Pekerjaan pembangunan RS Pratama yang dituangkan dalam Akte Notaris Fatmi Nuryanti, SH dengan Nomor 08 tanggal 09 November 2015, terdapat pemberian fee sekitar Rp80.000.000 dari Direksi PT Haka Utama.

Fee itu diberikan kepada pelaksana proyek, sebagai tanda terima kasih pinjam pakai perusahaan.
Namun dalam pekerjaannya Direksi PT Haka Pratama melakukan penggantian personel inti,.
Serta peralatan yang ditawarkan sebelumnya, tanpa sepengetahuan dan persetujuan PPK, PPTK maupun Konsultan Pengawas.

Sehingga pengerjaan proyek tersebut diduga mengalami keterlambatan.
Akibatnya, terjadi penambahan waktu pekerjaan selama 56 hari kalender, dan mendapat denda keterlambatan sebesar Rp255.740.800.

Sementara dalam pelaksanaan pekerjaan, ditemukan beberapa alat yang tidak digunakan sesuai analisa penggunaan alat, kendati alat tersebut tetap dibayarkan. Seperti, Whell Loader, Dump Truck dan Stamper. 

Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan Ahli BPKP Perwakilan Provinsi Sulsel diperoleh hasil Perhitungan Kerugian Negara sebesar Rp1.077.878.252, 65. (*)
 

Langganan Berita Pilihan 
tribun-timur.com di Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur

Subscribe YouTube Tribun Timur

Jangan Lupa Follow IG @tribuntimurdotcom

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved