ALARM Tolak Rencana Penggusuran Tempat Tinggal Ali Amin
ALARM menolak rencana penggusuran terhadap tempat yang ditinggali Ali Amin (51) di taman patung kuda Fort Rotterdam, Makassar.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Aliansi Rakyat dan Mahasiswa (ALARM) menolak rencana penggusuran terhadap tempat yang ditinggali Ali Amin (51) di taman patung kuda Fort Rotterdam, Makassar, Sulsel
Sikap penolakan dari sejumlah organisasi pergerakan yang tergabung dalam ALARM itu, dilandasi dari sisi kemanusiaan.
Pasalnya, Ali Amin yang 24 tahun terakhir mendedikasikan dirinya untuk menjadi menjaga dan merawat taman yang berlokasi di sisi kiri benteng peninggalan kerjaan Gowa -Tallo itu.
Baca: Beda Pilihan di Pilpres, Lihat Detik-detik Sandiaga Uno Berlutut Depan Jusuf Kalla, Baru Terjadi
Baca: Hasil Survei Elektabilitas Terbaru, PoliticaWave Rilis Prabowo-Sandiaga Ungguli Jokowi-Maruf
Baca: Diduga Sebar Kampanye Jika Jokowi Terpilih, Tak Ada Lagi Azan, Tiga Emak-emak Resmi Jadi Tersangka
Kesediaan ayah lima anak itu juga tampa sebab. Namanya dimandatir dalam selembar surat tugas yang diterbitkan Gabungan Pengusaha Indonesia (Gapensi) Sulsel tertanggal 15 April 1995.
Awal bekerja sebagai perawat taman, Aliamin mendapat upah sekitar Rp 70-100 ribu per bulan dari Gapensi. Namun, pada tahun 1997 terjadi krisis, Gapensi pun tidak sanggup lagi memberi upah.
Namun pada tahun 1997 terjadi krisis, keuangan Gapensi ikut mendapat imbas. Drs A M Mochtar selaku sekretaris kala itu, pun meminta kepada Ali Amin agar membuka usaha warung kedai kopi di area taman agar tetap bisa membiayai taman dan dapat bertahan hidup.
Pada tahun 1999 Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel melakukan pengukuran lokasi situs tampa berkomunikasi dengan Ali Amin selaku pengelola taman.
Hingga pada tahun 2010 terbit Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas nama balai, tetap juga Aliamin tidak diajak komunikasi.
Hal itu oleh ALARM dianggap sewenang-wenang. "Paling tidak untuk memperjelas posisi Aliamin setelah terbitnya sertifikat," kata Presiden Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia, Mukhtar Guntur Kilat saat menggelar konferensi pers.
Secara hukum, menurut Mukhtar Guntur, penguasaan Aliamin yang menjaga kelestarian dan keberlanjutan Cagar Budaya Benteng Rotterdam secara konsisten adalah sah dan bukanlah perbuatan melawan hukum.
"Apalagi penguasaan tersebut dilakukan jauh sebelum terbitnya SHP tahun 2010. Penguasa fisik (bezitter) haruslah dilindungi oleh hukum, tidak seorangpun yang dapat melakukan eksekusi pengosongan lahan tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht)," ujarnya.
Melalui penguasaan selama puluhan tahun, menurut Mukhtar Guntur, maka timbullah seperangkat hak Aliamin sebagai warga negara.
"antara lain, hak atas pekerjaan termasuk mencari nafkah, hak atas pendidikan terhadap lima orang anak Aliamin, hak atas tempat tinggal dan perumahan, hak atas keberlanjutan keluarga, dan hak atas kehidupan yang layak," tegas Mukhtar Guntur.
Secara aktual, lanjutnya, yang dilakukan Aliamin merupakan wujud penikmatan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 15 Ayat (1) huruf a UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya.
Seperangkat hak tersebut merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dihormati dan dilindungi oleh negara.