Mahasiswa UMI dan Polsek Lau Beri Bantuan untuk Warga Miskin Bontoa, Maros
Sannari mengaku sangat senang atas bantuan dari polisi dan mahasiswa UMI. Bantuan tersebut akan sangat bermanfaat.
Penulis: Ansar | Editor: Hasrul
TRIBUN MAROS.COM, BONTOA - Mahasiswa Kuliah Kerja Profesi Hukum (KKPH) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, bersama Polsek Lau, Maros meyalurkan bantuan ke warga miskin, Senin (18/2/2019).
Penyaluran bantuan berupa sembako tersebut, berlangsung di Lingkungan Suli-suli, Kelurahan Bontoa, Kecamatan Bontoa.
Kegiatan tersebut dipimpin Wakil Kapolsek Lau, Iptu Ahmad Saraila, bersama Bhabinkamtibmas Bontoa, Aiptu Baharuddin.
Baca: Oknum Pura-pura Miskin Marak, HPPMI Maros: Hatta Rahman Harus Tegas
Baca: Rawan Dikorupsi, Polres Maros Bentuk Satgas Bansos
Ahamd mengatakan, bantuan tersebut diberikan kepada Sannari (45), seorang warga miskin yang tinggal sendirian di rumah reotnya.
Sannari sudah puluhan tahun tinggal sendiri, setelah kedua orangtuanya meninggal. Untuk bertahan hidup, Sannari menjadi buruh tani dan mengharap bantuan warga.
"Bantuan yang kami salurkan berupa satu dus mie instan, minyak goreng, telur, susu formula, dan gula pasir. Semoga bantuan ini, dapat meringankan beban Sannari," kata Ahmad.
Baca: Punya Jatah 181 Kuota, BKDD Enrekang Belum Buka Penerimaan P3K
Sannari mengaku sangat senang atas bantuan dari polisi dan mahasiswa UMI. Bantuan tersebut akan sangat bermanfaat.
Dia terpaksa tinggal di rumah reot peninggalan orangtuanya, lantaran tidak ada pilihan lain.
Sannari sebenarnya ingin memperbaiki rumah tersebut. Namun penghasilannya sebagai buruh tani dan tukang cuci, tidak cukup untuk digunakan.
Baca: Mahasiswa Farmasi Universitas Islam Makassar Belajar Meracik Obat di PT Sidomuncul
Setiap musim panen, Sannari ke sawah untuk memungut padi yang masih tersisa. Padi tersebut dipungut lalu dikumpulnya. Setelah terkumpul, benih dipisah dari batang dengan mengunakan kayu.
Untuk memisahkan padi dari batangnya, Sunarti memukulnya dengan keras. Setelah terpisah, padi tersebut dijemur untuk dipabrik jadi beras.
Puluhan tahun terakhir, Sannari mengandalkan hasil pungut sisa padi dan balas kasihan dari warga setempat. Jika persediaan beras habis, Sunnari kadang tidak makan.
Baca: TRIBUNWIKI: Sejarah Bank Sulselbar, dan Lokasi Kantor serta ATM-nya di Makassar
Sannari tidak memiliki pengasilan tetap. Jika ada orderan mencuci, upahnya hanya kisaran Rp 15 ribu. Upah tersebut digunakan membeli garam. Hampir setiap kali makan, garam tersebut dijadikan lauk.
Meski mengalami hidup yang miris, namun Sannari tidak pernah tersentuh bantuan dari pemerintah. Sunarti bertahan hidup dari bantuan keluarga dan tetangga.
Selama orangtuanya meninggal, ia terpaksa bertahan hidup sendirian dan serba kekuargan.
Baca: Babinsa Polmas Pengajar Anak Pedalaman Putus Sekolah Dapat Motor