Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur, Mengungkap Jika Matahari Tak Selalu Terbit di Timur
Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur, Mengungkap Matahari yang Tak Selalu Terbit di Timur.Matahari hanya terbit benar-benar di titik timur dalam dua
TRIBUN-TIMUR.COM - Candi Borobudur menjadi satu destinasi yang wajib dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara.
Tercatat ada 200 ribu wisatawan mengunjungi candi Budha saat libur lebaran tahun 2018 lalu.
Banyak misteri yang tidak semua orang awam ketahui tentang candi yang ditargetkan akan dikunjungi 2 juta orang di 2019 ini.
Baca: Mucikari Tawarkan Vanessa Angel & Avriellia Shaqqila Lewat Instagram, Si Pengusaha Bayar Dulu 30%
Baca: Pembina Kabupaten Sehat Luwu Utara: Swasti Saba Kategori Wistara Harus Dipertahankan
Baca: Updating Bursa Transfer: Persija Sudah Dapat Pemain Asing, Persib, PSM, Persebaya, Borneo Masih Nego
Baca: Dosen UIN Nilai Ilham Arief Sirajuddin Masih Tokoh Politik Berpengaruh
Baca: TRIBUNWIKI: Enam Tempat Laundry di Jl Sultan Alauddin Kota Makassar
Baca: Incar 4 Kursi, Intip Daftar Caleg PDIP Luwu Utara
Baca: 4 Kalimat Klarifikasi Diucapkan Vanessa Angel Sebelum Meninggalkan Polda Jatim
Baca: Ramai Pengunjung, Pohon Tumbang Masuk Kolam Permandian Eremerasa Tumbang
Baca: BSA Land Bukukan 25 Unit Selama Pameran di MP dan TSM
Baca: 2018, 330 Unit Rumah di Royal Sentraland Terjual Senilai Rp 310 M
Salah satunya yang menarik adalah misteri jam raksasa candi Borobudur.
Borobudur bermula pada sekitar tahun 750 Masehi, ketika seorang arsitek bernama Gunadarma berdiri di sebuah gunung di Kerajaan Syailendra.
Di hadapannya tampak sebuah danau dikelilingi tujuh gunung. Di tengah danau berdiri sebuah bukit.
Dari danau itu mengalir sungai, berkelok-kelok. Sebuah pemandangan yang luar biasa indah.
Sayangnya, dua dari tujuh gunung yang mengelilingi termasuk gunung aktif. Itulah Gunung Merbabu dan Gunung Merapi.
Alam Kerajaan Syailendra subur dan indah, tapi rawan bencana.
Begitu pula Gunadarma yang taat beragama Budha. Gunadarma mungkin juga berharap kerajaannya selamat dari bencana.
Dia memikirkan sebuah cara. Bagaimana jika di tengah danau itu dibangun sebuah tempat ibadat?
Supaya Tuhan melindungi manusia dari bencana.
Gunadarma merancang tempat ibadat berbentuk bunga teratai.

Bunga teratai raksasa yang mekar di tengah danau dan dikelilingi tujuh gunung. Raja Syailendra mendukung pembangunan tempat ibadat itu.
Tempat ibadat itu dibangun selama 92 tahun.