Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gempa Palu Donggala

Kisah Perjuangan Warga Balaroa Palu yang Selamat dari Gempa dan Terjangan Lumpur

warga asli Lapanyanya, Kota Parepare ini mengatakan, saat gempa terjadi, dirinya sedang duduk di teras rumahnya berbincang dengan tetangganya

Penulis: Mulyadi | Editor: Anita Kusuma Wardana
Ridawati bersama anaknya, Adelia, korban gempat dan lumpur Balaroa Palu 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Mulyadi

TRIBUN-TIMUR.COM, PAREPARE-Mencekam, menakutkan dan menyisakan traumatis. Begitulah suasana hati, Ridawati, warga jalan Bayam, Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu.

Perempuan 42 tahun ini menceritakan perjuangan bersama anaknya lolos dari amukan lumpur dan gempa yang menerjang Kota Palu pada Magrib Jumat (28/9/2018) lalu.

Saat ditemui di RSUD Andi Makassau, warga asli Lapanyanya, Kota Parepare ini mengatakan, saat gempa terjadi, dirinya sedang duduk di teras rumahnya berbincang dengan tetangganya

" Saat terjadi gempa, saya langsung terpontang panting dari tembok satu ke tembok lain. Guncangan dibarengi dengan bergelombangnya tanah dan naiknya lumpur membuat saya tidak bisa berbuat apa-apa,"ungkapnya saat di temui di rumah sakit.

Ia mengatakan, dirinya selamat saat putrinya yang duduk di bangku kelas tiga SMA merangkulnya bersama dengan pondasi. "Saat saya terus terbentur dari tembok yang satu dengan tembok yang lain di lorong, anak saya, Adelia memeluk saya sambil memegang pondasi yang ada didepan rumah dalam,"ungkapnya .

Kala terjadi gempa, Ridawati hanya berdua anaknya di rumah sedangkan suaminya belum pulang kerja. "Seandainya tidak anak saya, tidak tahu bagaimana nasib saya. Anak saya selama gempa terjadi hampir dua menit itu, memeluk dan menjepit saya bersama pondasi,"ungkapnya.

Pasca gempa dasyat itu, Ridawati mengaku bertahan di tanah lapang bersama anaknya."Satu malam dengan kondisi masih terus terjadi gempa, saya bersama anak dan beberapa tetangga bertahan di tanah lapang,"ceritanya.

Hari kedua yakni pada Sabtu pagi, dirinya bersama tetangga dan anaknya mengungsi ke dataran lebih tinggi. "Kami mengungsi pada hari kedua. Kami pindah ke tempat yang lebih tinggi, kebetulan ada mobil tetangga yang kita gunakan,"ujarnya.

"Selama dua hari, dua malam di pengungsian kami makan nasi mentah dan air hujan untuk bertahan. Selama di pengungsian ini tak ada bantuan. Kami ketemu tentara, dia bilang silahkan ambil saja di minimarket daripada mati kelaparan,"ceritanya lagi.

Bertahan selama dua hari dua malam, akhirnya Rida bersama anaknya bisa bertemu dengan suaminya Saharuna. Ketiganya dibawah ke Parepare setelah kakak Ridawati yang sedang berada Mamuju datang menjemputnya di Palu.

Ia pun mengaku hingga saat ini masih sangat trauma dan tidak punya keinginan lagi kembali ke Palu. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved