7-Day Reverse Repo Rate Tetap 5,25 Persen, Akademisi Unhas: Bank Indonesia Terkesan Pasrah
Menurutnya, ada tiga pilihan yang dilakukan BI di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Mahyuddin
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Ali
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Akademisi Fakultas Ekonomi (FE) Unhas Syarkawi Rauf merespon langkah Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 5,25 persen.
Saat dihubungi, Kamis (19/7/2018) mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Pusat itu menilai, BI terkesan pasrah.
"Kita lihat pergerakan kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Kamis (19/7/2018) ditutup melemah ke posisi Rp 14.442 per Dolar AS. Pelemahan ini mengkhawatirkan, saya lihat BI terkesan pasrah dan wait and see," katanya.
Menurutnya, ada tiga pilihan yang dilakukan BI di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Baca: Bank Indonesia Tetapkan 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 5,25 Persen
"BI bisa menaikkan suku bunga acuan, memperluas intervensi ke pasar berjangka atau forward valuta asing (valas), dan penerapan kontrol devisa dengan mematok nilai tukar pada kisaran tertentu, sehingga Dolar tidak bisa dipakai sebagai instrumen untuk spekulasi," katanya.
Pertanyaan yang mucul, kenapa BI pada akhirnya memutuskan menunda, dan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 5,25%?
Keputusan BI tentunya dengan beberapa pertimbangan. Seperti inflasi yang meningkat, the Fed diprakirakan akan melanjutkan kenaikan Fed Fund Rate (FFR), perang dagang AS dan Tiongkok yang berlanjut, hingga kondisi ekonomi AS yang membaik.
"Hal ini membuat investor yang selama ini menempatkan uangnya di Indonesia, sekarang balik kandang ke AS atau pelarian modal. Nah selayaknya, ini dibalas dengan menaikkan suku bunga Dolar di Indonesia, tujuannya agar tetap bertahan," katanya.
Berarti, BI menggunakan intervensi lainnya.
"Salah satunya menggunakan cadangan Dolar yang kita punya. Ini agar nilai tukar kita tidak semakin lemah. Namun kita juga harus menjaga cadangan Dolar, karena jangan sampai mengurangi kemampuan membiayai impor," katanya. (*)