Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Opini Syarifuddin Jurdi: Mengenang Ishak Ngeljaratan

Penulis adalah dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar (non-aktif).

Editor: Jumadi Mappanganro
Ishak Ngeljaratan (kiri) dan penulis saat diskusi di Kantor Tribun Timur, Senin (24/3/2014). 

Oleh: Syarifuddin Jurdi
Dosen UIN Alauddin Makassar (non-aktif)

Ketika pagi hari Senin tanggal 16 Juli 2018 mendengar kabar bahwa orangtua, guru dan kolega di Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Sulawesi Selatan Ishak Ngeljaratan meninggal dunia, sebagian merasa terkejut.

Sebab dua hari sebelumnya, tulisan kolomnya di salah satu harian lokal masih muncul. Banyak yang merasa kehilangan atas yang wafatnya Pak Ishak Ngeljaratan (IN) bagi saya sama ketika mendengar kabar meninggalnya guru, orangtua dan teman diskusi saya selama di Yogyakarta yakni Prof Dr Dawam Rahardjo beberapa bulan lalu.

Kadang-kadang IN menurut pengakuannya kalau saya tidak hadir dalam diskusi FPK terasa ada yang hilang, ia mengatakan “Anda ini langka, karena Anda memiliki catatan yang lengkap mengenai materi yang didiskusikan”.

Untuk mengenang almarhum, saya akan melihat dari sisi gagasan yang selalu menjadi spirit bagi banyak kalangan, karena IN sangat kritis terhadap masalah dan dinamika yang dihadapi oleh bangsa dan negara, khususnya dari sisi kebudayaan dan sisi kemanusiaan.

Gagasan Sosial
Ide IN memiliki keunikan yang melampaui wilayah primordial dan ideologinya. IN termasuk sosok yang bisa dengan mudah mengakui nilai-nilai kebenaran dari agama yang berbeda dengan keyakinannya.

Dalam catatan saya selama bergaul denganya, khususnya sejak tahun 2013 ketika saya menjadi pengurus FPK dan menggantikan posisi beliau sebagai Wakil Ketua dan IN cukup menjadi anggota pengurus, sangat terbuka dan kritis.

Baca juga: Opini Aswar Hasan: Kolom Kosong Rasa Petahana

Baca juga: OPINI: Problematika Tata Ruang Usai Pilwali Makassar

Secara pribadi sebenarnya saya telah mengenalnya sejak masa perkuliahan dahulu sekitar tahun 1990-an.

Ide yang selalu digaungkan oleh IN merupakan perpaduan antara nilai-nilai luhur agama dan budaya masyarakat, setidaknya ada beberapa gagasan IN yang perlu menjadi perhatian.

Pertama,konsep mengenai kehidupan. IN menyebut bahwa relasi sesama yang perlu di konstruksi untuk menciptakan tata kehidupan sosial yang beradab dimulai dengan sikap saling menghargai dan menghormati.

Menurut IN konsep hidup bersama itu keliru, bukan saja keliru, tapi salah, menurutnya yang tepat adalah hidup bersesama. Alasannya perbedaan suatu keniscayaan, tidak bisa dipaksakan untuk menjadi satu.

Kedua, manusia diciptakan Tuhan untuk berbeda, tidak ada satupun manusia yang identik dan sama.

Ishak Ngeljaratan (82)bersama keluarga.
Ishak Ngeljaratan (82)bersama keluarga. (FACEBOOK/Alub Buarlele)

Dimensi perbedaan ini menjadi fokus perhatian IN selama hidupnya, ia menyaksikan begitu banyak konflik dan kekerasan yang dihasilkan dari pemahaman dan pengamalan nilai-nilai sosial, agama dan budaya masyarakat yang berbeda.

Menurutnya perbedaan suatu keniscayaan. Dengan adanya perbedaan itu, maka manusia bisa menciptakan kehidupan yang dinamis untuk mencapai kemajuan.

Budaya yang berbeda serta keyakinan agama masing-masing individu yang beragam harus menopang kehidupan demokrasi yang beradab, bukan menghambat lajunya demokrasi dan kesejahteraan rakyat.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved