Usai Beri Hukuman Berat Para Eks Pejabat dan Jenderal, Dia Pilih Pulang Kampung dan Ternak Kambing
"Seperti saya katakan tadi, nanti baca di buku saya ini, ada gambar saya dengan kambing, bergaul dengan kambing," katanya.
TRIBUN-TIMUR.COM - Hakim agung yang menjadi momok menakutkan bagi para koruptor, Artidjo Alkostar (70) pensiun terhitung sejak Selasa (22/5/2018), setelah mengabdi 18 tahun.
Namun, semangatnya tak kendur di usia senja dan berencana beternak kampung, menjadi pengajar S-2 hingga mengelola kafe di kampung halaman.
Hal itu disampaikan Artidjo saat berbagi cerita rencana hidupnya pasca-pensiun kepada wartawan di ruang media center Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Artidjo mengatakan dirinya akan melakoni kegiatan lamanya memelihara kambing di tanah kelahirannya, Situbondo, Jawa Timur.
"Jadi saya akan pulang kampung memelihara kambing. Tidak mau muluk-muluk saya. Pulang kampung (pelihara kambing)," ujar Artidjo.
Artidjo memastikan tak kembali lagi ke habitat lamanya sebagai advokat karena lebih menginginkan menghabiskan hari tua sebagai orang desa.
"Seperti saya katakan tadi, nanti baca di buku saya ini, ada gambar saya dengan kambing, bergaul dengan kambing," kata Artidjo seraya menunjukkan sebuah buku berjudul 'Artidjo Alkostar: Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan'.
Pria yang telah mengabdi selama 18 tahun sebagai hakim agung ini mengatakan akan mengisi masa pensiunnya dengan mengajar S2 di Fakultas Hukum UII Yogyakarta dan mengelola tiga cafe di kampung halaman orangtuanya di Sumenep, Jatim.
"Di Jogya dimana saya mengajar S2. Saya sudah punya kafe semacam warung, Madurama Caffe di Sumenep. Karena orang tua saya dari Sumenep saya sering di sana. Nantinya saya akan tinggal di tiga titik itu," terang pria kelahiran 22 Mei 1948 itu.

Artidjo yang duduk di kursi dengan badan mulai membungkuk itu terlihat beberapa kali batuk dan menggunakan inhaler putih ke hidungnya.
Namun, dia tetap semangat melayani satu per satu pertanyaan dari para wartawan.
Selain itu, Artidjo juga mengaku mempunyai usaha rumah makan yang dikelola oleh dua keponakannya, Adi Sutan dan Aknandari Malisi Adiar.
Usaha rumah makan itu tersebar di Situbondo, Yogyakarta, Malang, dan Surabaya.
Dalam bukunya yang berjudul, 'Artidjo Alkostar: Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan", Artidjo menyampaikan alasannya membuka usaha rumah makan.
Yakni, ia punya cita-cita untuk mengembangkan bisnis kuliner tanah air seperti pengalamannya saat mengunjungi sejumlah kota besar di dunia.