Waspada Update Status di FB !!!!
Persoalan diksi katanya bisa menimbulkan multi interprestasi yang beragam.
Penulis: Ilham Arsyam | Editor: Ina Maharani
Makassar, Tribun-timur.com -- Budayawan UNM Ahyar Anwar mengatakan kasus yang menimpa
salah guru di Pangkep yang dipolisikan gara-gara diduga menghina bupati
di media sosial bisa menjadi pelajaran kepada masyarakat untuk lebih
hati-hati dalam menggunakan diksi dalam mengeritik sesuatu termasuk di
dunia maya.
Sebab menurutnya undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE) mengatur tentang adanya ancaman bagi kasus pencermaran nama baik. Persoalan diksi katanya bisa menimbulkan multi interprestasi yang beragam.
Namun meski demikian menurutnya, sebelum menahan guru tersebut pihak aparat hukum seharusnya lebih dahulu menempuh mekanisme atau proses seperti meminta pendapat pakar linguistik. "Seharusnya dilihat dulu konteksnya apakah makna tulisan tersebut memang berbau menghina atau mencemarkan nama baik, makanya harus ada rekomendasi dari pakar," ujar Ketua Jurusan Bahasa Indonesia UNM.
Ahyar menambahkan, apa yang diungkapkan masyarakat di media sosial pada prinsipnya adalah kebenaran psikis bukan kebenaran umum. "Biasanya apa yang dikatakan warga melalui status di dunia maya adalah ekspresi spontan, "katanya.
Apalagi menurutnya jika yang dikritik itu adalah pejabat publik seperti kepala daerah, maka harus ditanggapi secara bijak bukan malah mempidanakan warga sendiri. "Jika perlu ditanggapi, ya ditanggapi melalui ruang yang sama. Buktikan jika memang apa yang dikatakan orang itu salah," katanya.
Sebab menurutnya undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE) mengatur tentang adanya ancaman bagi kasus pencermaran nama baik. Persoalan diksi katanya bisa menimbulkan multi interprestasi yang beragam.
Namun meski demikian menurutnya, sebelum menahan guru tersebut pihak aparat hukum seharusnya lebih dahulu menempuh mekanisme atau proses seperti meminta pendapat pakar linguistik. "Seharusnya dilihat dulu konteksnya apakah makna tulisan tersebut memang berbau menghina atau mencemarkan nama baik, makanya harus ada rekomendasi dari pakar," ujar Ketua Jurusan Bahasa Indonesia UNM.
Ahyar menambahkan, apa yang diungkapkan masyarakat di media sosial pada prinsipnya adalah kebenaran psikis bukan kebenaran umum. "Biasanya apa yang dikatakan warga melalui status di dunia maya adalah ekspresi spontan, "katanya.
Apalagi menurutnya jika yang dikritik itu adalah pejabat publik seperti kepala daerah, maka harus ditanggapi secara bijak bukan malah mempidanakan warga sendiri. "Jika perlu ditanggapi, ya ditanggapi melalui ruang yang sama. Buktikan jika memang apa yang dikatakan orang itu salah," katanya.
Berita Terkait