Opini
Tikus Kota
Upaya memberantasnya sudah sejak lama digaungkan agar tidak semakin mewabah. Namun ironisnya, hal ini justru lebih ganas dari yang kita duga.
Nurlira Goncing: Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sulsel
KONON katanya, Negara kita tercinta Republik Indonesia sedang dilanda wabah yang kian hari kian menjamur.
Wabah ini membuat tikus-tikus banyak merajalela, bahkan hampir sulit dibedakan asal usulnya. Wabah krisis ekonomi, krisis akhlak, dan perilaku yang merugikan negara serta rakyat Indonesia.
Upaya memberantasnya sudah sejak lama digaungkan agar tidak semakin mewabah.
Namun ironisnya, hal ini justru lebih ganas dari yang kita duga.
Pemerintah yang menjadi teladan bagi konstituennya, lembaga independen yang disegani oleh fans beratnya, jabatan yang di agung-agungkan, kesemuanya sangat rentan menghasilkan pelaku ‘mencit’ yang akan semakin merusak tatanan Negeri ini, serta membungkam hukum yang ada.
Pihak berwenang selalu melakukan upaya penangkapan terhadap ‘penjarah berdasi’ yang senang bersembunyi dibalik indahnya paras, megahnya bangunan, wajah polos tak berdosa, yang kusebut mereka sebagai ‘Tikus Kota’.
Perilaku mereka tidak selayaknya ditiru karena merupakan perbuatan dosa besar, penghancur hidup paling cepat jika kedapatan.
Malunya bisa sampai dirasakan oleh anak cucu bahkan bisa memiskinkan tuannya.
Mereka ingin semuanya menjadi uang. Bahkan kalau bisa, kotorannya sendiri pun disulap menjadi uang. Segala aspek dibungkam dengan uang.
Betapa kuatnya pengaruh uang ini, sehingga membuat orang menjadi gelap mata, hatinya mati dan mengalami distorsi pikiran yang kuat.
Masalah ini hanyalah sebagian kecil dari banyaknya tindak penyalahgunaan kekuasaan.
Dampaknya sangat merusak tatanan kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara.
Adanya praktik yang dilakukan oleh tikus kota ini terstruktur ditengah masyarakat.
Dilakukan oleh bawahan dan rakyat biasa yang dipimpin oleh ‘tikus kota’ (pejabat).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.