Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Optimalisasi Pasar Afrika

Sontak saja, pidato tersebut menuai ragam reaksi dari netizen di tanah air. Ini bisa dikonfirmasi dari berbagai platform media sosial.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Ilyas Alimuddin Mahasiswa Doktoral Ilmu Ekonomi Unhas 

Oleh: Ilyas Alimuddin

Mahasiswa Doktoral Ilmu Ekonomi Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - WAKIL presiden Gibran Rakabuming Raka menyampaikan pidato penting dalam Indonesia-Africa CEO forum di Johannesburg, Afrika Selatan, Jumat (12/11/2025).

Dalam forum itu, Gibran menegaskan komitmen Indonesia memperkuat hubungan ekonomi, investasi, dan kerja sama strategis dengan Afrika Selatan (Kompas,22/11/2025).

Sontak saja, pidato tersebut menuai ragam reaksi dari netizen di tanah air. Ini bisa dikonfirmasi dari berbagai platform media sosial.

Caption unggahan, emoticon maupun komentar sangat jelas terlihat dimana keberpihakan netizen.

Bagi pendukung, pidato ini menjadi jawaban sekaligus pembuktian atas kemampuan Wapres yang selama banyak yang meragukannya.

Bahwa Gibran pun mampu berpidato menggunakan bahasa inggris di forum internasional. Sementara bagi kubu yang berseberangan, pidato itu tidak mengubah sikap dan penilaian mereka.

Bahwa pidato dengan membaca teks, bukanlah prestasi yang luar biasa. Tak butuh apresiasi berlebih.

Bahkan anak SD pun bisa melakukan hal yang sama. Terlepas dari itu silang pendapat itu, sebagai akademisi, penulis ingin mengurai substansi dari pertemuan tersebut.

Standing position harus jelas dan tegas: tidak memihak kepada salah satu kubu. Analisanya diurai dengan tuntutan dan tuntunan akal sehat (common sense).

Mengutamakan rasionalitas dibanding emosionalitas. Berpijak pada etika akademik: mengapresiasi jika kebijakan (policy) itu benar dan sebaliknya mengkritisi jika kebijakan itu salah atau keliru.

Serta uraiannya mestilah proporsional tanpa tendensi kepentingan (vested interest), kecuali satu hal berpihak pada bahasa kebenaran.

Komitmen untuk memperkuat hubungan ekonomi investasi, dan kerja sama strategis dengan Afrika Selatan secara khusus dan negara-negara Afrika secara umum adalah sebuah langkah yang sangat tepat dan strategis.

Afrika adalah pangsa pasar potensial yang selama ini masih kurang dimanfaatkan oleh republik ini. Karena itu langkah pemerintah saat ini mesti diapresiasi.

Lambannnya penetrasi pasar ke Afrika selama ini dikarenakan mispersepsi terhadap benua hitam tersebut.

Sebagaimana digambarkan dengan sangat baik oleh Doris dan John Naisbitt yang berjudul Mastering Megatrends: Understanding and Leveraging the Evolving New Word.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa: “siapa pun yang selama ini memperhatikan perkembangan Afrika tentu telah mengamati proses kebangkitannya.

Sayangnya, seperti halnya Tiongkok, berita buruk terhadap Afrika jauh lebih cepat sampai ke media global dibanding berita buruknya, kendati berita buruk tentang Sahara Utara Afrika akan tetap ada untuk jangka waktu lama”.

Afrika identik dengan potret muram kemiskinan, kelaparan, kesedihan, kekerasan, konflik berdarah serta stereotype negatif lainnya.

Padahal dari 54 negara berdaulat di Afrika, sudah banyak negara dengan wajah yang mereflesikan kekayaan, kepercayaan diri, prospek nan cerah.

Sebutlah negara Afrika Selatan yang menjadi tuan rumah konferensi saat ini. Afrika Selatan adalah negara dengan ekonomi terbesar di Afrika saat ini.

Selain itu Afrika Selatan, pasar yang bisa digarap adalah pasar di negara Nigeria (negara dengan jumlah penduduk terbanyak 

di Afrika), Botswana (keajaiban negara Afrika), termasuk pula negara-negara muslim seperti Mesir, Maroko, Tunisia dan lainnya.

Pilihan pasar Afrika adalah langkah yang tepat, buktinya China termasuk pula banyak negara dari Eropa yang telah berinvestasi jutaan dollar di Afrika.

Alasannya jelas: pasar Afrika sangat potensial. Mencari pasar baru adalah langkah yang bijak.

Sehingga ketika pasar yang lama mengalami distorsi maka masih ada pilihan-pilihan pasar baru lainnya.

Secara sosiologis-historis, Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan negara-negara Afrika.

Sebagai sesama negara yang pernah mengalami kelamnya kolonialisme, ini menjadi penguat rasa senasib-sepenanggungan untuk saling bekerja sama memajukan bangsa masing-masing.

Semangat ini pula yang melandasi penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955.

KAA adalah wujud nyata dari realisasi gagasan tentang solidaritas negara Asia-Afrika melawan kolonialisme dan imperealisme.

KAA menghasilkan keputusan yang dikenal dengan Dasasila Bandung. Butir kesembilan dari Dasasila Bandung tersebut menyatakan: “Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama”.

Karena itu kerja sama dagang dengan negara-negara Afrika saat ini, bisa dimaknai sebagai upaya menghidupkan kembali semangat KAA.

Solidaritas untuk menandingi negara yang ingin memaksakan hegemoni ekonominya.

Langkah berikutnya untuk memanfaatkan pasar Afrika adalah melakukan pembenahan perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri.

Atase perdagangan dan Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC) menjadi garda terdepan untuk mempromosikan produk Indonesia di luar negeri sekaligus melakukan studi intelejen pasar (market intelligence study) yang membuat pemetaan permintaan dan daya saing produk-produk Indonesia di luar negeri.

Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan peningkatan kualitas ekspor.

Komoditas ekspor unggulan yang masih didominasi oleh barang mentah seperti kelapa sawit, karet, coklat, dan lainnya, harus dikoreksi.

Barang-barang mentah tersebut harus diolah dengan sentuhan teknologi barulah kemudian diekspor.

Ide ini bukanlah ide baru. Namun karena gagasan ini belum sepenuhnya direalisasikan, maka penting kirannya untuk selalu diingatkan agar bisa menjadi kenyataan.

Termasuk pula kesepakatan bebas visa antara Indonesia-Afrika Selatan yang telah disepakati adalah langkah yang sangat tepat.

Kebijakan ini nantinya akan meningkatkan kunjungan wisatawan dari Afrika Selatan ke Indonesia, sehingga akan meningkatkan pendapatan di tanah air.

Sebagai penutup: bila dalam ilmu pengetahuan dikenalkan pepatah: Tuntutlah Ilmu Sampai Ke Negeri China, maka bisalah dalam ekonomi dibuat pepatah baru dengan gubahan sedikit redaksi: “ Carilah Uang Sampai Ke Benua Afrika”.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved