Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kampus Unggulan Terpusat di Jawa, tapi SDM di Daerah Kaya Nikel dan Gas Tertinggal

PRIMA-PT Indonesia menawarkan mekanisme sederhana namun revolusioner. Rektor kampus unggulan

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
PENULIS OPINI - WR II UMI, Prof Dr Zakir Sabara H Wata ST MT IPM ASEAN Eng. Dia menjelaskan program PRIMA-PT, rektor di kampus unggulan diberi amanah turut memimpin di kampus kecil. 
Ringkasan Berita:PRIMA-PT, strategi lompatan untuk mengatasi ketimpangan mutu pendidikan tinggi, yang selama ini terpusat di Jawa, dengan cara memobilisasi pemimpin akademik unggul dari kampus besar ke perguruan tinggi di wilayah tengah dan timur Indonesia
 
Tujuannya mentransfer budaya disiplin, sistem riset, dan kepemimpinan teruji selama 3-5 tahun sebagai mesin transformasi institusi, bukan sekadar intervensi dana, sehingga wilayah dengan cadangan SDM besar tidak terperangkap dalam kutukan sumber daya.

 

Prof. Dr. Ir. Zakir Sabara HW., ST., MT., IPM., ASEAN Eng., APEC Eng.

Wakil Rektor II Universitas Muslim Indonesia (UMI)

BAYANGKAN seorang rektor dari kampus unggulan di Indonesia memimpin universitas kecil di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku atau Papua.

Bukan sekadar “membina”, tugasnya mentransfer budaya unggul, sistem riset, dan karakter kepemimpinan akademik teruji. 

Satu rektor unggul di kampus kecil mampu mentransfer budaya disiplin, riset, dan tata kelola modern.

Satu dekan berpengalaman bisa mempercepat lahirnya prodi berdaya saing industri.

Gagasan inilah jadi landasan lahirnya PRIMA-PT Indonesia (Program Revolusi Intelektual dan Mobilisasi Akademik Perguruan Tinggi).

Ini sebuah strategi lompatan untuk mengakselerasi pemerataan pendidikan tinggi nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Lebih dari tujuh dekade Indonesia merdeka, peta mutu pendidikan tinggi masih timpang.

Kampus unggulan sebagian besar tetap masih terpusat di Jawa.

Sementara perguruan tinggi di Indonesia Tengah dan Timur, wilayah dengan cadangan nikel, gas alam, dan energi hijau terbesar, tertinggal dari sisi mutu sumber daya manusia.

Fenomena ini mencerminkan kesenjangan ilmu dan kepemimpinan adalah akar ketimpangan ekonomi antarwilayah.

Program seperti Kampus Merdeka dan Kampus Berdampak sudah mulai menjadi fondasi penting.

Namun, keduanya belum menyentuh aspek paling strategis: kepemimpinan akademik sebagai mesin transformasi institusi.

Padahal, kemajuan perguruan tinggi tidak bergantung pada sistem sahaja, melainkan pada daya ubah pemimpin dalam menyalakan visi, integritas, dan semangat kolektif.

PRIMA-PT Indonesia menawarkan mekanisme sederhana namun revolusioner.

Pertama negara menugaskan para pemimpin akademik unggul, rektor, dekan, dan profesor berpengalaman dari PTNBH, kampus besar, maupun lembaga strategis seperti UNHAN, PTIK, SESKO TNI, dan Lemdiklat Polri, untuk memimpin dan mentransformasi kampus berkembang di wilayah tengah dan timur selama 3–5 tahun.

Model ini bukan intervensi administratif, tetapi mobilisasi integritas dan etos kepemimpinan nasional.

Kualitas pendidikan tinggi dapat meningkat pesat bila ada interaksi langsung dan transfer praktik unggul dari pemimpin institusi yang lebih matang.

Satu rektor unggul di kampus kecil mampu mentransfer budaya disiplin, riset, dan tata kelola modern.

Satu dekan berpengalaman bisa mempercepat lahirnya prodi berdaya saing industri.

Satu kepala prodi ahli dapat membimbing riset lokal menjadi inovasi yang bernilai ekonomi.

Indonesia sedang menghadapi dua momentum sejarah sekaligus: bonus demografi dan transformasi energi global. 

Wilayah Indonesia Tengah dan Timur akan menjadi episentrum ekonomi baru dunia: nikel Sulawesi, gas Kalimantan, energi panas bumi NTT, hingga perikanan Maluku.

Namun, tanpa percepatan SDM unggul, wilayah kaya ini berisiko terperangkap dalam resource curse, kaya SDA, miskin inovasi.

PRIMA-PT menawarkan solusi elegan: bukan memindahkan dana, tetapi memindahkan kepemimpinan akademik. Kemajuan suatu bangsa bersumber dari inovasi, kreativitas, dan kepemimpinan manusia.

Bila Indonesia berhasil mengubah kampus di daerah menjadi pusat unggulan berbasis sumber daya lokal, maka hilirisasi SDA tidak hanya berhenti di pabrik, tetapi berlanjut ke hilirisasi kecerdasan bangsa.

Visi Presiden Prabowo tentang kemandirian bangsa sejatinya menuntut strategic decentralization dalam bidang ilmu pengetahuan.

PRIMA-PT menjawabnya dengan menggabungkan tiga prinsip strategis : pertama redistribusi kapasitas akademik nasional, kedua kepemimpinan lintas wilayah, dan terakhir kolaborasi pusat-daerah.

Dalam lima tahun pertama, program ini dapat menargetkan 40 persen perguruan tinggi di Indonesia Tengah dan Timur berakreditasi Unggul, 30 pusat keunggulan lokal (Center of Excellence) berdiri, dan 70 persen lulusan tersertifikasi industri.

Hasilnya, bukan sekadar peningkatan skor akreditasi, tetapi terbentuknya ekosistem akademik baru yang memperkuat daya saing nasional.

Untuk menjamin keberlanjutan, pemerintah cukup membentuk Badan Registrasi Kepemimpinan Perguruan Tinggi Nasional (BRK-PTN) di bawah koordinasi Kemendiktisaintek dan Kemenko PMK.

Badan ini berfungsi sebagai clearing house talenta akademik nasional.

Tugasnya memetakan kebutuhan wilayah dan menugaskan pemimpin dengan skema insentif berbasis kinerja. 

Pendekatan ini sejalan dengan teori Robust Decision Making (Lempert et al., RAND Corporation, 2003): kebijakan harus adaptif terhadap ketidakpastian sosial, politik, dan ekonomi di tiap daerah.

Lebih dari sekadar program akademik, PRIMA-PT Indonesia memulihkan solidaritas kebangsaan berbasis ilmu pengetahuan. 

Dosen dari Jawa Tengah mengabdi di Halmahera, Maluku Utara.

Dekan dari Bandung ikut membangun kampus di Timika, atau ketua progran studi (kaprodi) dari kampus di Makassar jadi pemimpin riset di Flores, Nusa Tenggara Timur. 

Merekalah wajah baru persaudaraan nasional.

Konsep ini menghidupkan kembali semangat Ki Hadjar Dewantara tentang Tut Wuri Handayani, di mana guru dan pemimpin hadir untuk menuntun, bukan menggurui. 

Ia juga memberikan harapan baru bahwa masa depan bangsa tidak ditentukan oleh sumber daya alam, tetapi oleh kemampuan mencetak pemimpin pembelajar.

Jika dijalankan dengan dukungan penuh Presiden, PRIMA-PT Indonesia akan menjadi warisan intelektual besar: menciptakan pemerataan pendidikan tinggi berbasis keadilan wilayah, mempercepat transformasi ekonomi, dan mempersatukan bangsa melalui kepemimpinan akademik.

Sebab revolusi ilmu tidak selalu lahir dari laboratorium tetapi dari pemimpin yang berani berjalan ke tempat yang belum disinari kemajuan.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved