Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

UMI dan Era Kampus Berdampak

Nilai-nilai keislaman, keilmuan, dan kemanusiaan menjadi fondasi utama yang memandu setiap langkah inovasi.

Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
TRIBUN OPINI - Dr. Hardianto Djanggih, S.H., M.H. Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI) 

UMI dan Era Kampus Berdampak: Mewujudkan Perguruan Tinggi Islam Kelas Dunia Berakar, Beradab, dan Berdampak

Penulis: Dr. Hardianto Djanggih, S.H., M.H.

Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI)

Menyongsong Arah Baru Pendidikan Tinggi Indonesia Transformasi pendidikan tinggi di Indonesia tengah memasuki babak baru yang strategis. 

Melalui terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Tahun 2025–2029, negara mengambil langkah progresif dalam memetakan masa depan pendidikan tinggi yang lebih relevan dan berdampak.

Rencana ini tidak hanya membicarakan peningkatan

mutu akademik secara internal, tetapi juga secara eksplisit menuntut adanya kontribusi nyata lembaga pendidikan tinggi terhadap tiga arena utama: 

Transformasi sosial, kemajuan ekonomi, dan ketahanan lingkungan. 

Dengan demikian, era baru pendidikan tinggi tidak lagi mengukur keberhasilan dari jumlah lulusan semata, melainkan dari sejauh mana universitas mampu menghadirkan solusi bagi tantangan bangsa dan kemanusiaan.

Paradigma ini dirangkum dalam konsep “Kampus Berdampak” (Impactful Campus), yang menuntut reposisi peran universitas sebagai aktor pembangunan yang berorientasi pada hasil dan manfaat luas. 

Pendekatan ini menggeser orientasi pendidikan tinggi yang semula bersifat akademis-normatif menjadi lebih aplikatif dan responsif. 

Kampus tidak lagi hanya menjadi pusat produksi ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi lokomotif perubahan yang merajut kolaborasi antara penelitian, inovasi, kebijakan, dan pemberdayaan masyarakat. 

Semangat ini sejalan dengan cita-cita mewujudkan Indonesia Emas 2045, yang menempatkan sumber daya manusia berdaya saing sebagai pilar utama peradaban baru Indonesia di kancah global.

Dalam lanskap kebijakan baru ini, Universitas Muslim Indonesia (UMI) tampil sebagai salah satu ikon kampus Islam modern yang siap mengakselerasi transisi menuju model pendidikan tinggi yang berdampak (impact-driven university). 

UMI tidak hanya berfokus pada capaian-capaian tradisional seperti akreditasi, jumlah publikasi, atau kegiatan akademik semata. 

Lebih dari itu, UMI mentransformasikan dirinya menjadi universitas yang menebar kebermanfaatan lintas sektor: memperkuat ketahanan sosial umat melalui pengembangan kewirausahaan berbasis masjid, meningkatkan daya saing ekonomi melalui kolaborasi riset dengan industri, serta berpartisipasi aktif dalam mitigasi perubahan iklim dan pemberdayaan desa binaan berkelanjutan. 

Nilai-nilai keislaman, keilmuan, dan kemanusiaan menjadi fondasi utama yang memandu setiap langkah inovasi.

Dengan demikian, UMI tidak hanya mengejar predikat sebagai universitas berkelas dunia (world-class university), tetapi juga mengusung identitas sebagai kampus yang berdampak (impactful campus). 

Cita-cita ini sejalan dengan sejarah kelahiran UMI sebagai kampus perjuangan yang lahir dari kesadaran keumatan dan komitmen peradaban. 

Ke depan, tantangan besar yang dihadapi tidak hanya berkaitan dengan globalisasi ilmu pengetahuan, tetapi juga bagaimana universitas mampu memadukan kecanggihan teknologi dengan kearifan lokal dalam bingkai nilai-nilai islami.

UMI percaya bahwa menjadi berkelas dunia bukan sekadar tentang prestasi akademik global, melainkan tentang seberapa besar jejak manfaat yang ditinggalkan bagi umat, bangsa, dan semesta.

Kampus Islam Modern yang Berakar pada Nilai dan Berorientasi Global Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof. Dr. H. Hambali Thalib, S.H., M.H., menegaskan bahwa UMI tidak memposisikan diri sekadar sebagai institusi pendidikan tinggi, tetapi sebagai pusat peradaban yang mensinergikan ilmu dan iman. 

Dalam pandangan beliau, UMI hadir bukan hanya untuk mencetak sarjana berijazah, melainkan untuk menumbuhkan insan ulil albab yang berkarakter, berilmu, dan berkontribusi nyata bagi peradaban. 

Karena itu, transformasi UMI bukan semata- mata proyek administratif, melainkan pembaruan visi yang menempatkan universitas sebagai ruang perjumpaan antara sains, spiritualitas, dan tanggung jawab sosial.

Arah pembaruan ini diwujudkan melalui tiga pilar strategis. 

Pilar pertama adalah keunggulan akademik berbasis Outcome-Based Education (OBE), yang menekankan capaian pembelajaran nyata, relevan, dan terukur, sejalan dengan tuntutan era revolusi industri 5.0. 

Pilar kedua ialah penguatan karakter spiritual dan adab keilmuan, yang bagi UMI bukan sekadar pelengkap, tetapi fondasi moral dalam

membentuk insan akademik yang amanah, beretika, dan berjiwa rahmatan lil ‘alamin. 

Pilar ketiga ialah kontribusi langsung kepada masyarakat dan lingkungan melalui riset aplikatif serta pengabdian berbasis solusi, sehingga universitas tidak hanya memproduksi pengetahuan, tetapi juga peradaban yang lebih adil, makmur, dan berkelanjutan.

Melalui orientasi tersebut, UMI menempatkan dirinya sebagai kampus Islam modern yang tetap berakar kuat pada nilai, namun memiliki cakrawala global. 

Identitas keislaman tidak dipahami sebagai pembatas, melainkan sebagai sumber energi etik dan intelektual untuk bersaing secara bermartabat di tingkat internasional. 

UMI memupuk jejaring global, memperluas kolaborasi penelitian, dan mendorong mobilitas akademik lintas negara—tanpa kehilangan jati diri keumatan. 

Inilah bentuk aktualisasi dari konsep tauhidic university, yakni kampus yang memadukan keunggulan intelektual dan kesalehan sosial.

Dengan landasan ini, UMI siap menjawab mandat Rencana Strategis Pendidikan Tinggi 2025–2029, yang menempatkan perguruan tinggi sebagai katalis dalam kemajuan sosial-ekonomi dan pusat produksi ilmu pengetahuan yang solutif.

Keberhasilan UMI tidak lagi hanya diukur dari jumlah guru besar, publikasi ilmiah, atau akreditasi unggul, tetapi dari sejauh mana universitas mampu melahirkan ilmu yang membebaskan, inovasi yang menyejahterakan, dan lulusan yang menjaga kehormatan ilmu sekaligus memperjuangkan kemaslahatan umat dan bangsa.

Dengan demikian, UMI bergerak maju bukan sebagai kampus biasa, tetapi sebagai institusi yang berdampak, berperadaban, dan bernilai ibadah.

Kurikulum dan Riset yang Relevan dengan Tantangan Zaman

Dalam kerangka Kampus Berdampak, Universitas Muslim Indonesia (UMI) memperkuat implementasi Outcome-Based Education (OBE) sebagai pijakan utama pembelajaran abad ke-21. 

Kurikulum dirancang tidak semata-mata untuk memenuhi standar akademik, tetapi untuk memastikan bahwa setiap lulusan memiliki kompetensi adaptif, inovatif, dan kolaboratif—tiga kemampuan kunci yang dibutuhkan dalam era disrupsi teknologi dan dinamika global. 

OBE diterapkan bukan hanya pada level desain mata kuliah, tetapi juga pada evaluasi pembelajaran, pemetaan capaian lulusan, serta rekonstruksi metode mengajar yang lebih proyek- basis, problem-basis, dan kolaboratif lintas disiplin.

Di bidang riset, UMI menegaskan reposisi peran universitas sebagai produsen solusi, bukan sekadar produsen publikasi. 

Karena itu, arah penelitian tidak berhenti pada indeksasi jurnal, tetapi diarahkan agar memberi manfaat langsung bagi masyarakat, pemerintah, dan sektor industri. 

Fokus riset UMI diselaraskan dengan agenda prioritas nasional dan isu-isu global strategis, seperti pengembangan green technology dan energi terbarukan, digitalisasi dan kecerdasan buatan berbasis etika Islam, kesehatan masyarakat dan ketahanan pangan, ekonomi syariah dan pemberdayaan UMKM, serta pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.

Dengan demikian, riset menjadi instrumen transformasi sosial, ekonomi, dan ekologis, bukan sekadar sarana pemenuhan angka kinerja akademik.

Pendekatan ini sepenuhnya selaras dengan arah kebijakan Rencana Strategis Kemendikbudristek 2025–2029, yang menegaskan misi strategis: 

“Meningkatkan daya saing bangsa melalui ilmu pengetahuan yang berdampak dan berkeadilan.”

UMI menyadari bahwa universitas unggul bukan hanya yang produktif secara ilmiah, tetapi juga yang solutif secara peradaban. 

Oleh karena itu, riset, kurikulum, dan pengabdian ditempatkan dalam satu ekosistem yang saling menguatkan, menjadikan UMI bukan hanya kampus pencetak sarjana, tetapi kampus pencetak perubahan.

RAAT UMI: Akuntabilitas dan Amanah dalam Pengelolaan Pendidikan

Salah satu terobosan kelembagaan yang menjadi ciri khas transformasi UMI adalah penerapan Rencana Anggaran Amanah Tahunan (RAAT), yaitu model

penganggaran kampus yang terintegrasi dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan capaian akreditasi. 

RAAT menandai pergeseran paradigma dari sekadar penyusunan anggaran berbasis kebutuhan administratif menuju sistem pembiayaan berbasis kinerja (performance-based budgeting) yang menuntut kejelasan output dan dampak. 

Dengan demikian, setiap unit kerja di UMI tidak hanya merencanakan program, tetapi juga wajib membuktikan relevansi, urgensi, dan kebermanfaatannya secara terukur bagi institusi dan masyarakat. 

Lebih jauh, RAAT dirancang bukan hanya sebagai instrumen teknokratis, tetapi sebagai instrumen moral dan amanah kelembagaan.

Melalui RAAT, UMI menegaskan bahwa setiap rupiah yang dikelola kampus adalah titipan publik dan

umat, sehingga harus dikembalikan dalam bentuk peningkatan mutu akademik, penguatan SDM, riset yang solutif, dan program pemberdayaan sosial. 

Inovasi ini memperlihatkan bahwa tata kelola keuangan di perguruan tinggi tidak hanya berada pada ranah efisiensi administratif, tetapi juga pada ranah etika dan pertanggungjawaban spiritual. 

Dengan RAAT, pengelolaan keuangan kampus diposisikan sebagai bagian dari ibadah, amanah, dan kontribusi peradaban.

RAAT sekaligus menjadi bukti konkret implementasi Good University Governance dan konsep impact budgeting yang kini menjadi fokus kebijakan nasional di bawah Kemendikbudristek. 

Sistem ini selaras dengan standar akuntabilitas publik modern yang menuntut transparansi, auditabilitas, dan orientasi pada hasil, bukan sekadar prosedur. 

Melalui RAAT, UMI menunjukkan bahwa kampus Islam modern mampu memadukan profesionalisme manajerial, standar audit nasional, dan nilai-nilai

amanah dalam satu desain tata kelola yang progresif dan bernilai ibadah—sekaligus layak menjadi model bagi perguruan tinggi lain di Indonesia.

Absensi Kehadiran Berbasis Ibadah: Integrasi Ilmu dan Iman

Salah satu kebijakan visioner yang lahir dari kepemimpinan Rektor UMI adalah Program Absensi Kehadiran Berbasis Ibadah, sebuah inovasi yang secara

fundamental mengubah cara pandang terhadap kehadiran civitas akademika di

kampus. Program ini bukan sekadar instrumen administratif untuk mencatat

presensi, melainkan penegasan bahwa proses akademik dan aktivitas spiritual tidak

boleh dipisahkan. UMI menempatkan kehadiran di ruang kuliah dan kehadiran di

hadapan Allah SWT sebagai satu kesatuan, sehingga kampus menjadi ruang

tadabbur ilmu, sekaligus ruang taqarrub kepada Sang Pencipta. Dengan kebijakan

ini, UMI menunjukkan bahwa modernisasi kampus tidak harus menghilangkan

dimensi ruhani, tetapi justru menegaskannya sebagai fondasi peradaban.

Melalui kebijakan ini, mahasiswa dan dosen tidak hanya dicatat sebagai hadir

secara fisik, tetapi juga dihadirkan secara spiritual. Absensi dikoneksikan langsung

dengan kegiatan ibadah rutin seperti shalat dhuha, shalat zuhur berjamaah, dan

shalat ashar berjamaah. Dengan demikian, kampus bukan hanya membangun

budaya akademik, tetapi juga membangun habitus ibadah—sebuah pembiasaan

yang melatih disiplin waktu, ketenangan batin, kesadaran transendental, dan rasa

kebersamaan dalam jamaah. Inilah bentuk konkret dari konsep insan kāmil: cerdas

secara intelektual, halus secara spiritual, dan kokoh secara moral.

Kebijakan ini sekaligus memperlihatkan arah baru pendidikan tinggi Islam yang lebih

holistik, sejalan dengan filosofi Merdeka Belajar Berkarakter yang menuntut

pembentukan insan merdeka dalam berpikir, tetapi terikat dalam nilai. UMI memberi

teladan bahwa pendidikan tinggi tidak cukup menghasilkan lulusan yang kompeten

secara akademik, tetapi juga berakhlak, beradab, dan memiliki kesadaran ibadah

yang konsisten. Dengan model ini, UMI tidak hanya membangun kampus yang


unggul, tetapi kampus yang menghidupkan iman melalui ilmu dan menguatkan ilmu

melalui iman—sebuah kontribusi nyata bagi pembaruan paradigma pendidikan Islam

di Indonesia..

Digitalisasi dan Smart Islamic University: Pilar Kampus Masa Depan

Sejalan dengan arah kebijakan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Tinggi,

Sains, dan Teknologi (Renstra Kemdiktisaintek), Universitas Muslim Indonesia (UMI)

tengah membangun fondasi Smart Islamic University—sebuah ekosistem kampus

cerdas yang terintegrasi secara digital dalam seluruh lini: akademik, riset, tata kelola,

layanan kemahasiswaan, hingga pengelolaan SDM. Transformasi ini tidak sekadar

menghadirkan aplikasi dan platform digital, melainkan menata ulang sistem

manajemen kampus berbasis data-driven governance dan evidence-based policy.

Dengan demikian, setiap keputusan kelembagaan tidak diambil berdasarkan asumsi,

tetapi berlandaskan data terukur, kinerja nyata, dan indikator kebermanfaatan.

Digitalisasi yang dikembangkan UMI juga dipahami bukan sekadar langkah

modernisasi teknis, tetapi perubahan budaya akademik menuju tata kelola yang

lebih efisien, transparan, kolaboratif, dan inklusif. Sistem perkuliahan, penelitian,

keuangan, kehadiran ibadah, dan administrasi kampus dipadukan dalam satu

arsitektur data terpadu yang mudah diakses, dipantau, dan diaudit. Dengan ini, UMI

menegaskan bahwa kampus Islam tidak boleh tertinggal dalam inovasi teknologi,

namun justru harus menjadi pelopor integrasi nilai-nilai spiritual dalam tata kelola

digital yang profesional dan akuntabel.

UMI menyadari bahwa perguruan tinggi masa depan bukan hanya yang unggul

dalam artificial intelligence, tetapi yang mampu memadukannya dengan spiritual

intelligence. Konsep Smart Islamic University yang dibangun tidak mengaburkan

identitas keislaman, tetapi memperkuatnya melalui teknologi yang memudahkan

ibadah, mempercepat pelayanan akademik, dan memperluas jejaring ilmu. Inilah

bentuk edukasi abad ke-21 yang berkarakter: teknologi menjadi wasilah, bukan

tujuan; digitalisasi menjadi sarana kemaslahatan, bukan sekadar simbol modernitas.

Dengan visi ini, UMI bergerak menuju kampus berkelas dunia yang tidak kehilangan

ruh, tetapi justru menjadikan nilai ilahiah sebagai core engine inovasi.

Dampak Nyata: Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

Implementasi Kampus Berdampak di UMI kini tampak nyata dalam berbagai

kegiatan:

• Pengabdian masyarakat berbasis riset yang memberdayakan desa binaan dan

UMKM;

• Inovasi teknologi ramah lingkungan dari fakultas teknik dan sains;

• Program literasi hukum dan dakwah sosial yang menumbuhkan kesadaran

hukum dan moral masyarakat;

• Gerakan kampus hijau dan hemat energi sebagai wujud tanggung jawab

ekologis;

• Kemitraan dengan lembaga internasional dan pesantren dalam membangun

ekosistem pendidikan Islam berkelanjutan.


Inilah wujud nyata impactful university, kampus yang hidup di tengah masyarakat,

bukan di menara gading.

Dari Makassar untuk Dunia

UMI kini berdiri di garis depan perguruan tinggi Islam Indonesia yang tidak hanya

unggul dalam akademik, tetapi juga berdampak secara sosial, ekonomi, dan

spiritual.

Dengan menjaga keseimbangan antara:

• Ilmu dan iman,

• Akuntabilitas dan amanah,

• Teknologi dan adab,

• Inovasi dan keberpihakan sosial,

UMI telah menapaki jalan menuju universitas kelas dunia yang berakar di bumi

Indonesia dan bercahaya ke seluruh dunia.

Dari Makassar, UMI mengirimkan pesan kuat kepada bangsa dan dunia:

“Inilah wajah baru pendidikan tinggi Islam Indonesia — kampus yang berilmu,

beriman, dan berdampak.”

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved