Opini
Hak Pilih di Tengah Matinya Hak Hidup
Misalnya di Gowa, Bawaslu telah berupaya mendorong akurasi data hak-hak politik warga sebagai kesiapan pemilu berikutnya.
Misalnya di Gowa, Bawaslu telah berupaya mendorong akurasi data hak-hak politik warga sebagai kesiapan pemilu berikutnya. Bawaslu telah melakukan serangkaian Uji Petik. Berdasarkan Surat Edaran Bawaslu RI No. 29, sebagai langkah-langkah pengawasan dini dalam melakukan pencegahan potensi masalah.
Beberapa titik wilayah kecamatan dan desa, Kabupaten Gowa, didapati dalam triwulan ketiga Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB), ada sekitar 316 warga telah meninggal dunia.
Sampel itu membuktikan, bahwa data pemilih berkelanjutan atau PDPB yang telah ditetapkan KPU, mustinya bukanlah data pasti (tetap) yang tak bisa lagi diubah.
Justeru idealnya data itu mengalami perubahan terus menerus. Jika dikorelasikan dengan pemilih pemula yang terus bertambah, maka catatan Uji Petik Bawaslu data meninggal itu, juga musti dikeluarkan dari jumlah data PDPB 587.155.
Artinya, dalam konteks pengawasan, secara "De Facto" bisa dipastikan 316 warga telah meninggal dunia, sebaiknya terakomodir untuk dibersihkan dari data PDPB.
Namun bagi KPU, dalam ketentuan adminstrasi (De Jure) kependudukan, tidak segampang itu mencabut data hak kependudukan seseorang.
Mungkin, malaikat bolehlah mudah mencabut nyawa seseorang, namun KPU tak semudah itu menghilangkan hak pilih warga yang telah meninggal. Dibutuhkan prosedur, akte kematian dari lurah atau kepala desa atas permintaan keluarga almarhum
Disisi lain muncul tantangan sosial, ketimpangan ekonomi menjadi salah satu alasan enggannya warga melaporkan dan mendaftarkan keluarganya telah meninggal.
Ini berkorelasi dengan kepentingan tertentu. Misalnya data penerima manfaat bantuan sosial, atau signifikansi jumlah dana desa berdasarkan kependudukan dan luas wilayah.
Intinya, bagi KPU, data hak pilih akan dihapus jika syarat administrasinya terpenuhi.
Dan dalam pandangan Bawaslu, semua mitra stake holder diperlukan kesadaran kolektif membantu penyelenggara teknis (KPU) merapikan akurasi datanya. Seperti Dinas Sosial, musti terbuka memberikan paparan data penerima manfaat. Jika telah meninggal, musti melakukan kordinasi yang benar di tingkat desa.
Potensi Masalah
Terlepas dari perdebatan nalar panjang posisi De Facto dan De Jure, mari kita pahami dengan bijak.
Bahwa keduanya bukanlah hal yang salah atau keliru, karena masing-masing memiliki prinsip dasar Undang-undang Pemilu. Namun diharap pihak-pihak terkait musti bijak mengambil sikap tegas dan terang.
Bahwa apa yang menjadi temuan Bawaslu adalah bukti lapangan, seseorang benar-benar telah meninggal. Walau dalam pandangan KPU, hak pilih seseorang itu tetap hidup, tercatat, dan masuk sebagai pemilih aktif jika tak ada pembuktian De Jure (akte kematian) yang menyatakan seseorang telah berpulang ke rahmatullah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.