Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kader HMI dan Kemandirian Ekonomi: Menggerakkan Pembangunan Sulsel

Kader HMI tidak cukup hanya berbicara di forum-forum intelektual; mereka harus mampu menciptakan lapangan kerja

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
PENULIS OPINI - Kabid Manajemen Media, Publikasi dan Humas Forhati Sulsel, Rasmi Ridjang Sikati. Dia menulis opini tentang kemandirian ekonomi kader HMI. 

Rasmi Ridjang Sikati

Kabid Manajemen Media, Publikasi, dan Humas Forhati Sulsel

DI pelupuk sejarah panjang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kita belajar bahwa pergerakan bukan sekadar tentang gagasan yang ditulis di kertas atau orasi yang menggema di ruang-ruang seminar.

Pergerakan sejati adalah ketika nilai-nilai itu menjelma menjadi daya hidup — yang membumi dalam tindakan, mewujud dalam kebermanfaatan, dan berdampak bagi umat serta bangsa.

Hari ini, Sulawesi Selatan (Sulsel) berdiri sebagai tanah harapan — negeri yang kaya akan sumber daya, budaya, dan semangat juang.

Namun di balik potensi yang melimpah, masih ada jurang yang menganga antara kekayaan sumber daya dan kesejahteraan masyarakat.

Maka kader HMI, sebagai anak kandung umat dan bangsa, dipanggil untuk turun tangan.

Bukan hanya untuk berdiskusi, tetapi untuk bertindak. Bukan hanya untuk menyuarakan, tetapi untuk menciptakan.

Kemandirian ekonomi bukan sekadar istilah teknokratis. Ia adalah wajah modern dari perjuangan.

Sebuah jihad sunyi yang dilakukan dengan membangun usaha kecil, memutar roda UMKM, menggagas koperasi kader, atau menghubungkan produk lokal dengan pasar digital.

Inilah bentuk baru dari keberanian, di mana kader HMI menolak tunduk pada ketergantungan dan menegakkan harga diri dengan mencipta dan berdikari.

Kita hidup dalam era di mana suara tanpa daya ekonomi sering kali tenggelam di tengah gemuruh kepentingan pragmatis.
Maka, kemandirian ekonomi kader menjadi benteng yang menjaga idealisme dari godaan transaksional.

Ia menjadi tameng untuk tetap berpihak pada yang benar, bukan pada yang kuat.

Lebih dari itu, seorang kader yang mandiri secara ekonomi adalah gambaran nyata dari insan cita. Ia tidak hanya bijak dalam pikir, tetapi juga kuat dalam ikhtiar.

Ia menunaikan peran sebagai intelektual yang menyatu dengan denyut nadi masyarakat — hadir sebagai solusi, bukan sekadar simbol.

Di tanah Bugis-Makassar, kita mengenal siri’ na pacce — nilai luhur yang menjunjung harga diri dan empati. Kemandirian ekonomi adalah perwujudan modern dari siri’, di mana seorang kader memilih berdiri di atas kaki sendiri daripada menjadi beban bagi orang lain.

Dan pacce — solidaritas itu — hadir ketika kader HMI mengajak sesamanya untuk tumbuh bersama dalam jejaring usaha, dalam koperasi, dalam komunitas ekonomi yang saling menguatkan.

Jika pergerakan dimulai dari kata-kata, maka perubahan dimulai dari keberanian untuk bertindak.

Mari kita kobarkan semangat kemandirian ekonomi sebagai bagian dari perjuangan mulia HMI.

Karena dari Sulawesi Selatan, dengan tangan-tangan kader yang bekerja dan hati yang penuh cita, kita bisa menyalakan obor perubahan — terang bagi daerah, dan cahaya bagi Indonesia.

Mengapa Kader HMI Harus Mandiri Secara Ekonomi?

Sulsel adalah tanah yang kaya akan anugerah: hamparan pertanian subur, laut yang melimpah hasil perikanan, panorama wisata yang memesona, serta geliat UMKM dan ekonomi kreatif yang terus tumbuh.

Namun, kekayaan ini belum sepenuhnya digarap secara maksimal, khususnya oleh generasi muda yang sejatinya menjadi tumpuan masa depan daerah. Di titik inilah, kader HMI memiliki peran strategis yang tak tergantikan.

Dengan sebaran kader di berbagai perguruan tinggi — dari Makassar hingga Palopo, dari Gowa hingga Parepare — HMI di Sulsel memiliki modal sosial yang besar untuk menjadi lokomotif pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan.

Bukan sekadar hadir dalam wacana, tetapi terlibat langsung di medan nyata: membangun usaha mandiri, merintis koperasi, mendirikan startup lokal, dan menggerakkan roda ekonomi dari bawah.

Kader HMI tidak cukup hanya berbicara di forum-forum intelektual; mereka harus mampu menciptakan lapangan kerja, memperkuat daya saing produk lokal, dan menumbuhkan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.

Namun, perjuangan ini tidak mudah.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah kaderisasi yang belum disertai dengan kemandirian ekonomi.

Ketika kader tidak memiliki fondasi finansial yang kuat, mereka rentan terseret dalam arus politik transaksional — terutama di masa-masa politik elektoral, di mana idealisme kerap tergadaikan demi kelangsungan pribadi.

Ini bukan hanya menggerus integritas individu, tetapi juga mencemari ruh perjuangan organisasi.

Kemandirian ekonomi menjadi kunci.

Dengan sumber penghidupan yang stabil, kader HMI bisa berdiri tegak, menjaga marwah perjuangannya, dan mengambil posisi politik yang independen dan berpihak kepada kebenaran serta keadilan — bukan kepada kekuasaan atau kepentingan sesaat.

Lebih dari itu, kader HMI yang berhasil dalam bidang ekonomi — entah sebagai pengusaha muda, pelaku UMKM, konsultan keuangan, atau penggerak proyek-proyek pembangunan daerah — akan menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi pemuda Sulsel.

Dalam falsafah luhur masyarakat Bugis-Makassar, kita mengenal konsep siri’ na pacce — harga diri dan empati sosial.

Maka, kemandirian ekonomi adalah pengejawantahan nyata dari siri’ itu sendiri: berdiri di atas kaki sendiri, tidak menjadi beban, dan mampu menebar manfaat bagi sesama.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved