Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pengamat Ekonomi Khawatir Pembangunan Lokal Mandek Imbas Pemangkasan TKD

Kementerian Keuangan mencatat, hingga Semester I 2025, realisasi penyalurannya baru Rp400,6 triliun atau 43,5 persen dari pagu. 

Penulis: Rudi Salam | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM
PEMANGKASAN TKD - Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Makassar Dr Sutardjo Tui (kiri) dan Pengamat Ekonomi dari Universitas Bosowa Dr Lukman (kanan). Pemangkasan TKD mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemangkasan dana Transfer ke Daerah (TKD) dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak.

Dalam APBN 2025, pemerintah menetapkan TKD sebesar sekitar Rp919,8 triliun. 

Kementerian Keuangan mencatat, hingga Semester I 2025, realisasi penyalurannya baru Rp400,6 triliun atau 43,5 persen dari pagu. 

Namun, untuk 2026 pemerintah mengajukan penurunan alokasi TKD menjadi sekitar Rp650 triliun.

Kemudian dalam pembahasan dengan DPR disepakati naik sedikit menjadi sekitar Rp 693 triliun.

Banyak yang memprotes kebijakan tersebut, karena menilai pemotongan TKD membebani daerah.

Baca juga: Tunjangan PNS Pemkab Bulukumba Dipangkas Tahun 2026 Imbas Pemotongan Dana Transfer Pusat

Pengamat Ekonomi dari Universitas Bosowa (Unibos), Dr Lukman menilai pemangkasan TKD cukup berisiko.

Sebab, mayoritas kabupaten di Indonesia masih bergantung pada transfer pusat. 

“Pemangkasan ini berpotensi memperlebar ketimpangan fiskal dan menghambat pembangunan lokal,” katanya, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Sabtu (11/10/2025).

Lukman menilai, pemangkasan TKD juga dapat memperburuk ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah. 

Banyak daerah yang masih bergantung pada transfer pusat untuk membiayai operasionalnya. 

Dengan pengurangan dana ini, daerah-daerah tersebut mungkin akan kesulitan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pemangkasan TKD juga dinilai dapat memicu perlambatan pembangunan di daerah. 

Sebab, banyak proyek pembangunan yang bergantung pada dana transfer pusat, sehingga pengurangan dana ini dapat menghambat kemajuan pembangunan.

Untuk mengatasi keterbatasan anggaran, Lukman menyarankan daerah dapat meningkatkan PAD melalui beberapa cara.

Seperti meningkatkan pendapatan dari sektor pajak hotel, restoran, dan lain-lain.

Lalu mengembangkan sektor unggulan daerah, seperti pariwisata, pertanian, atau industri kreatif.

Kemudian mengoptimalkan belanja daerah dengan memprioritaskan kebutuhan dasar masyarakat.

Serta menggalang kerja sama dengan pihak swasta untuk meningkatkan investasi dan pembangunan daerah.

Lukman menambahkan, pemangkasan TKD dapat menjadi tanda bahwa pemerintah pusat ingin meningkatkan kontrol atas alokasi anggaran.

Namun, kata dia, desentralisasi fiskal tetap penting untuk meningkatkan otonomi daerah dan pembangunan lokal. 

“Pemerintah pusat perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak menghambat kemajuan pembangunan daerah,” kata Lukman.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr Sutardjo Tui menilai, pemangkasan TKD ini tidak terlalu memberikan dampak bagi daerah.

Ia menilai, pemangkasan TKD akan kembali kepada masyarakat untuk kebutuhan yang lebih penting.

“Dampaknya (pemangkasan) tidak ada ke daerah-daerah, karena akan kembali ke tempat lain,” katanya.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved