Emak-emak Mulai Aksi Protes MBG: Anak-anak Kita Kelinci Percobaan
Emak-emak itu menyerukan lima tuntutan utama kepada pemerintah terkait pelaksanaan program MBG.
TRIBUN-TIMUR.COM - Orangtua siswa mulai demo, protes kondisi Makan Bergizi Gratis (MBG).
Mereka khawatir dengan maraknya kasus keracunan MBG di Indonesia.
Sejumlah siswa di Jawa Barat keracunan. Di Sulsel, ditemukan belatung di ompreng MBG.
Massa menamakan diri Suara Ibu Peduli MBG.
Mereka unjuk rasa di kawasan IRTI Monas, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Emak-emak itu menyerukan lima tuntutan utama kepada pemerintah terkait pelaksanaan program MBG.
Rusmarni Rusli perwakilan aksi menyampaikan, program MBG harus dievaluasi secara menyeluruh.
Menurut dia, yang terpenting bukan sekadar pencapaian angka, melainkan kualitas dan tanggung jawab pemerintah menjamin gizi anak.
“Evaluasi total program MBG karena pada akhirnya, yang paling penting bukan sekadar angka, melainkan kualitas dan tanggung jawab nyata pemerintah,” ujar Rusmarni dalam orasinya.
Rusmarni menegaskan, program MBG seharusnya bertujuan melindungi hak anak, bukan menjadi proyek semata. Ia menyebut, data terakhir menunjukkan ribuan anak terdampak.
“Satu nyawa anak itu adalah warga negara yang harus dilindungi. Data terakhir yang kami terima mencapai lebih dari 8.600 kasus. Apakah harus menunggu sampai ada yang meninggal?” katanya.
Ia mengapresiasi perhatian Presiden Prabowo terhadap gizi anak Indonesia. Namun, menurut dia implementasi program masih jauh dari sempurna.
“Jangan jadikan anak-anak kita kelinci percobaan. Makan bergizi sehat adalah hak anak Indonesia, tapi di lapangan program ini lebih seperti proyek. Nilainya fantastis, 40 persen dari 20 persen anggaran pendidikan tersedot untuk MBG,” ujar dia.
Berikut lima tuntutan masa aksi:
- Evaluasi total program MBG, dengan menekankan kualitas dan tanggung jawab pemerintah, bukan sekadar pencapaian angka.
- Penyaluran MBG dilakukan secara bertahap, dimulai dari keluarga kelas bawah dan menengah.
- Prioritas penerima diberikan kepada keluarga di desa dan kawasan miskin perkotaan yang paling rentan terhadap krisis pangan dan gizi.
- Mekanisme penyaluran tunai kepada orangtua dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan komunitas, organisasi perempuan, dan masyarakat sipil sebagai pengawas independen.
- Meninjau kembali program MBG berdasarkan perspektif konstitusi dan hak asasi anak, bukan semata berbasis proyek.
Selain Suara Ibu Peduli, aksi ini juga diikuti sejumlah organisasi lain, seperti Srikandi Indonesia, TataGendis Nusantara, Kata Perempuan, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Mereka menegaskan memiliki visi yang sama untuk mendorong perbaikan program MBG.
Aksi dengan tema “Negara Harus Serius: Makan Bergizi Gratis Harus Efektif, Tepat Sasaran, dan Berpihak pada Rakyat Kecil” tersebut awalnya direncanakan digelar di depan Istana Negara. Namun, aparat kepolisian mengalihkan lokasi aksi ke kawasan Monas.
Ahli Gizi Unhas: Program MBG Melenceng!
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melenceng dari tujuan awal.
Guru Besar Gizi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Aminuddin Syam, menyatakan program prioritas Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka itu berubah dari upaya meningkatkan gizi siswa menjadi proyek yang sarat masalah.
“Awalnya untuk meningkatkan gizi siswa, kini berubah menjadi proyek. Banyak yang berburu margin, sementara masyarakat yang jadi korban. Dari makanan bergizi gratis berubah menjadi makanan beracun gratis,” tegasnya, Selasa (30/9/2025).
Polemik MBG kembali mencuat setelah warga di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, menemukan belatung dalam tempe salah satu menu makan di Kecamatan Kajang.
Kasus ini menambah daftar panjang masalah sejak program diluncurkan hampir 10 bulan lalu.
Sebelumnya, 12 siswa SD di Takalar mengalami keracunan pada Februari 2025 setelah mengonsumsi menu MBG.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat hingga September 2025 sudah ada 6.452 kasus keracunan terkait program ini.
Adapun data resmi pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan BPOM hanya mencatat 5 ribu kasus.
Selain makanan basi, laporan lain menyebut dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) banyak yang tidak memenuhi standar.
Bahkan, dugaan mark-up anggaran juga menyeruak.
Prof Aminuddin menekankan, pengelolaan pangan anak sekolah sangat sensitif karena rawan kontaminasi.
Menurutnya, penerapan standar Good Manufacturing Practice (GMP) mutlak dilakukan agar bahan, proses, hingga distribusi makanan terjamin higienis.
Ia juga menyoroti fasilitas dapur MBG yang kerap tidak layak, serta ketiadaan tenaga ahli gizi di tubuh BGN.
Dari 10 pejabat utama, tidak satu pun berlatar belakang gizi.
Kepala BGN saat ini dijabat akademisi IPB bidang entomologi, Dadan Hindayana, didampingi sejumlah purnawirawan TNI/Polri, birokrat, dan tokoh non-gizi lainnya.
“Ini soal kesehatan, soal nyawa. Jangan jadikan makanan sebagai komoditas politik. Jika salah kelola, taruhannya kehidupan,” kata Aminuddin menandaskan.
Sebelumnya, program MBG mendapat sorotan tajam setelah kasus keracunan siswa akibat konsumsi paket makanan terus meningkat di sejumlah daerah.
Terpisah, Dinas Kesehatan Takalar mengambil sampel air dan makanan di seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) program MBG.
Langkah ini menindaklanjuti instruksi Badan Gizi Nasional dan Kementerian Kesehatan.
Penanggung Jawab Program Tempat Pengolahan Pangan Dinkes Takalar, Masyita Hista, mengatakan pengecekan dimulai pekan ini.
“Kami mengambil sampel makanan dan air yang dipakai,” kata Masyita saat pengecekan di SPPG Yayasan Sinar Jaya Reski, Pattallassang, Selasa (30/9/2025).
Pengecekan dilakukan untuk memenuhi syarat pengurusan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Sampel akan diuji di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda), dengan hasil uji keluar dalam lima hingga sepuluh hari.
Dari hasil itu akan diketahui apakah air dan makanan memenuhi syarat untuk pengurusan SLHS.
SPPG yang belum memenuhi syarat diberi kesempatan melakukan perbaikan.
Selain itu, Dinkes juga mengecek standar gizi dan melakukan Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL).
Pengecekan mencakup pengolahan makanan, penyimpanan, alat, suhu, kebersihan peralatan, dan bahan yang digunakan.
Kepala Dinas Kesehatan Takalar, Nilal Fauziah, mengatakan tujuan pengecekan adalah memastikan penjamah pangan memahami cara mengelola makanan sesuai standar kesehatan.
"Mengetahui cara mengelola pangan mulai dari penyimpanan, pengolahan, sampai distribusi secara higienis dan memenuhi syarat kesehatan," jelasnya.
Nilal menambahkan, pengelola dapur SPPG akan diberikan pelatihan higienitas dan sanitasi lingkungan.
"Diimbau seluruh SPPG mengikuti pelatihan keamanan pangan bagi penjamah pangan," katanya.
Tim Dinkes terdiri dari ahli kesehatan lingkungan, ahli gizi, tenaga kesehatan masyarakat, Labkesda, dan puskesmas.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.