Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sosok Usman Hamid, Kritik Keras Pertemuan Siber TNI dan Polda Metro Jaya Bahas Ferry Irwandi

Mereka menyampaikan adanya dugaan tindak pidana oleh CEO Malaka Project, Ferry Irwandi.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
USMAN HAMID - (kiri) Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (4/9/2025). (kanan) Brigjen TNI Juinta Omboh Sembiring bidik Ferry Irwandi soal dugaan tindak pidana. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid kritik keras pertemuan Siber TNI dan Polda Metro Jaya.

Amnesty International, sebuah gerakan global fokus pada perlindungan hak asasi manusia (HAM).

Organisasi ini bekerja untuk memastikan setiap individu bisa menikmati hak-hak dasar yang tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan standar HAM internasional lainnya.

Satuan Siber TNI mendatangi Polda Metro Jaya membahas soal Ferry Irwandi.

Satuan Siber Tentara Nasional Indonesia (TNI), atau yang disingkat Satsiber TNI, adalah unit khusus di bawah naungan Markas Besar (Mabes) TNI yang bertanggung jawab langsung kepada Panglima TNI.

Unit ini dibentuk sebagai respons terhadap meningkatnya ancaman di ruang siber yang dapat memengaruhi kedaulatan dan keamanan nasional.

Mereka menyampaikan adanya dugaan tindak pidana oleh CEO Malaka Project, Ferry Irwandi.

Ferry Irwandi adalah CEO dan pendiri dari Malaka Project, sebuah platform edukasi digital berfokus pada isu-isu sosial, politik, ekonomi, hingga filsafat.

Ia mendirikan proyek ini bersama delapan pendiri lainnya, termasuk nama-nama terkenal seperti Jerome Polin, Coki Pardede, dan Cania Citta Irlanie.

Ferry Irwandi sendiri dikenal sebagai seorang kreator konten dan aktivis yang sering menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah.

Ia dulunya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Keuangan sebelum memutuskan untuk mengundurkan diri dan fokus menjadi kreator konten penuh waktu.

Saat ini, nama Ferry Irwandi sedang menjadi sorotan publik karena adanya dugaan tindak pidana yang dilayangkan Satuan Siber TNI terhadap dirinya. 

Pihak TNI menduga Ferry pencemaran nama baik institusi dan telah mendatangi Polda Metro Jaya untuk berkonsultasi mengenai laporan tersebut.

 Namun, menurut pihak kepolisian, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, institusi tidak dapat melaporkan kasus pencemaran nama baik, melainkan harus individu.

Usman Hamid menilai tindakan tersebut tidak sepatutnya dilakukan karena diluar dari tugas dan fungsi TNI.

"TNI itu adalah alat negara untuk melaksanakan kebijakan di bidang pertahanan bukan urusan keamanan dalam negeri, bukan urusan tindak pidana seperti yang mau diarahkan pada Ferry Irwandi," kata Usman dalam keteranganya, Selasa (9/9/2025).

Usman menjelaskan, jika terkait ancaman siber sebagaimana yang dimaksud Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring saat datang Polda Metro Jaya, maka kata dia semestinya ancaman siber itu yang berkaitan dengan unsur pertahanan.

Akan tetapi jika ancaman siber yang dimaksud oleh pihak TNI adalah menyasar pada pendapat yang dikeluarkan Ferry Irwandi, maka menurut dia hal itu justru mengancam kebebasan berekspresi yang dimiliki masyarakat.

Atas kondisi ini, Usman pun meminta agar TNI tetap pada koridor, fungsi, dan perannya yakni menjaga urusan pertahanan negara.

"Saya harus membela Ferry Irwandi dan saya kira dia hanya mengambil peran untuk berpartisipasi sebagai warga menyatakan pikiran dan pendapatnya yang dilindungi oleh konstitusi," jelasnya.

Selain itu dirinya pun berharap agar Polda Metro Jaya tidak meneruskan laporan dari Satsiber TNI terhadap Ferry Irwandi.

"Saya kira saya meminta agar pihak kepolisian daerah metro jaya tidak meneruskan laporan ini seolah-olah menjadi urusan pidana dan itu akan menimbulkan kesan bahwa TNI mengambil langkah intervensi dalam proses hukum yang bukan wewenangnya dalam hal ini di lingkungan kepolisian," jelasnya.

Sosok Usman Hamid

Mengutip dari Wikipedia Usman Hamid adalah Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.

Pria kelahiran 6 Mei 1976 ini  juga menjabat sebagai Dewan Eksekutif Transparansi Internasional Indonesia.

Diketahui Usman Hamid mulai menjadi aktivis mahasiswa Universitas Trisakti pada 1998.

Ironinya saat itu empat rekan mahasiswanya ditembak mati.

Ia juga sempat menjadi koordinator Kontras, Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan dan perwakilan dewannya di Federasi Asia yang berlokasi di Manila.

Kemudian pada tahun 2004 Usman Hamid ditunjuk sebagai anggota Tim Pencari Fakta Kepresidenan.

Saa itu ia bertugas untuk menyelidiki pembunuhan pembela hak asasi manusia terkemuka Munir Said Thalib tahun 2004.

Usman Hamid juga sempat menjabat sebagai enasihat ahli di International Center for Transitional Justice, kantor Jakarta, dari tahun 2010 hingga 2012.

Kemudian pada tahun 2011 Usman, diangkat ke Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengelolaan Pembangunan, di mana ia meninjau kebijakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Kemudian pada tahun 2012 Usman turut berperan dalam mendirikan Public Virtue Institute for Digital Democracy dan Change.org Cabang Indonesia, platform petisi online terbesar di dunia.

Ia juga sempat mengikuti studi non-gelar di University of Columbia (2003) dan mengikuti fellowship di Nottingham University (2009).

Kemudian pada tahun 2016 ia menempuh pendidikan MPhil di Departemen Perubahan Politik dan Sosial, College of Asia and the Pacific, Australian National University.

Kecaman Usman Hamid ke TNI

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyampaikan kritik tajam terhadap langkah Satuan Siber TNI yang mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan dugaan tindak pidana kejahatan siber oleh konten kreator Ferry Irwandi.

Amnesty International Indonesia adalah cabang dari Amnesty International, sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) global yang berfokus pada perlindungan dan promosi hak asasi manusia (HAM).

Didirikan pada 1961 di London, Amnesty International beroperasi di lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia.

Amnesty International Indonesia bekerja untuk mengadvokasi isu-isu seperti kebebasan berekspresi, penghapusan hukuman mati, perlindungan terhadap diskriminasi, dan penegakan keadilan bagi korban pelanggaran HAM.

Adapun pernyataan Usman Hamid mengecam aparat TNI tersebut disampaikan melalui video yang diunggah di akun Instagram pribadinya @usmanham_id pada Selasa (9/9/2025) pagi.

Ia menyoroti tindakan TNI tersebut berada di luar kewenangan dan berpotensi mengancam kebebasan berekspresi masyarakat.

Kasus ini bermula dari kunjungan Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) Mabes TNI, Brigjen Juinta Omboh Sembiring, beserta rombongan ke Polda Metro Jaya pada Senin (8/9/2025).

Mereka melakukan konsultasi hukum terkait temuan patroli siber yang menduga Ferry Irwandi melakukan tindak pidana, meskipun detail dugaan tersebut tidak dijelaskan secara rinci.

Brigjen Juinta hanya menyebutkan bahwa dugaan terkait pernyataan Ferry mengenai "algoritma media sosial".

Ferry Irwandi, yang dikenal sebagai CEO Malaka Project dan influencer dengan jutaan pengikut, membantah tuduhan tersebut melalui Instagram-nya.

Ia menyatakan siap menghadapi proses hukum dan menegaskan bahwa ia tidak pernah sulit dihubungi, serta "ide tidak bisa dibunuh atau dipenjara".

Menanggapi hal ini, Usman Hamid menilai tindakan TNI sebagai bentuk intervensi yang tidak semestinya, karena TNI seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan penegakan hukum sipil. 

Usman Hamid menilai tindakan TNI sebagai intervensi yang tidak semestinya, karena TNI seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan penegakan hukum sipil.

Berikut tiga sikap tegas yang ia sampaikan dalam pernyataannya:

Meminta Menteri Pertahanan dan Panglima TNI Mengkoreksi Tindakan Satuan Siber 

Usman menegaskan bahwa tindakan Satuan Siber TNI mendatangi Polda Metro Jaya berada di luar tupoksi TNI, yang seharusnya terbatas pada kebijakan pertahanan, bukan urusan keamanan dalam negeri atau tindak pidana sipil.

Ia meminta Menteri Pertahanan dan Panglima TNI untuk mengoreksi langkah Komandan Satuan Siber serta mengurungkan niat mempersoalkan Ferry Irwandi dalam ranah pidana.

Menurutnya, ancaman siber yang menjadi wewenang TNI adalah ancaman terhadap sistem pertahanan nasional, seperti gangguan pada website Kementerian Pertahanan atau alutsista, bukan pernyataan warga negara di media sosial.

Meminta Komisi I DPR Mengklarifikasi ke Panglima TNI 

Usman mendesak Komisi I DPR untuk mengklarifikasi permasalahan ini dengan Panglima TNI guna mencegah penyimpangan lebih lanjut dari tupoksi TNI.

Ia menekankan bahwa ancaman siber dalam konteks TNI seharusnya merujuk pada cyber defense, yaitu perlindungan terhadap serangan siber dari luar negeri yang mengancam pertahanan nasional, bukan tindakan warga negara yang menyuarakan pendapat kritis.

Menurutnya, tindakan TNI ini dapat menimbulkan preseden berbahaya bagi kebebasan berekspresi.
Meminta Polda Metro Jaya Tidak Melanjutkan Proses Pelaporan 

Usman menyatakan kekhawatiran bahwa pelaporan oleh TNI dapat menempatkan kepolisian di bawah tekanan atau "bayang-bayang militer".

Ia meminta Polda Metro Jaya untuk tidak melanjutkan proses pelaporan dugaan tindak pidana terhadap Ferry Irwandi, agar Polri tetap fokus pada tugasnya mengayomi dan melindungi masyarakat, bukan terjebak dalam intervensi militer.

Usman menegaskan bahwa TNI bertugas menangani ancaman pertahanan strategis dari luar negeri, sementara Polri bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri.

Konteks Kebebasan Berekspresi

Usman menyoroti, Ferry Irwandi, yang dikenal kritis terhadap isu-isu sosial dan politik, termasuk dugaan keterlibatan pihak tertentu dalam kerusuhan pada 28-30 Agustus, berhak menyuarakan pendapatnya sebagai bagian dari partisipasi publik.

Menurutnya, menyampaikan kritik terhadap pemerintahan atau lembaga negara adalah hak konstitusional warga negara, dan tindakan TNI ini dapat dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan berekspresi.

Ia merujuk pada Peraturan Menteri Pertahanan Tahun 2014 Nomor 82, yang membatasi wewenang TNI dalam menangani ancaman siber hanya pada lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI.

Pernyataan Usman mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Institut for Criminal Justice Reform (ICJR), yang juga menyatakan kekhawatiran atas tindakan TNI yang melampaui kewenangan.

Sementara itu, Ferry Irwandi tetap tenang dan menyatakan kesiapannya menjalani proses hukum.

Kasus ini memunculkan diskusi luas tentang batas wewenang antar-lembaga negara dalam menangani isu siber, serta pentingnya menjaga keseimbangan antara keamanan dan kebebasan berpendapat.

Usman menegaskan bahwa negara harus berhati-hati agar militer tidak masuk ke ranah sipil, karena hal ini dapat menimbulkan ketakutan masyarakat dan mengekang ruang demokrasi.

Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk memperjelas pemisahan tugas antara TNI dan Polri, demi menjaga integritas demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia.

Penjelasan Polda Metro Jaya

Wadirressiber Polda Metro Jaya AKBP Alvian Yunus menjelaskan terkait maksud konsultasi jenderal TNI ke Polda Metro Jaya pada Senin (8/9/2025) sore kemarin.

Dia tak menampik bahwa Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring menyampaikan temuan dugaan tindak pidana yang dilakukan Ferry Irwandi.

"Belai kan ingin melaporkan, iya (Ferry Irwandi) terus kita sampaikan bahwa menurut putusan MK, institusi enggak bisa melaporkan, harus pribadi kalau pencemaran nama baik," ucap AKBP Alvian di Gedung Promoter Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025).

Menurutnya, dari hasil konsultasi itu pihak TNI menemukan adanya dugaan pencemaran nama baik. 

Adapun korban dugaan pencemaran nama baik itu ialah institusi TNI.

"Iya institusi itu dulu ya," imbuhnya.

(Bangkapos.com/Tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved